Pengelola BUMN Kecewa

Selasa, 03 November 2015 - 07:02 WIB
Pengelola BUMN Kecewa
Pengelola BUMN Kecewa
A A A
Manajemen PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) kecewa berat atas keputusan DPR RI yang menunda pengalokasian dana penyertaan modal negara (PMN) kepada badan usaha milik negara (BUMN) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Semula perusahaan pelat merah itu sudah membayangkan mendapatkan dana tambahan modal sebesar Rp564,8 miliar yang akan digunakan membiayai pembelian enam kapal barang.

Pengadaan kapal barang tersebut menurut manajemen Pelni sebagai salah satu usaha mewujudkan tol laut yang merupakan program unggulan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Apa boleh buat, manajemen Pelni terpaksa harus balik haluan dengan mengubah rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) 2016. Nasib serupa juga dialami PT Hutama Karya yang harus menghitung ulang pembiayaan empat ruas tol Trans Sumatera. Pembiayaan proyek tol itu dimasukkan dalam skema dana PMN. Akibat itu, kelanjutan proyek jalan tol itu terancam.

Kekecewaan BUMN yang sudah masuk dalam daftar penerima dana PMN pada tahun depan lahir dari hasil rapat paripurna DPR akhir pekan lalu. Dalam rapat paripurna yang menyetujui Rancangan APBN 2016 menjadi Undang-Undang (UU) APBN 2016 menghasilkan dua keputusan penting. Pertama, APBN 2016 senilai Rp2.095 triliun dinyatakan sah yang siap diberlakukan tahun depan. Kedua, urusan dana PMN dikembalikan kepada komisi terkait yang akan dibahas pada pengajuan APBN Perubahan 2016.

Pada pembahasan RAPBN 2016, pemerintah mengajukan suntikan dana kepada BUMN sebesar Rp39 triliun. Setelah melalui pembahasan yang alot dengan Badan Anggaran DPR, dana PMN malah disepakati menjadi Rp40,42 triliun untuk 25 BUMN. Namun, itu dimentahkan dalam sidang paripurna. Suntikan dana tersebut dimaksudkan menggenjot keterlibatan perusahaan negara dalam pembangunan infrastruktur, pangan, dan industri di dalam negeri.

Para wakil rakyat yang bermarkas di Senayan, Jakarta Selatan, rupanya diliputi perasaan khawatir akan penyalahgunaan dana PMN itu. Mereka mencurigai suntikan dana yang nilainya mencapai puluhan triliun itu tidak sejalan dengan tujuan pemerintah untuk
mempercepat pembangunan infrastruktur, melainkan dana tersebut dialokasikan untuk menutupi kerugian sehingga dana tersebut menjadi tidak produktif. Karena itu, DPR butuh data akurat tentang rencana penggunaan dana PMN tersebut sebelum direalisasikan. Sebelumnya pada anggaran 2015, pemerintah berhasil menggolkan dana PMN sebesar Rp37,27 triliun untuk 35 BUMN.

Penundaan suntikan dana itu harusnya menjadi cambuk bagi pengelola BUMN untuk menambah permodalan. Alternatif pencarian modal paling realistis adalah melalui pasar modal alias go public. Namun, masalahnya tidak sesederhana yang dibayangkan meski sejumlah BUMN yang sudah masuk melantai di bursa memiliki kinerja yang meyakinkan. Untuk mendorong BUMN bergabung di pasar modal, manajemen Bursa Efek Indonesia (BEI) tak bosan berteriak demi kebaikan perusahaan pelat merah. Pihak BEI bahkan meminta kepada DPR agar membuatkan peraturan khusus yang memudahkan BUMN go public.

Mengapa BUMN yang punya potensi mencari dana lewat pasar modal sulit direalisasikan? Hambatannya, sebagaimana dipaparkan Direktur Utama BEI Tito Sulistio, terganjal oleh UU No 19 Tahun 2003 yang mensyaratkan 25 tahap yang harus dilalui sebuah perusahaan negara sebelum mencatatkan saham di BEI. Untuk memenuhi persyaratan itu dibutuhkan waktu yang panjang. Contoh paling aktual adalah PT Semen Baturaja yang membutuhkan waktu lima tahun enam bulan untuk menembus lantai bursa. Sejak aturan itu diberlakukan 12 tahun lalu hanya delapan BUMN yang lolos mencatatkan saham di BEI.

Memang ini sebuah ironi sumber pendanaan yang murah melalui pasar modal tak dimanfaatkan secara maksimal. Kekhawatiran berkurangnya kepemilikan pemerintah pada BUMN go public memang sebuah konsekuensi, yang penting pemerintah tetap tercatat sebagai pemegang saham mayoritas. Fakta membuktikan kinerja BUMN yang melantai di bursa saham lebih baik dan lebih transparan. Bank BRI telah membuktikan saat baru go public kapitalisasi pasarnya hanya Rp10,19 triliun dan kini telah menembus Rp236,9 triliun atau melonjak 2.224%. Tunggu apa lagi.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8224 seconds (0.1#10.140)