Anarkisme Prostitusi
A
A
A
Asmadji As Muchtar
Wakil Rektor III Universitas Sains Alquran,
Wonosobo, Jawa Tengah
MASIH segar dalam ingatan kita, penggusuran tempat prostitusi Kalijodo akhir Februari lalu ternyata berjalan lancar. Sebelumnya sempat muncul rencana perlawanan yang sangat mencemaskan. Misalnya adanya media yang membuat berita dengan judul: ”Jika Penggusuran Kalijodo Tetap Dilakukan, Seribu PSK Bisa Telanjang”.
Judul berita tersebut merupakan kutipan pernyataan Kuasa Hukum Warga Kalijodo Razman Arif Nasution, yang disampaikan saat pertemuan antara warga Kalijodo dan para pimpinan DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI, Jumat, 19 Februari 2016.
Saat itu sempat muncul pertanyaan, bisakah pernyataan itu disebut sebagai provokasi anarkisme prostitusi yang melanggar Undang-Undang (UU) Pornografi dan Pornoaksi? Mungkinkah seribu pekerja seks komersial (PSK) melawan negara dengan bertindak anarkistis seperti unjuk rasa telanjang bulat di depan umum?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut juga sempat menjadi bahan diskusi. Jika pernyataan yang terkesan seperti ancaman tersebut betul-betul dilakukan oleh seribu PSK di ruang publik secara terbuka, tentu aparat penegak hukum berhak atau bahkan harus mencegahnya agar tidak sampai terjadi. Sebab jika hal itu sampai terjadi, akibatnya sangat merusak peradaban atau paling tidak bisa mengganggu ketertiban umum.
Bisa diduga, jika seribu PSK betul-betul telanjang di depan umum dalam rangka unjuk rasa menolak pembongkaran Kalijodo, pasti akan direkam kamera oleh sejumlah orang. Dan, sangat mungkin kemudian disebarluaskan sebagai bahan pornografi. Selanjutnya, bukan tidak mungkin bahan pornografi itu dikonsumsi oleh kalangan anak-anak.
Akibat selanjutnya, tentu sangat sulit dibayangkan. Sehingga semua pihak yang peduli peradaban sangat berharap dan berdoa, semoga hal tersebut tidak akan pernah terjadi di negeri ini.
Sejumlah pihak juga sempat berpendapat tegas, kalau ternyata seribu PSK telanjang di depan umum betul-betul terjadi, aparat penegak hukum pun berhak, atau bahkan wajib untuk menangkap dan menahan mereka. Karena para PSK itu telah nyata-nyata melakukan porno aksi di depan umum, dan layak dijerat dengan UU Pornografi dan Pornoaksi yang berlaku.
Namun, ternyata sampai saat ini tak ada unjuk rasa seribu PSK dengan telanjang bulat. Meski demikian, prostitusi tampaknya terus berlangsung di banyak tempat. Sedangkan PSK tetap banyak yang berani menjajakan diri di pinggir-pinggir jalan seolah-olah ingin memasifkan anarkisme prostitusi.
Problem Besar
Harus ditegaskan, anarkisme prostitusi sejak dulu memang menjadi problem besar di negeri ini dan juga negara lainnya. Misalnya, fenomena prostitusi kelas bawah seperti warung remang-remang atau prostitusi jalanan sangat marak di berbagai kota.
Selain itu, di banyak daerah setiap muncul rencana penggusuran lokalisasi prostitusi selalu diwarnai dengan perlawanan yang didukung kalangan preman. Prostitusi dan premanisme terkesan selalu bersatu melawan negara.
Data empiris membuktikan, di sejumlah daerah lokalisasi prostitusi gagal dibongkar oleh pemerintah setempat karena preman yang melindunginya dianggap sangat kuat. Dalam hal ini, premanisme yang melindungi prostitusi nyata-nyata telah mengalahkan negara. Padahal, jika negara dikalahkan prostitusi dan premanisme, mereka akan semakin anarkis, seperti makin merajalela berkembang biak di mana-mana.
