Di Sidang MKD, Luhut Ungkap Sikapnya Terkait Freeport
Senin, 14 Desember 2015 - 15:01 WIB

Di Sidang MKD, Luhut Ungkap Sikapnya Terkait Freeport
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan memberikan keterangan di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Dalam sidang, Luhut menjelaskan kronologi mengenai terkait perpanjangan kontrak karya PT Freeport saat dirinya menjabat Kepala Staf Kepresidenan.
Dia mengatakan, negosiasi perpanjangan kontrak tidak boleh dilakukan sebelum tahun 2019.
"Ini dimulai pada 16 Maret 2015 selaku Kepala Staf Presiden menyampaikan perpanjangan kontrak karya Freeport perlu dikaji mendalam dan baru bisa diperpanjang tahun 2019," tutur Luhut dalam persidangan di ruang rapat MKD, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (14/12/2015).
Dia mengakui telah mengeluarkan memo pada 15 Mei 2015. Memo itu, kata dia, diserahkan kepada Presiden yang isinya menegaskan perpanjangan kontrak karya PT Freeport hanya dilakukan apabila kontrak telah berakhir.
"Pada 17 Juni 2015 dikeluarkan memo kedua kepada Presiden karena ada upaya perpanjangan kontrak sebelum waktu dan berpotensi melanggar Undang-undang Minerba yang membahayakan pemerintah," tutur Luhut. (Baca juga: Tok! Sidang Pemeriksaan Luhut Panjaitan Digelar Terbuka)
Setelah itu, dia menjelaskan tanggal 2 Oktober 2015 dipanggil oleh Presiden Jokowi untuk menyampaikan pandangannya terhadap Freeport.
"Pada tanggal 19 Oktober 2015 akhirnya diputuskan negosiasi perpanjangan Freeport harus memperhatikan pembangunan Papua," katanya.
Oleh karena itu, sambung dia, Presiden Jokowi memutuskan pemerintah akan memperpanjang kontrak karya Freeport apabila perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu memenuhi lima syarat yang diajukan.
Adapun kelima syarat itu antara lain pembangunan Papua, konten lokal, royalti, divestasi saham dan industri pengolahan.
"Melalui paparan tadi, posisi saya jelas bahwa perpanjangan Freeport tidak boleh dilakukan sebelum tahun 2019," kata Luhut.
PILIHAN:
Pemeriksaan Lanjutan, Bos Freeport Tergesa-gesa Masuki Gedung Kejagung
Dalam sidang, Luhut menjelaskan kronologi mengenai terkait perpanjangan kontrak karya PT Freeport saat dirinya menjabat Kepala Staf Kepresidenan.
Dia mengatakan, negosiasi perpanjangan kontrak tidak boleh dilakukan sebelum tahun 2019.
"Ini dimulai pada 16 Maret 2015 selaku Kepala Staf Presiden menyampaikan perpanjangan kontrak karya Freeport perlu dikaji mendalam dan baru bisa diperpanjang tahun 2019," tutur Luhut dalam persidangan di ruang rapat MKD, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (14/12/2015).
Dia mengakui telah mengeluarkan memo pada 15 Mei 2015. Memo itu, kata dia, diserahkan kepada Presiden yang isinya menegaskan perpanjangan kontrak karya PT Freeport hanya dilakukan apabila kontrak telah berakhir.
"Pada 17 Juni 2015 dikeluarkan memo kedua kepada Presiden karena ada upaya perpanjangan kontrak sebelum waktu dan berpotensi melanggar Undang-undang Minerba yang membahayakan pemerintah," tutur Luhut. (Baca juga: Tok! Sidang Pemeriksaan Luhut Panjaitan Digelar Terbuka)
Setelah itu, dia menjelaskan tanggal 2 Oktober 2015 dipanggil oleh Presiden Jokowi untuk menyampaikan pandangannya terhadap Freeport.
"Pada tanggal 19 Oktober 2015 akhirnya diputuskan negosiasi perpanjangan Freeport harus memperhatikan pembangunan Papua," katanya.
Oleh karena itu, sambung dia, Presiden Jokowi memutuskan pemerintah akan memperpanjang kontrak karya Freeport apabila perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu memenuhi lima syarat yang diajukan.
Adapun kelima syarat itu antara lain pembangunan Papua, konten lokal, royalti, divestasi saham dan industri pengolahan.
"Melalui paparan tadi, posisi saya jelas bahwa perpanjangan Freeport tidak boleh dilakukan sebelum tahun 2019," kata Luhut.
PILIHAN:
Pemeriksaan Lanjutan, Bos Freeport Tergesa-gesa Masuki Gedung Kejagung
(dam)