Prioritas RAPBN 2016

Sabtu, 15 Agustus 2015 - 09:55 WIB
Prioritas RAPBN 2016
Prioritas RAPBN 2016
A A A
Baru saja Presiden Jokowi selesai menyampaikan RAPBN 2016 di hadapan anggota DPR. Tema yang diusung kali ini adalah ”Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas”.

Apa dan bagaimana perbedaannya dibandingkan dengan kondisi capaian sebelumnya merupakan fokus kajian ini. Saya tidak terlalu terkejut ketika Presiden Jokowi menyampaikan nota RAPBN, mengingat penekanan programprogram yang disampaikan memang sudah menjadi fokus utama program Nawacita, yang disampaikan ketika kampanye sebelumnya.

Beda prioritas pembangunan dibandingkan dengan periode sebelumnya: Pertama, fokus pada pembangunan infrastruktur. Kedua, mulai keberpihakan pada dua hal, subsektor pertanian dan pembangunan pedesaan. Ketiga, tetap memantapkan capaian- capaian program perlindungan sosial social safety net. ***

Yang menjadi relatif penting untuk dilihat adalah bahwa asumsi ekonomi makro yang digunakan pada RAPBN 2016 relatif melihat kenyataan riil yang ada. Pertama, rancangan pertumbuhan ekonomi, yang pada kuartal I 2015, capaiannya 4,71%, perkiraan pada kuartal kedua lebih tinggi justru tidak tercapai. Capaian ekonomi pada kuartal kedua hanya pada level 4,67%.

Capaian ini kemudian justru disyukuri, ketika sebenarnya persoalan ekonomi yang terjadi tidak saja Indonesia bermasalah pada struktur ekonomi internal, namun ekonomi dunia juga memang mengalami pelambatan. Deutsche Bank bahkan memperkirakan pada 2015 ini pertumbuhan dunia hanya berkisar 3%.

Kedua, asumsi pelemahan rupiah menjadi dasar untuk penetapan target pertumbuhan ekonomi pada angka 5,5%. Besarnya rupiah per USD diasumsikan Rp13.400. Kemungkinan besar asumsi ini disebabkan ada devaluasi mata uang China, yuan, terhadap USD. Devaluasi ini telah menyebabkan terjadi perang mata uang currency war , terutama antara yuan dengan USD.

Antara Amerika Serikat dan mitra bisnis lainnya seperti dengan Jepang, Eropa, maupun Inggris. Mengingat permintaan akan USD akan tetap tinggi terjadi di Indonesia, ketika suplai USD semakin terbatas, harga USD diperkirakan akan meningkat 10-15% lebih tinggi setelah terjadi devaluasi mata uang China.

Alasan devaluasi yang dilakukan China sangat jelas, ketika negara ini sudah memasuki masa di mana ekonominya sudah membuih dan panas ”bubble economy ”. Ekonomi China, kapasitas produksi yang tinggi, tidak terserap pada permintaan domestik. Ini menyebabkan upaya untuk tetap menggenjot ekspor adalah dengan cara devaluasi. Indonesia akan terimplikasi.

Ekspor masih menjadi sasaran utama untuk ditingkatkan agar jumlah mata uang USD dapat meningkat dan ini memperkuat posisi neraca perdagangan nasional. Ketiga, prediksi besaran jumlah pajak, yang menjadi sumber penerimaan negara hanya pada kisaran 13,5% dari PDRB itu masih jauh relatif rendah dibandingkan dengan capaian yang terjadi di negara-negara maju.

Kekhawatiran akan rendahnya penerimaan negara tampaknya diantisipasi oleh negara dengan program-program melalui anggaran APBN dan pinjaman luar negeri. Dengan begitu, Presiden juga menekankan bahwa pada 2016 diharapkan realisasi anggaran jauh lebih cepat direncanakan dibandingkan dengan kondisi 2015. Kalau bisa, Januari anggaran sudah jalan, menurut keterangan Presiden. ***

Bagaimana memahami pertumbuhan berkualitas? Tampaknya struktur APBN 2016 mencoba menggeser peranan konsumsi untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi, menjadi peranan produksi dan nilai tambah sebagai target utama. Isu peningkatan nilai tambah membuat unsur-unsur kemandirian lebih menonjol dibandingkan dengan kebiasaan konsumtif masyarakat.

Upaya untuk kemandirian ini terlihat setidaknya dari keberpihakan anggaran untuk subsektor pertanian. Prioritas diberikan dengan menggenjot nilai tambah untuk komoditas yang selama ini relatif besar impornya. Di antaranya beras, kedelai, daging, jagung, garam, ikan, dan terigu.

Kemandirian pangan terlihat dari rencana subsidi subsektor yang mengarah pada keberpihakan pada pertanian. Selain itu, APBN 2016 juga memulai untuk memastikan agar pembangunan dapat lebih merata. Dihasilkannya anggaran desa sebagai salah satu alternatif untuk pemerataan pembangunan.

Dalam kaitan ini, pembangunan dengan mulai memberdayakan desa dipercaya sebagai salah satu obat untuk meningkatkan langsung partisipasi masyarakat desa. Apalagi, tema anggaran juga bagaimana untuk memastikan pembangunan terjadi mulai dari perbatasan. Dengan cara ini, pemerintah tampaknya telah mulai menyerahkan wewenang pada daerah lebih nyata.

Hal yang tidak begitu mendalam disampaikan adalah bagaimana disiplin penggunaan anggaran dan kebergunaan. Sebagaimana yang kita pahami selama ini adalah anggaran baik untuk nasional maupun daerah, dalam bentuk dana alokasi umum (DAU), arahnya diserahkan kepada bagaimana daerah mendistribusikan sesuai prioritas anggaran daerah.

Kekhawatiran utama adalah ketika anggaran masih belum ditujukan pada pemenuhan aspek peningkatan nilai tambah sehingga peranan dari APBN tidak akan banyak memperbaiki performance pembangunan di tingkat daerah. Karena itu, masa di mana Indonesia ingin meredam penurunan laju pertumbuhan ekonomi, sebagai akibat faktor eksternal, ketika itu dana yang ada saja mesti pengawasannya lebih ditingkatkan.

Bagaimana anggaran di daerah dapat diterjemahkan sesuai dengan apa yang menjadi target utama pemerintah Jokowi-JK, sangat bergantung pada kesamaan persepsi di tingkat daerah. Inilah yang perlu dijaga dalam proses pembentukan program lanjutan.

Setelah nota RAPBN 2016 ketok palu, semangat untuk meningkatkan kemandirian, infrastruktur, dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat mesti dikedepankan.

ELFINDRI
Profesor Ekonomi SDM Universitas Andalas (Unand)
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6583 seconds (0.1#10.140)