Dengan kata lain, jika negara sudah dikalahkan oleh prostitusi yang didukung premanisme, semua ruang publik bisa menjadi ajang transaksi prostitusi. Misalnya, warung dan kafe serta penginapan berubah menjadi tempat mesum. Bahkan, siang-malam di pinggir-pinggir jalan banyak PSK menjajakan diri dengan terang-terangan.
Data empiris juga membuktikan, sejumlah lokalisasi prostitusi yang didukung preman berhasil dibongkar karena negara tidak mau kalah terhadap mereka. Dalam hal ini, kunci kemenangan negara di tangan pemimpin seperti presiden, gubernur, bupati, dan wali kota. Jika pemimpin tegas dan tak mau kalah melawan premanisme yang mendukung prostitusi maka pasti negara akan menang.
Menolong Mereka
Meski demikian, jika negara sudah menang melawan prostitusi yang didukung preman, problem besar tetap menghadang. Misalnya, mantan PSK dan mucikari yang kehilangan penghasilan bisa berpindah tempat dan melanjutkan praktik prostitusi di tempat barunya.
Akibatnya, prostitusi semakin sulit dikontrol, termasuk penyebaran penyakit menular yang menyertainya. Menyikapi problem besar tersebut, pemerintah harus serius menolong PSK dan mucikari yang terusir akibat pembongkaran lokalisasi seperti Kalijodo. Misalnya pemerintah memberikan modal usaha atau keterampilan kerja, sampai mereka berhasil alih profesi atau membuka usaha lain yang halal.
Dalam banyak kasus, nasib PSK dan mucikari pascapenggusuran, seperti tawon-tawon yang kehilangan sarang. Kemudian mereka menyebar luas dan membentuk sarang-sarang baru, untuk berkembang biak lebih besar di banyak tempat karena pemerintah tidak serius menolong mereka.
Dengan demikian, menyertai proses pembongkaran prostitusi Kalijodo seharusnya pemerintah membentuk tim khusus lintas kementerian. Hal itu antara lain untuk menolong PSK, mucikari, dan preman yang terusir dari tempat tersebut.
Mereka tidak cukup diberi tempat tinggal baru. Yang lebih penting, mereka ditolong dengan bimbingan secukupnya sampai berhasil mengubah hidup dengan penghasilan lain yang layak sehingga tidak lagi kembali terjun di dunia prostitusi.
Mengingat problem besar yang akan muncul akibat pembongkaran tempat prostitusi, semua pihak yang sudah menunjukkan kepeduliannya kepada warga Kalijodo, layak melanjutkan aksinya dalam rangka menolong mereka memperbaiki nasib. Jangan ada pihak yang sengaja memprovokasi mereka untuk melawan negara dengan pernyataan maupun aksi yang layak dianggap anarki. Tentu hal itu dimaksudkan agar kekerasan tidak perlu terjadi menyertai proses pembongkaran Kalijodo.
Semua pihak layak belajar dari keberhasilan pembongkaran lokalisasi prostitusi Kramat Tunggak dan Dolly (Surabaya). Jika mantan PSK dan mucikari Kramat Tunggak serta Dolly bisa memperbaiki nasibnya dengan alih profesi atau usaha lain yang halal, tentu mantan penghuni Kalijodo juga akan bisa sukses di tempat lain dengan profesi atau usaha lain yang halal.
Semua pihak pasti lebih senang melihat banyak mantan PSK, mucikari, dan preman berhasil alih profesi atau usaha dibanding berbuat anarki dan kemudian dihukum penjara. Lantas, jika Pemprov DKI Jakarta ternyata memang layak dianggap berhasil melakukan penggusuran prostitusi Kalijodo, selayaknya pemerintah daerah (pemda) juga menggusur tempat-tempat prostitusi lainnya di wilayah Jakarta.
Keberhasilan menggusur prostitusi Kalijodo layak pula ditiru oleh pemerintah daerah-daerah lain yang hendak menggusur tempat prostitusi di wilayahnya, sehingga ke depan negeri ini makin bersih dari praktik prostitusi.
