IPO Pertamina Berpotensi Cegah Mafia Migas
loading...
A
A
A
Fahmy Radhi
Pengamat Ekonomi Energi dan Pertambangan Universitas Gadjah Mada
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Eric Thohir menginstruksikan kepada Pertamina untuk melakukan initial public offering (IPO) saham subholding di pasar modal. Penjualan saham Pertamina sebagai holding memang tidak diperkenankan karena melanggar amanah UUD 1945. Namun, penjualan saham subholding Pertamina tidak melanggar konstitusi dan perundangan berlaku, asal mayoritas saham masih dikuasai oleh negara
Melalui IPO, subholding Pertamina akan meraup dana segar dengan cost of capital (biaya modal) yang paling murah dibanding pendanaan dari utang perbankan dan global bond. IPO akan menjadikan subholding Pertamina sebagai perusahaan publik, yang akan lebih transparan dan accountable. Pasalnya, tata kelola subholding yang sudah melantai di bursa saham harus menerapkan prinsip-prinsip good governance dan harus melaporkan hasil pengelolaan perusahaan kepada publik secara periodik.
Dengan keterbukaan tata kelola tersebut, mustahil bagi kelompok kepentingan menjadikan Pertamina sebagai sapi perahan. Tidak akan ada lagi dana CSR yang dapat digunakan oleh anggota DPR untuk mempertahankan konstituennya.
IPO juga akan mempersempit dan memagari ruang gerak mafia migas dalam berburu rente di subholding Pertamina. Mafia migas masih bisa bergentayangan di Pertamina dengan memanfaatkan kelemahan tata kelola dan pengambil keputusan. Tata kelola yang lebih transparan dan pengambil kepurtusan yang lebih kredible pasca IPO berpotensi mencegah mafia migas berburu rente, sehingga dapat lebih efisien dengan meminimkan biaya operasional rente.
Untuk mencapai berbagai benefit IPO subholding Pertamina itu, Menteri BUMN harus memastikan dan mencegah praktik goreng-menggoreng harga saham perdana agar sesuai dengan harga pasar. Indikasi praktik goreng-menggoreng dengan menetapkan nilai saham yang over value pernah terjadi pada IPO beberapa BUMN sebelumnya.
Kalau terjadi over value harga saham perdana akan menimbulkan sentimen negatif bagi harga saham, yang dapat memperpuruk harga saham subholding Pertamina di waktu mendatang. Jangan sampai nilai saham perdana subholding Pertamina over value, yang justru akan dicurigai oleh publik sebagai upaya pengumpulan dana melalui IPO untuk membiayai pemilihan Presiden mendatang.
Pengamat Ekonomi Energi dan Pertambangan Universitas Gadjah Mada
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Eric Thohir menginstruksikan kepada Pertamina untuk melakukan initial public offering (IPO) saham subholding di pasar modal. Penjualan saham Pertamina sebagai holding memang tidak diperkenankan karena melanggar amanah UUD 1945. Namun, penjualan saham subholding Pertamina tidak melanggar konstitusi dan perundangan berlaku, asal mayoritas saham masih dikuasai oleh negara
Melalui IPO, subholding Pertamina akan meraup dana segar dengan cost of capital (biaya modal) yang paling murah dibanding pendanaan dari utang perbankan dan global bond. IPO akan menjadikan subholding Pertamina sebagai perusahaan publik, yang akan lebih transparan dan accountable. Pasalnya, tata kelola subholding yang sudah melantai di bursa saham harus menerapkan prinsip-prinsip good governance dan harus melaporkan hasil pengelolaan perusahaan kepada publik secara periodik.
Dengan keterbukaan tata kelola tersebut, mustahil bagi kelompok kepentingan menjadikan Pertamina sebagai sapi perahan. Tidak akan ada lagi dana CSR yang dapat digunakan oleh anggota DPR untuk mempertahankan konstituennya.
IPO juga akan mempersempit dan memagari ruang gerak mafia migas dalam berburu rente di subholding Pertamina. Mafia migas masih bisa bergentayangan di Pertamina dengan memanfaatkan kelemahan tata kelola dan pengambil keputusan. Tata kelola yang lebih transparan dan pengambil kepurtusan yang lebih kredible pasca IPO berpotensi mencegah mafia migas berburu rente, sehingga dapat lebih efisien dengan meminimkan biaya operasional rente.
Untuk mencapai berbagai benefit IPO subholding Pertamina itu, Menteri BUMN harus memastikan dan mencegah praktik goreng-menggoreng harga saham perdana agar sesuai dengan harga pasar. Indikasi praktik goreng-menggoreng dengan menetapkan nilai saham yang over value pernah terjadi pada IPO beberapa BUMN sebelumnya.
Kalau terjadi over value harga saham perdana akan menimbulkan sentimen negatif bagi harga saham, yang dapat memperpuruk harga saham subholding Pertamina di waktu mendatang. Jangan sampai nilai saham perdana subholding Pertamina over value, yang justru akan dicurigai oleh publik sebagai upaya pengumpulan dana melalui IPO untuk membiayai pemilihan Presiden mendatang.
(nbs)