Holding BUMN Energi
A
A
A
PEMBENTUKAN holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi segera terwujud. Pemerintah menargetkan pembentukan holding tersebut tuntas sebelum Lebaran tahun ini.
Perusahaan pelat merah yang akan disatukan adalah PTPertamina (Persero) dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. Mengenai nama, MenteriBUMN Rini Soemarno belum bisa memastikan apakah tetap menggunakan nama Pertamina atau menjadi Pertamina Holding.
Kajian pembentukan holding kedua perusahaan energi itu sudah sampai ke tangan Menteri Keuangan. Dalam waktu dekat, Kementerian BUMN berharap semua persyaratan holding terpenuhi. Selanjutnya tinggal menunggu lampu hijau dari para wakil rakyat yang bermarkas di Senayan, Jakarta.
Semula, wacana pembentukan holding perusahaan sektor energi masih samar-samar terdengar. Berbagai spekulasi bermunculan di tengah masyarakat tentang penggabungan perusahaan negara tersebut. Namun semuanya menjadi jelas ketika Menteri BUMN Rini Soemarno dalam perayaan hari ulang tahun (HUT) BUMN di Kantor Pertamina Pusat telah membeberkan progres pembentukan holding Pertamina-PGN.
Dalam keterangannya Rini Soermarno yang selalu mendapat sorotan tajam dalam Kabinet Kerja menyatakan Pertamina akan menaungi PGN sebagai anak usaha. Gayung bersambut, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto siap melaksanakan semua instruksi dari Kementerian BUMN, apalagi Pertamina sudah dirancang sebagai sebuah holding .
Pembentukan holding BUMN lainnya yang siap direalisasi adalah perusahaan yang bergerak di bidang jalan tol. Rencananya sejumlah perusahaan pelat merah dan anak usaha yang selama ini menangani pengembangan dan pengelolaan jalan tol akan disatukan, di antaranya PT Hutama Karya, PT Jasa Marga, dan PT Waskita karya. Pemerintah meyakini penyatuan perusahaan tersebut akan menambah pembangunan dan pengelolaan jalan tol.
Rini Soemarno mencontohkan, saat ini jalan tol yang dikelola Jasa Marga baru sepanjang 700 km, setelah dibentuk holding, panjang jalan tol yang dikelola bisa mencapai 1.290 km hingga dua tahun ke depan.
Sebaliknya, pembentukan holding perusahaan farmasi perusahaan pelat merah belum mencapai titik temu alias masih tarik ulur. Sejak 2004, proses penggabungan PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma TBK masih menemui jalan buntu.
Sebagai perusahaan terbuka, kedua emiten farmasi tersebut tidak terlepas dari restu para pemegang saham. Berdasarkan kapitalisasi pasar, Kimia Farma lebih besar daripada Indofarma. Di sisi lain, pemerintah tidak bisa ”memaksa” kedua pihak pemegang saham tersebut meski semua persyaratan pembentukan holding sudah terpenuhi.
Sebelumnya pemerintah menargetkan penggabungan kedua perusahaan farmasi itu rampung pada 2014 lalu. Pembentukan holding BUMN memang salah satu perhatian serius Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadikan perusahaan negara semakin kokoh, tidak hanya berkiprah di kandang sendiri, tetapi juga bisa bersaing di pasar global.
Kementerian BUMN telah menetapkan tujuh sektor BUMN yang masuk dalam program holding. Ketujuh sektor tersebut meliputi sektor logistik dan perdagangan, perkebunan, farmasi, perkapalan, konstruksi dan infrastruktur, tambang dan pertahanan strategis.
Apabila rencana pembentukan holding perusahaan pelat merah itu berjalan sebagaimana yang direncanakan, jumlah BUMN akan susut menjadi 85 dari 119 BUMN yang ada sekarang.
Sebenarnya program pembentukan holding BUMN bukanlah barang baru. Sejak zaman Menteri BUMN Tanri Abeng, konsep penggabungan perusahaan negara sudah menggaung, bahkan masterplan untuk membentuk BUMN yang lebih efisien dan efektif sudah ada, tetapi pelaksanaannya tidak berjalan mulus mulai dari zaman Presiden Soeharto hingga di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.
Namun bila dibandingkan dengan presiden sebelumnya, perhatian mantan Gubernur DKI Jakarta itu untuk menguatkan BUMN melalui pembentukan holding atau perusahaan induk lebih bergairah.
Memang sangat disayangkan jumlah BUMN mencapai ratusan, tetapi skalanya jauh di bawah beberapa perusahaan sejenis milik negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Begitu pula kontribusi BUMN terhadap APBN masih tergolong sangat kecil.