Wakil Rektor III Universitas Sains Alquran,
Wonosobo, Jawa Tengah
MASIH segar dalam ingatan kita, penggusuran tempat prostitusi Kalijodo akhir Februari lalu ternyata berjalan lancar. Sebelumnya sempat muncul rencana perlawanan yang sangat mencemaskan. Misalnya adanya media yang membuat berita dengan judul: ”Jika Penggusuran Kalijodo Tetap Dilakukan, Seribu PSK Bisa Telanjang”.
Judul berita tersebut merupakan kutipan pernyataan Kuasa Hukum Warga Kalijodo Razman Arif Nasution, yang disampaikan saat pertemuan antara warga Kalijodo dan para pimpinan DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD DKI, Jumat, 19 Februari 2016.
Saat itu sempat muncul pertanyaan, bisakah pernyataan itu disebut sebagai provokasi anarkisme prostitusi yang melanggar Undang-Undang (UU) Pornografi dan Pornoaksi? Mungkinkah seribu pekerja seks komersial (PSK) melawan negara dengan bertindak anarkistis seperti unjuk rasa telanjang bulat di depan umum?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut juga sempat menjadi bahan diskusi. Jika pernyataan yang terkesan seperti ancaman tersebut betul-betul dilakukan oleh seribu PSK di ruang publik secara terbuka, tentu aparat penegak hukum berhak atau bahkan harus mencegahnya agar tidak sampai terjadi. Sebab jika hal itu sampai terjadi, akibatnya sangat merusak peradaban atau paling tidak bisa mengganggu ketertiban umum.
Bisa diduga, jika seribu PSK betul-betul telanjang di depan umum dalam rangka unjuk rasa menolak pembongkaran Kalijodo, pasti akan direkam kamera oleh sejumlah orang. Dan, sangat mungkin kemudian disebarluaskan sebagai bahan pornografi. Selanjutnya, bukan tidak mungkin bahan pornografi itu dikonsumsi oleh kalangan anak-anak.
Akibat selanjutnya, tentu sangat sulit dibayangkan. Sehingga semua pihak yang peduli peradaban sangat berharap dan berdoa, semoga hal tersebut tidak akan pernah terjadi di negeri ini.
Sejumlah pihak juga sempat berpendapat tegas, kalau ternyata seribu PSK telanjang di depan umum betul-betul terjadi, aparat penegak hukum pun berhak, atau bahkan wajib untuk menangkap dan menahan mereka. Karena para PSK itu telah nyata-nyata melakukan porno aksi di depan umum, dan layak dijerat dengan UU Pornografi dan Pornoaksi yang berlaku.
Namun, ternyata sampai saat ini tak ada unjuk rasa seribu PSK dengan telanjang bulat. Meski demikian, prostitusi tampaknya terus berlangsung di banyak tempat. Sedangkan PSK tetap banyak yang berani menjajakan diri di pinggir-pinggir jalan seolah-olah ingin memasifkan anarkisme prostitusi.
Problem Besar
Harus ditegaskan, anarkisme prostitusi sejak dulu memang menjadi problem besar di negeri ini dan juga negara lainnya. Misalnya, fenomena prostitusi kelas bawah seperti warung remang-remang atau prostitusi jalanan sangat marak di berbagai kota.
Selain itu, di banyak daerah setiap muncul rencana penggusuran lokalisasi prostitusi selalu diwarnai dengan perlawanan yang didukung kalangan preman. Prostitusi dan premanisme terkesan selalu bersatu melawan negara.
Data empiris membuktikan, di sejumlah daerah lokalisasi prostitusi gagal dibongkar oleh pemerintah setempat karena preman yang melindunginya dianggap sangat kuat. Dalam hal ini, premanisme yang melindungi prostitusi nyata-nyata telah mengalahkan negara. Padahal, jika negara dikalahkan prostitusi dan premanisme, mereka akan semakin anarkis, seperti makin merajalela berkembang biak di mana-mana.
