Merdeka: Mahkota Hukum

Senin, 17 Agustus 2015 - 09:36 WIB
Merdeka: Mahkota Hukum
Merdeka: Mahkota Hukum
A A A
”Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia” adalah kalimat pada paragraf pertama teks Proklamasi kemerdekaan Indonesia, yang dipekikkan pada 17 Agustus 1945, tujuh puluh tahun yang lalu.

Kalimat itu jelas berkelas. Bukan sekadar menegaskan eksistensi bangsa Indonesia, melainkan juga menegaskan sebuah gelora kemauan tentang manusia Indonesia sebagai orang mulia sejak lahir. Hasrat membentuk tatanan semulia itu, tak mungkin terealisasi bila tidak diberi bentuk.

Dalam kerangka itulah, kalimat berikut dari teks itu; hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, memiliki makna organik dalam kerangka hukum. Maknanya adalah harus dibentuk organisasi yang namanya negara.

Jiwanya

Membentuk negara, sebagaimana terperikan dalam lintasan kerinduan panjang eksponen-eksponen terkemuka bangsa ini, yang harus diakui, jauh dari pemikiran untungrugi, tidak lain dimaksudkan agar, bukan sekadar mandiri dalam mengusahakan kesejahteraannya dalam arti ekonomis, melainkan lebih dari itu.

Di dalam negara yang merdeka itulah ”kemuliaan putra dan putri Indonesia,” yang terpatri sejak lahir pada setiap diri orang Indonesia menemukan elannya yang sempurna. Tidak ada kemerdekaan tanpa kerinduan tentang perubahan status. Perubahan status dalam konteks ini bukan berubah dari miskin menjadi kaya, melainkan berubah dari manusia tak otonom, menjadi otonom, manusia kelas dua menjadi manusia terhormat.

Terhormat bukan disandarkan pada parameter-parameter materialistik sosial ekonomi, tetapi terhormat karena statusnya sebagai orang merdeka, civilis. Bukan khas penjajah, tetapi harus diakui manipulasi kemuliaan itu terjadi pada banyak orde penjajahan.

Manipulasi itu diwujudkan dengan klasifikasi sosial, politik, ekonomi, dan hukum manusia ke dalam apa yang dikenal dengan golongan Eropa, Timur Asing dan Pribumi, mirip first estate, second estate, dan three estate (three general estate) di Eropa. Klasifikasi itu menjadi dasar perlakuan sosial, politik, ekonomi dan hukum.

Inilah yang, misalnya di Prancis, negeri yang darinya merebak Atlantic Civilzation, disangkal menyusul revolusinya pada 1789. Itu pulalah sebabnya mengapa Prancis di masa itu membenamkan ungkapan Louise XVI l’etat c’est moi - negara adalah saya, menjadi l’etat c’est nouse, negara adalah kita. Proklamasi Indonesia merdeka, dalam dirinya juga menyangkal klasifikasi seperti itu.

Kekuatan Hukum

Hukum macam apa yang dapat disematkan titel sebagai hukum yang merdeka? Kelugasan norma hukum memberi sumbangan signifikan terhadap terbentuknya kekuatan hukum, jelas dan tak bisa diragukan. Tetapi norma hukum yang jelas hanya karena kata dan kalimatnya jelas, belum menjadi hukum yang sesungguhnya.

Tentu hukum seperti itu, menggerogoti kekuatan hukum itu sendiri, juga bukan hukum yang merdeka. Kekuatan hukum terletak pada ketepatan perumusnya mengenali dan mendefinisikan jiwa, nilai dan makna kemerdekaan. Jiwa, nilai, dan makna kemerdekaan harus didefinisikan, dan dioperasionalisasikan oleh para perumus norma-norma hukum.

Soalnya bagaimana mengenalinya? Sembari menempatkan keragaman konseptualnya di depan mata dalam perdebatan perumusan satu atau serangkaian norma hukum, adil misalnya, mau tak mau harus dipertautkan dengan jiwa, nilai dan makna merdeka. Pada konteks ini, maka konsep merdeka harus ditautkan, terutama dan yang utama dengan manusia sebagai individu dan sebagai bagian satu kesatuan masyarakat.

Konsekuensinya, mau atau tidak, setiap orang Indonesia harus dipandang memiliki status yang sama di depan hukum dan pemerintahan. Itulah tesis primernya. Disebut demikian lantaran, harus juga dipertimbangkan betapa penyamaan semua orang Indonesia, sembari menutup mata terhadap kead aan-kead aan nyata, yang karena kealpaan atau karena keadaan alamiah, membedakan satu kelompok masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Perbedaan perlakuan dalam konteks itu, sama sekali tidak mengubah tesis primer tentang konsep kesamaan status, derajat, dan perlakuan. Perbedaan perlakuan dalam konteks itu bernilai penyamaan perlakuan. Nilainya sebagai penyamaan perlakuan terletak pada adanya keadaan-keadaan nyata yang berbeda, yang mengakibatkan terjadinya hambatan dan atau ketimpangan.

Hambatan ini, mungkin dapat diklasifikasi sebagai hambatan struktural, harus disudahi dengan melakukan tindakantindakan struktural pula. Tidak ada hukum yang tidak didedikasikan untuk terciptanya tatanan yang civilized. Tetapi hukum yang menyamakan korporasi besar dengan korporasi kecil, dan dengan itu disuruh bersaing, jelas mengingkari jiwa, nilai, dan makna kemerdekaan.

Itu bukan hukum yang merdeka. Hukum yang merdeka, pada level konseptual, tidak lain adalah hukum yang berpihak pada kepentingan nasional, yang esensinya terdefinisikan manis dalam teks proklamasi dan pembukaan UUD 1945. Hukum berkarakter ini bukanlah hukum yang tak responsif, yang membelakangi dunia, tetapi responsivitasnya terletak pada derajat konsolidasi nilai dan hasrat yang terkristal pada teks Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945 itu.

Mempersembahkan kekayaan alam terhadap kapital asing, mengonsolidasi impianimpian global, jelas bukanlah hukum yang merdeka. Bukan saja disebabkan hukum jenis itu mengkhianati esensi Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945, tetapi jelas tak masuk akal menurut ukuran keadilan politik universal.

Bermahkota jiwa, nilai, dan makna proklamasi serta esensi Pembukaan UUD 1945 itulah, titik awal etika pembentukan hukum bermula. Bermahkota itu pula batas jangkau etik pembentukan hukum berakhir. Mahkota itu, tentu bila diselami dan dijiwai, justru menjadi pembatas paling anggun atas tindakan melampaui batas, tidak hanya hukum, tetapi juga etis dalam berbangsa dan bernegara.

Menjiwai jiwa, nilai dan makna kemerdekaan serta esensi Pembukaan UUD 1945 dalam merumuskan dan menegakkan hukum, adalah cara terbaik membuat dan mempersembahkan hukum yang merdeka kepada orang yang merdeka pula. Merdeka.

MARGARITO KAMIS
Doktor Hukum Tata Negara, Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3762 seconds (0.1#10.140)