Perusahaan pelat merah yang akan disatukan adalah PTPertamina (Persero) dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk. Mengenai nama, MenteriBUMN Rini Soemarno belum bisa memastikan apakah tetap menggunakan nama Pertamina atau menjadi Pertamina Holding.
Kajian pembentukan holding kedua perusahaan energi itu sudah sampai ke tangan Menteri Keuangan. Dalam waktu dekat, Kementerian BUMN berharap semua persyaratan holding terpenuhi. Selanjutnya tinggal menunggu lampu hijau dari para wakil rakyat yang bermarkas di Senayan, Jakarta.
Semula, wacana pembentukan holding perusahaan sektor energi masih samar-samar terdengar. Berbagai spekulasi bermunculan di tengah masyarakat tentang penggabungan perusahaan negara tersebut. Namun semuanya menjadi jelas ketika Menteri BUMN Rini Soemarno dalam perayaan hari ulang tahun (HUT) BUMN di Kantor Pertamina Pusat telah membeberkan progres pembentukan holding Pertamina-PGN.
Dalam keterangannya Rini Soermarno yang selalu mendapat sorotan tajam dalam Kabinet Kerja menyatakan Pertamina akan menaungi PGN sebagai anak usaha. Gayung bersambut, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto siap melaksanakan semua instruksi dari Kementerian BUMN, apalagi Pertamina sudah dirancang sebagai sebuah holding .
Pembentukan holding BUMN lainnya yang siap direalisasi adalah perusahaan yang bergerak di bidang jalan tol. Rencananya sejumlah perusahaan pelat merah dan anak usaha yang selama ini menangani pengembangan dan pengelolaan jalan tol akan disatukan, di antaranya PT Hutama Karya, PT Jasa Marga, dan PT Waskita karya. Pemerintah meyakini penyatuan perusahaan tersebut akan menambah pembangunan dan pengelolaan jalan tol.
Rini Soemarno mencontohkan, saat ini jalan tol yang dikelola Jasa Marga baru sepanjang 700 km, setelah dibentuk holding, panjang jalan tol yang dikelola bisa mencapai 1.290 km hingga dua tahun ke depan.
Sebaliknya, pembentukan holding perusahaan farmasi perusahaan pelat merah belum mencapai titik temu alias masih tarik ulur. Sejak 2004, proses penggabungan PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma TBK masih menemui jalan buntu.
Sebagai perusahaan terbuka, kedua emiten farmasi tersebut tidak terlepas dari restu para pemegang saham. Berdasarkan kapitalisasi pasar, Kimia Farma lebih besar daripada Indofarma. Di sisi lain, pemerintah tidak bisa ”memaksa” kedua pihak pemegang saham tersebut meski semua persyaratan pembentukan holding sudah terpenuhi.
Sebelumnya pemerintah menargetkan penggabungan kedua perusahaan farmasi itu rampung pada 2014 lalu. Pembentukan holding BUMN memang salah satu perhatian serius Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadikan perusahaan negara semakin kokoh, tidak hanya berkiprah di kandang sendiri, tetapi juga bisa bersaing di pasar global.
Kementerian BUMN telah menetapkan tujuh sektor BUMN yang masuk dalam program holding. Ketujuh sektor tersebut meliputi sektor logistik dan perdagangan, perkebunan, farmasi, perkapalan, konstruksi dan infrastruktur, tambang dan pertahanan strategis.
Apabila rencana pembentukan holding perusahaan pelat merah itu berjalan sebagaimana yang direncanakan, jumlah BUMN akan susut menjadi 85 dari 119 BUMN yang ada sekarang.
Sebenarnya program pembentukan holding BUMN bukanlah barang baru. Sejak zaman Menteri BUMN Tanri Abeng, konsep penggabungan perusahaan negara sudah menggaung, bahkan masterplan untuk membentuk BUMN yang lebih efisien dan efektif sudah ada, tetapi pelaksanaannya tidak berjalan mulus mulai dari zaman Presiden Soeharto hingga di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi.
Namun bila dibandingkan dengan presiden sebelumnya, perhatian mantan Gubernur DKI Jakarta itu untuk menguatkan BUMN melalui pembentukan holding atau perusahaan induk lebih bergairah.
Memang sangat disayangkan jumlah BUMN mencapai ratusan, tetapi skalanya jauh di bawah beberapa perusahaan sejenis milik negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Begitu pula kontribusi BUMN terhadap APBN masih tergolong sangat kecil.
(dam)