NPI Catat Surplus

Selasa, 16 Februari 2016 - 14:33 WIB
NPI Catat Surplus
NPI Catat Surplus
A A A
KINERJA neraca perdagangan Indonesia (NPI) membangkitkan optimisme pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini akan lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) awal pekan ini menunjukkan NPI menyumbangkan surplus sebesar USD50,6 juta. Total nilai ekspor Januari menandai awal tahun ini mencapai USD10,50 miliar atau turun 11,88% dibanding Desember 2015. Sedangkan nilai impor terbukukan USD10,45 miliar atau turun 13,48% dibanding Desember tahun lalu.

Penurunan nilai ekspor dan impor tersebut oleh pihak BPS dinyatakan sebagai siklus musiman di mana tren Januari selalu lebih rendah dibanding Desember tahun sebelumnya. Penurunan nilai ekspor tersebut dipicu oleh ekspor minyak dan gas (migas) sekitar 14,81% atau dari USD1,30 miliar menjadi USD1,11 miliar. Adapun nilai ekspor nonmigas mengecil dari USD10,62 miliar menjadi USD9,39 miliar atau turun 11,52%.

Berdasarkan pangsa pasar ekspor, Negeri Paman Sam menempati urutan pertama senilai USD1,23 miliar, disusul Negeri Matahari Terbit sebesar USD1,04 miliar, dan Negeri Tirai Bambu sekitar USD886,7 juta. Sedangkan pasar kawasan ASEAN senilai USD1,92 miliar dan Uni Eropa menembus USD1,16 miliar. Tercatat, komoditas ekspor terbesar meliputi lemak dan minyak nabati dan bahan bakar mineral masing­-masing senilai USD1,3 miliar dan USD1,08 miliar.

Sementara kinerja impor migas anjlok sekitar 32,1% menjadi USD1,22 miliar dari sebelumnya senilai USD1,80 miliar. Dan, impor nonmigas juga merosot sekitar 10,22% dari USD10,28 miliar menjadi senilai USD9,23 miliar. Sumber utama impor Indonesia masih setia pada China senilai USD2,48 miliar, menyusul Jepang sebesar USD898,2 juta, dan Thailand sekitar USD664,8 juta. Sedangkan kawasan ASEAN tercatat senilai USD2 miliar dan Uni Eropa USD980 juta. Adapun barang impor utama adalah mesin dan peralatan mekanik senilai USD1,79 miliar dan peralatan listrik USD1,12 miliar.

Di balik pencapaian angka surplus NPI tersebut justru pemerintah punya pekerjaan berat bagaimana mengantisipasi perkembangan perekonomian China. Pasalnya, Negeri Panda itu salah satu pasar tradisional ekspor Indonesia selain Amerika Serikat (AS) dan Jepang. Kinerja ekspor China turun sebesar 11,2% sedangkan impor anjlok 18,8% sepanjang Januari 2016. Penurunan nilai ekspor itu sudah berlangsung tujuh bulan berturut­-turut dan penurunan impor lebih parah lagi sudah lebih dari setahun. Meski demikian, masih tetap ada optimisme di mana Pemerintah China menargetkan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 6,5% hingga 7% tahun ini.

Pihak Bank Indonesia (BI) sudah mengingatkan jauh­-jauh hari bahwa pelambatan ekonomi China harus diantisipasi secepat mungkin. Tak bisa dipungkiri negeri berpenduduk terbesar di dunia itu salah satu faktor penentu pertumbuhan ekonomi nasional. Selain masalah China, BI juga mengingatkan ancaman yang bisa menghambat pertumbuhan perekonomian dari dalam yakni laju angka inflasi yang diprediksi masih dalam level yang tinggi sepanjang tahun ini. Hal tersebut dipicu kenaikan sejumlah harga bahan pangan yang sudah berlangsung sejak bulan lalu. Kalau situasi harga pangan tak bisa dikendalikan secepatnya, menjadi ancaman nyata bagi pemerintah.

Berdasarkan laporan inflasi yang dilansir BPS sepanjang Januari 2016 hanya tercatat sekitar 0,51% memang lebih kecil dari prediksi BI yang mematok pada angka 0,7%. Angka inflasi Januari 2016 tergolong rendah dibandingkan sejak 2010 kecuali pada Januari 2015 yang membukukan deflasi dengan minus 0,24%. Penyumbang inflasi terbesar bulan lalu adalah kelompok bahan pangan sebesar 0,46%, di antaranya daging dan telur ayam ras, bawang putih dan bawang merah, beras, serta daging sapi. Faktor pendorong inflasi di luar bahan pangan adalah perumahan, listrik, gas, dan bahan bakar dengan kontribusi 0,13%.

Namun, harus dicatat bahwa perhitungan inflasi tersebut belum sepenuhnya mengkover kenaikan harga pangan yang mulai bergejolak pada pertengahan Januari hingga saat ini. Meski demikian, masih ada alternatif lain yang diharapkan bisa menjadi motor pertumbuhan ekonomi adalah penyerapan anggaran. Kita berharap penyerapan anggaran yang dipercepat sejak awal tahun bisa menjadi mesin penggerak pertumbuhan ekonomi yang efektif.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6104 seconds (0.1#10.140)