Dengan kata lain, jika negara sudah dikalahkan oleh prostitusi yang didukung premanisme, semua ruang publik bisa menjadi ajang transaksi prostitusi. Misalnya, warung dan kafe serta penginapan berubah menjadi tempat mesum. Bahkan, siang-malam di pinggir-pinggir jalan banyak PSK menjajakan diri dengan terang-terangan.
Data empiris juga membuktikan, sejumlah lokalisasi prostitusi yang didukung preman berhasil dibongkar karena negara tidak mau kalah terhadap mereka. Dalam hal ini, kunci kemenangan negara di tangan pemimpin seperti presiden, gubernur, bupati, dan wali kota. Jika pemimpin tegas dan tak mau kalah melawan premanisme yang mendukung prostitusi maka pasti negara akan menang.
Menolong Mereka
Meski demikian, jika negara sudah menang melawan prostitusi yang didukung preman, problem besar tetap menghadang. Misalnya, mantan PSK dan mucikari yang kehilangan penghasilan bisa berpindah tempat dan melanjutkan praktik prostitusi di tempat barunya.
Akibatnya, prostitusi semakin sulit dikontrol, termasuk penyebaran penyakit menular yang menyertainya. Menyikapi problem besar tersebut, pemerintah harus serius menolong PSK dan mucikari yang terusir akibat pembongkaran lokalisasi seperti Kalijodo. Misalnya pemerintah memberikan modal usaha atau keterampilan kerja, sampai mereka berhasil alih profesi atau membuka usaha lain yang halal.
Dalam banyak kasus, nasib PSK dan mucikari pascapenggusuran, seperti tawon-tawon yang kehilangan sarang. Kemudian mereka menyebar luas dan membentuk sarang-sarang baru, untuk berkembang biak lebih besar di banyak tempat karena pemerintah tidak serius menolong mereka.
Dengan demikian, menyertai proses pembongkaran prostitusi Kalijodo seharusnya pemerintah membentuk tim khusus lintas kementerian. Hal itu antara lain untuk menolong PSK, mucikari, dan preman yang terusir dari tempat tersebut.
Mereka tidak cukup diberi tempat tinggal baru. Yang lebih penting, mereka ditolong dengan bimbingan secukupnya sampai berhasil mengubah hidup dengan penghasilan lain yang layak sehingga tidak lagi kembali terjun di dunia prostitusi.
Mengingat problem besar yang akan muncul akibat pembongkaran tempat prostitusi, semua pihak yang sudah menunjukkan kepeduliannya kepada warga Kalijodo, layak melanjutkan aksinya dalam rangka menolong mereka memperbaiki nasib. Jangan ada pihak yang sengaja memprovokasi mereka untuk melawan negara dengan pernyataan maupun aksi yang layak dianggap anarki. Tentu hal itu dimaksudkan agar kekerasan tidak perlu terjadi menyertai proses pembongkaran Kalijodo.
Semua pihak layak belajar dari keberhasilan pembongkaran lokalisasi prostitusi Kramat Tunggak dan Dolly (Surabaya). Jika mantan PSK dan mucikari Kramat Tunggak serta Dolly bisa memperbaiki nasibnya dengan alih profesi atau usaha lain yang halal, tentu mantan penghuni Kalijodo juga akan bisa sukses di tempat lain dengan profesi atau usaha lain yang halal.
Semua pihak pasti lebih senang melihat banyak mantan PSK, mucikari, dan preman berhasil alih profesi atau usaha dibanding berbuat anarki dan kemudian dihukum penjara. Lantas, jika Pemprov DKI Jakarta ternyata memang layak dianggap berhasil melakukan penggusuran prostitusi Kalijodo, selayaknya pemerintah daerah (pemda) juga menggusur tempat-tempat prostitusi lainnya di wilayah Jakarta.
Keberhasilan menggusur prostitusi Kalijodo layak pula ditiru oleh pemerintah daerah-daerah lain yang hendak menggusur tempat prostitusi di wilayahnya, sehingga ke depan negeri ini makin bersih dari praktik prostitusi.
(poe)