Menahan Penurunan Daya Beli

Rabu, 04 November 2015 - 07:03 WIB
Menahan Penurunan Daya Beli
Menahan Penurunan Daya Beli
A A A
Ketidakpastian ekonomi global, akibat pelemahan ekonomi China dan rencana kenaikan suku bunga The Fed, menyebabkan perekonomian nasional dihadapkan pada situasi kerentanan yang berujung pada gejolak nilai tukar.

Rencana The Fed menunda kenaikan suku bunga ikut menambah ketidakpastian pasar global. Kondisi ini mengharuskan pemerintah untuk memiliki sense of urgency dalam menghadapi situasi ketidakpastian global dan pelambatan ekonomi nasional yang bisa mengancam sektor keuangan dan industri.

Paket kebijakan ekonomi yang telah digulirkan pemerintah memang sangat diperlukan, terutama merespons kalangan swasta untuk meningkatkan peran sertanya dalam menggairahkan ekonomi yang sedang dilanda kelesuan. Kelesuan ekonomi tercermin dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) semester I. Pada triwulan I-2015 pertumbuhan ekonomi hanya 4,72%, sementara pada triwulan II hanya 4,67%.

Kelesuan ini kemungkinan belum mencapai titik dasar tahun ini. Sementara kondisi saat ini dihadapkan pada situasi kritis day to day yang butuh tindakan segera. Paket kebijakan ekonomi juga belum mampu sepenuhnya direspons pasar dan masih memerlukan waktu untuk penyesuaian sehingga menjadi sentimen positif dalam mengerem pelemahan rupiah. Pemerintah juga harus bisa fokus dan mengawal implementasi kebijakan hingga ke lini terbawah.

Paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pada dasarnya bukanlah sebuah terobosan, tetapi hanya memetakan dan mengurai persoalan-persoalan yang selama ini dihadapi perekonomian kita. Persoalan itu sudah diketahui, tinggal bagaimana mengimplementasikannya dengan efektif hingga ke bawah.

Agar pencapaian target paket kebijakan ekonomi tersebut implementasinya berjalan efektif, perlu sinkronisasi dan terukur serta dievaluasi terus-menerus. Intinya, bagaimana menggerakkan ekonomi dan melindungi masyarakat berpendapatan rendah akibat pelemahan ekonomi.

Dalam mengatasi pelemahan ekonomi, sasaran utamanya adalah melindungi masyarakat berpendapatan rendah. Jika kondisi ini dibiarkan, justru bisa membahayakan kondisi ekonomi karena penyumbang terbesar pertumbuhan di Indonesia adalah konsumsi rumah tangga dan investasi.

Konsumsi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi selain ekspor dan investasi. Namun, peran konsumsi lebih besar ketimbang dua sektor lainnya lantaran berdampak langsung tanpa membutuhkan jangka waktu tertentu. Penurunan tarif listrik untuk industri dan penurunan harga bahan bakar minyak untuk kategori tertentu diharapkan bisa menahan penurunan daya beli masyarakat dan industri.

Dalam menggerakkan ekonomi perlu keterlibatan swasta dan pemerintah. Deregulasi dan debirokratisasi yang diarahkan untuk memutus mata rantai investasi yang panjang dan berbelit diharapkan dapat mendorong gairah swasta kembali masuk ke pasar. Hal ini penting, di samping mendorong investasi swasta masuk, juga mengerem laju industri mengalami pelemahan yang berujung pada PHK. Jika PHK terus berlanjut, bisa menimbulkan siklus ekonomi yang berbahaya. Daya beli masyarakat akan terus menurun dan itu bisa mengancam kelangsungan dunia industri. Investasi yang meningkatkan kapasitas produksi pada gilirannya menambah penerimaan negara dari pajak keuntungan perusahaan dan pajak pertambahan nilai, serta membuka lapangan kerja yang lebih luas sekaligus menahan penurunan daya beli dan mengurangi kemiskinan.

Dalam ekonomi yang melemah, pemerintah juga berperan penting dalam mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Hal itu bisa ditempuh melalui kebijakan fiskal seperti memberikan fasilitas perpajakan dan anggaran negara yang prorakyat miskin.

Sebab itu, kebijakan yang diarahkan untuk mendorong daya beli masyarakat seperti kebijakan percepatan belanja dana desa dan peningkatan investasi akan memberi dampak terhadap perekonomian secara lebih cepat. Pemerintah harus mengarahkan dana desa untuk infrastruktur pedesaan yang dilakukan dengan padat karya dari masyarakat desa setempat.

Dengan begitu, masyarakat desa memiliki daya beli. Kemiskinan di perdesaan yang meningkat akibat krisis pun berkurang. Bertahannya daya beli masyarakat pada gilirannya membuat dunia usaha tetap bisa beroperasi karena produk mereka ada yang membeli.

Terkait perlindungan terhadap masyarakat berpenghasilan rendah, pemerintah juga menggulirkan program pengadaan konverter elpiji untuk nelayan. Pemerintah ingin membantu nelayan menghemat penggunaan bahan bakar. Harapannya, kebijakan ini dapat meningkatkan produksi ikan tangkap secara nasional sekaligus memperbaiki kesejahteraan nelayan.

Selain paket kebijakan dari pemerintah, dari sisi moneter, Bank Indonesia juga mengeluarkan paket kebijakan yang diarahkan memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil dari sisi suplai perekonomian, memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah, memperkuat pengelolaan likuiditas rupiah, memperkuat pengelolaan pasokan dan permintaan valuta asing, serta melakukan langkah-langkah lanjutan untuk pendalaman pasar uang.

Sektor perbankan saat ini sudah mengalami tekanan karena penyerapan kredit yang rendah. Pembiayaan perbankan terus menurun dari 12% menjadi 10%, padahal target Bank Indonesia 15-17%, sehingga hal ini bisa menjadi sinyal ”lampu kuning” bagi pemerintah untuk segera menjalankan kebijakan yang berdampak langsung pada sektor riil.

Efek paket kebijakan pemerintah memang memiliki jeda waktu dari peluncuran kebijakan, implementasi, dan dampaknya terhadap perekonomian masyarakat. Setidaknya perlu waktu tiga bulan sampai enam bulan agar paket kebijakan itu berdampak pada perekonomian masyarakat. Karena paket kebijakan itu diluncurkan pada akhir triwulan III, paket kebijakan itu baru akan efektif dan berdampak lebih signifikan pada perekonomian nasional pada semester I-2016.

Untuk menggerakkan ekonomi dan melindungi masyarakat berpendapatan rendah akibat pelemahan ekonomi, sasarannya adalah menggerakkan kembali sektor riil serta mempercepat proyek-proyek infrastruktur yang diharapkan dapat memberi fondasi bagi lompatan kemajuan ekonomi Indonesia pada masa datang. Tidak kalah penting adalah membuka ruang yang luas untuk tumbuhnya usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) sebagai katup pengaman tata kala ekonomi dibayangi PHK.

Turunnya suku bunga KUR menjadi 12% dari sebelumnya 23% dan akan menjadi 9% diharapkan dapat menggulirkan usaha mikro, kecil, dan kegiatan informal. Mengharapkan suku bunga perbankan turun untuk membiayai sektor UMKM juga akan semakin sulit karena suku bunga dibayangi rencana The Fed menaikkan suku bunga sehingga BI mempertahankan BI rate untuk menghindari ancaman pelarian modal (capital out flow).

AUNUR ROFIQ
Praktisi Bisnis
Dewan Pembina Himpunan Alumni IPB
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6719 seconds (0.1#10.140)