Setahun Pemberantasan Korupsi Jokowi-JK
A
A
A
Tanggal 20 Oktober 2015 usia pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi- JK) genap berusia satu tahun.Banyak pihak yang belum puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-JK, khususnya untuk kinerja pemberantasan korupsi. Indonesia Corruption Watch memberikan lima catatan terhadap setahun kinerja pemberantasan korupsi pemerintahan Jokowi JK. Pertama, pemerintahan Jokowi justru masih tersandera kepentingan partai politik (parpol), utamanya partai pendukung.Hal tersebut terlihat jelas dalam pengisian posisi menteri dan pimpinan lembaga negara setingkat menteri dan pimpinan penegak hukum. Kinerja menteri dan jaksa agung rasa parpol juga dinilai tidak memuaskan dan banyak menimbulkan kontroversi sehingga berdampak pada turunnya citra Jokowi-JK di mata publik. Kedua, kinerja pemberantasan korupsi khususnya penanganan perkara korupsi yang dilakukan kejaksaan dan kepolisian harus dikatakan masih jauh dari harapan.Kinerja pemberantasan korupsi pemerintahan Jokowi-JK justru tenggelam di balik sejumlah kegaduhan di bidang hukum, khususnya soal kriminalisasi dan pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Satgasus Tipikor Kejaksaan yang dibentuk sejak Januari 2015 belum membuahkan hasil yang maksimal dan banyak mendapat kritik.Langkah penyidikan kejaksaan kandas dalam dua sidang praperadilan yang melibatkan Dahlan Iskan dan Victoria Securities Indonesia. Pada 2015 kejaksaan menghentikan kasus korupsi kakap seperti kasus kepemilikan rekening gendut 10 kepala daerah berdasarkan temuan PPATK. Eksekusi kejaksaan juga bermasalah seperti eksekusi uang pengganti hasil korupsi senilai lebih dari Rp13 triliun. Penanganan kasus korupsi penyalahgunaan dana Bansos di Provinsi Sumatera Utara justru menjadi tidak jelas sejak ditangani Kejaksaan Agung.Ketiga,Presiden Jokowi juga dinilai belum dapat menyelamatkan KPK secara tuntas dari upaya pelemahan. Kriminalisasi terhadap Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, pimpinan KPK nonaktif, tidak bisa dihentikan. Presiden juga hanya mampu mengambil pilihan menunda Revisi Undang- Undang (RUU) KPK meskipun secara substansi dan prosedur dinilai bermasalah. Eksistensi KPK masih dalam ancaman setidaknya pada tahun pertama pemerintahan Jokowi.Padahal, dukungan dan penguatan KPK merupakan salah satu program Nawacita di bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Keempat, belum muncul regulasi yang kuat untuk mendukung pemberantasan korupsi seperti RUU Perampasan Aset, RUU Kerja Sama Timbal Balik (MLA), dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai. Revisi UU Tindak Pidana Korupsi yang sedianya mendorong optimalisasi pemberantasan korupsi bahkan tidak tersentuh sama sekali.Instruksi Presiden tentang Pemberantasan Korupsi 2015 terlambat dikeluarkan oleh Jokowi dan diragukan implementasinya. Kelima, pemerintahan Jokowi- JK juga belum sepenuhnya melaksanakan 15 agenda pemberantasan korupsi sebagaimana yang dituangkan dalam Program Nawacita. Hal ini menimbulkan kesan bahwa agenda pemberantasan korupsi tidak menjadi prioritas pemerintahan Jokowi-JK.Hingga setahun pertama, dari tindakan dan pernyataan Jokowi-JK, belum muncul sosok Jokowi-JK sebagai figur pemimpin antikorupsi. Muncul juga sikap tidak konsisten seorang Jokowi dalam sejumlah kebijakan yang dibuat, khususnya dalam pemilihan menteri dan jaksa agung. Sejumlah persoalan tersebut akhirnya berdampak pada ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemberantasan korupsi pemerintahan Jokowi.Sejumlah survei menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan Jokowi-JK termasuk kinerja pemberantasan korupsi cenderung menurun. Salah satunya survei Indo Barometer di 34 provinsi yang diluncurkan pada 8 Oktober 2015 menyebutkan bahwa keberhasilan pemerintah Jokowi menurut publik untuk agenda pemberantasan korupsi hanya sebesar 6,5%. Meskiadabanyakcatatankritis, terdapat sejumlah catatan positif yang patut diapresiasi selama setahun era pemerintahan Jokowi- JK.Misalkan saja pembatalan pencalonan Komjen Budi Gunawan sebagai kapolri, pencopotan Kabareskrim Komjen Budi Waseso, dan pelibatan KPK dan PPATK dalam pemilihan menteri Kabinet Kerja Jokowi- JK. Jokowi juga layak dipuji karena penolakan terhadap sejumlah proyek yang dinilai memboroskan uang rakyat seperti pengadaan mobil dinas untuk menteri, dana aspirasi DPR, proyek pembangunan Jembatan Selat Sunda, dan kenaikan tunjangan untuk Presiden.Agar kepercayaan publik terhadap pemerintahan meningkat, Jokowi dan JK harus mengambil banyak pelajaran dari kinerja setahun pertama ini. Presiden Jokowi harus melakukan evaluasi terhadap kinerja dan program antikorupsi jajaran Kabinet Kerja. Evaluasi utamanya didasarkan pada keselarasan antara program Nawacita Jokowi- JK, rencana pemerintahan, dan kebijakan menteri.Sejumlah menteri atau bawahan Presiden yang dinilai tidak kapabel dan tidak propemberantasan korupsi sudah selayaknya dicopot. Presiden juga diharapkan mengutamakan kompetensi dalam menunjuk menteri atau pimpinan lembaga negara setingkat menteri lainnya. Tidak lagi didasarkan pada upaya mengakomodasi kepentingan parpol tertentu. Upaya penguatan terhadap KPK dalam pemberantasan korupsi harus diwujudkan secara konkret.Termasuk di dalamnya adalah upaya menghentikan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK nonaktif Bambang Widjojanto dan Abaraham Samad. Pemerintah sebaiknya mengambil sikap untuk mengeluarkan Revisi UU KPK dari Prolegnas 2014-2019 dalam rangka penyelamatan KPK. Mendatang perlu menjadi prioritas sejumlah regulasi penting yang mendukung upaya pemberantasan seperti Revisi UU Tipikor maupun RUU Perampasan Aset.Penting dilakukan langkah monitoringdan evaluasi secara menyeluruh terkait implementasi Inpres No 7 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015. Jika diperlukan, harus ada sanksi bagi jajaran eksekutif yang dinilai tidak melaksanakan instruksi tersebut.Terakhir, sudah waktunya Jokowi-JK tampil sebagai figur pemimpin antikorupsi dan menjadikan agenda pemberantasan korupsi sebagai agenda prioritas pemerintah selama empat tahun mendatang.Emerson YunthoAnggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW)
(bhr)