Sistem Pembayaran di Era Kenaikan Suku Bunga Fed

Senin, 16 November 2015 - 08:01 WIB
Sistem Pembayaran di Era Kenaikan Suku Bunga Fed
Sistem Pembayaran di Era Kenaikan Suku Bunga Fed
A A A
SUKU bunga Fed menjadi penentu apakah perekonomian dunia akan kembali berisiko tinggi menghadapi resesi yang pada gilirannya mengganggu sistem pembayaran internasional. Untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia tingkat suku bunga Fed mengancam sustainabilitas sistem pembayaran dunia khususnya negara sedang berkembang. Dampak langsung hantaman kenaikan suku bunga tersebut terhadap sistem pembayaran adalah kepada sistem perbankan baik internasional maupun nasional.

Sejauh mana risiko sistemik akan muncul menjadi taruhan bagi banyak pihak khususnya pengawas sistem pembayaran untuk menduga seberapa kuat sistem pembayaran nasionalnya masing-masing. Dalam perubahan mendadak dalam konteks harapan pasar pada kebijakan moneter yang tidak konvensional, harga aset dapat overshoot pada sisi negatifnya. Selain itu, normalisasi juga dapat menjadi demikian mahal dan mungkin melibatkan luapan besar ke negara-negara lain yang beroperasi melalui hubungan perdagangan dan keuangan, likuiditas global, dan saluran portofolio-rebalancing.

Ada perbedaan di berbagai negara dalam respons mereka terhadap lonjakan volatilitas pasar keuangan global. Ini merefleksikan skala paparan keuangan dan perdagangan pasar negara berkembang terhadap negaranegara maju, posisi siklusmereka masing-masing, dan ketidakseimbangan internal dan eksternal mereka. Sekalipun fundamental yang kuat dan kerangka kerja kebijakan yang sehat sangat penting, kesemuanya tidak dapat sepenuhnya mengisolasi negara dari dampak peningkatan volatilitas pasar keuangan global. Argumen ini didukung fakta bahwa tidak ada negara yang tampaknya kebal dari dampak lonjakan volatilitas pasar. Untuk itulah, bank sentral China sudah membuka kas pinjaman selama enam bulan dalam rangka melapisi sistem pembayaran China dari serangan negatif kenaikan suku bunga Fed tersebut.

***

Jangan kita pernah lupa terhadap krisis ekonomi 1998 lalu. Krisis itu bersifat prosiklis dengan hancurnya sistem pembayaran di Indonesia. Krisis ekonomi yang meledak pada pertengahan 1997 mengubah negara dari keajaiban ekonomi ke bencana ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang cepat, yang dicapai pada tingkat rata- rata lebih dari 7% antara 1968 dan1996, menurun secara signifikan kurang dari 5% antara 2000 dan 2003. Pada 1998 tingkat pertumbuhan bahkan berkontraksi menjadi minus 10,14% yang menyebabkan lonjakan pengangguran dan tingkat kemiskinan.

Krisis juga hampir mengakhiri investasi, kepercayaan bisnis, ekspor dan sektor keuangan, belum lagi berbicara tentang masalah inflasi yang tinggi dan kurangnya dana pemerintah untuk membangun negara. Sektor manufaktur yang digunakan untuk menjadi sumber utama pertumbuhan terkontraksi sebesar 11%, sedangkan sektor konstruksi turun sebesar 36% pada tahun yang sama. Pertumbuhan yang rendah di sektor manufaktur ini berlangsung terus hingga 2004. Krisis keuangan juga mengurangi arus investasi sekitar 50% yang memunculkan pengangguran dan kemiskinan lebih lanjut.

***

Dalam perspektif yang optimistis, bangkitnya ekonomi Amerika Serikat akan memberikan sinergi bagi sistem pembayaran negara berkembang. Dampak pertumbuhan AS pada ekonomi pasar berkembang (emerging markets) telah dipelajari secara ekstensif. Sebuah studi terbaru oleh Almansour, dkk (2015) menemukan bahwa pertumbuhan pasar negara berkembang didorong oleh kenaikan pertumbuhan ekonomi AS: peningkatan angka 1% pada pertumbuhan AS menimbulkan pertumbuhan emerging markets sebesar 0,3%.

Sebuah analisis pada Laporan Spillover 2014 menemukan efek spillover positif menjadi lebih besar: dampak pada pertumbuhan emerging markets adalah sekitar 60% dari peningkatan pertumbuhan ekonomi AS, dengan angka yang sama untuk Kawasan Eropa dan Inggris. Tak heran bank negara di ASEAN segara menjalin pakta perdagangan bebas dengan Amerika Serikat dalam rangka menyinkronkan sistem pembayarannya dengan sistem pembayaran di Amerika Serikat. Sayang sekali, Indonesia tidak mengikuti program ini.

Temuan ini konsisten dengan analisis-analisis sebelumnya terkait spillover pada emerging markets. Namun, ciri khas dari perkembangan ini adalah ada gerakan besar dalam nilai tukar, terutama apresiasi dolar yang berkelanjutan. Satu lagi hal yang penting adalah guncangan riil dan guncangan mata uang (baik Amerika Serikat atau kawasan euro) memiliki efek spillover yang sangat berbeda di negara lain. Sementara dua jenis guncangan menyebabkan peningkatan imbal hasil obligasi di negara lain, guncangan riil menyebabkan aliran modal yang lebih tinggi dan peningkatan produksi industri, sedangkan guncangan uang melakukan yang sebaliknya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa guncangan riil baik pada Amerika Serikat dan kawasan euro memiliki dampak positif pada ekonomi lainnya. Konsolidasi sistem pembayaran nasional dengan negara maju yang berpotensi tumbuh tinggi harus segara dilakukan agar sistem pembayaran menjadi saluran bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi bagi perekonomian domestik.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7011 seconds (0.1#10.140)
pixels