Reaksi Pasar Negatif

Kamis, 13 Agustus 2015 - 08:12 WIB
Reaksi Pasar Negatif
Reaksi Pasar Negatif
A A A
Sesaat setelah melantik menteri hasil reshuffle, Presiden Joko Widodo (Jokowi) langsung tancap gas dengan menggelar pertemuan.

Rapat perdana tersebut tidak secara spesifik membahas pelemahan rupiah yang kini sudah mengundang kekhawatiran kalangan pengusaha, dan kondisi indeks harga saham gabungan (IHSG) yang diwarnai harga saham memerah sepanjang perdagangan kemarin.

Dalam pengarahannya, Presiden menekankan bagaimana mengatasi berbagai persoalan yang melanda negeri ini dengan fokus pada upaya memutar roda pertumbuhan ekonomi yang sedang lesu.

Dari sisi internal, Presiden meminta percepatan pencairan anggaran dari setiap kementerian dan lembaga untuk mendorong pertumbuhan pada semester kedua yang lebih baik dibanding pertumbuhan pada semester pertama yang meleset dari target pemerintah.

Sedangkan untuk sektor pangan, pemerintah fokus menghadapi masalah kekeringan yang sekarang melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Sementara itu, dari sisi eksternal, Presiden Jokowi berharap kepada para pembantunya yang baru bergabung itu terus berupaya mendorong investasi dan arus modal asing masuk ke dalam negeri, guna memulihkan pasar saham dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Selain itu, Presiden juga mewanti-wanti para menteri pendatang baru ini untuk memperhatikan pentingnya soal koordinasi antara kementerian dan instansi terkait dengan bidang dan tugasnya. Penekanan masalah koordinasi itu sangat penting sebab salah satu persoalan yang selalu menjadi sorotan dalam Kabinet Kerja adalah koordinasi antarkementerian dan instansi lainnya masih lemah.

Semula, banyak pihak berharap reshuffle terhadap sejumlah pembantu Presiden akan membawa sentimen positif terhadap pasar saham dan nilai tukar rupiah. Sayangnya, harapan itu masih tertekuk dampak devaluasi yuan.

Seharian pasar saham dan uang kompak melemah baik sebelum maupun sesudah Presiden melantik enam penguasa baru di kementerian yang meliputi Darmin Nasution yang menjabat menteri koordinator (menko) perekonomian menggantikan Sofyan Djalil yang digeser untuk menjabat kepala Bappenas.

Lalu, Thomas Lembong yang belum akrab dengan publik tampil sebagai menteri perdagangan, Luhut Panjaitan bergeser menjadi menko polkam, dan Rizal Ramli pejabat menko perekonomian zaman Presiden Gusdur dipercaya menakhodai menko kemaritiman, serta Pramono Anung yang diposisikan sebagai sekretaris kabinet setingkat menteri.

Mengapa pasar saham dan nilai tukar rupiah tak merespons positif hasil reshuffle kabinet? IHSG tercatat melemah 143 poin di tengah pergerakan saham di zona merah sepanjang perdagangan.

Mengawali perdagangan indeks langsung tenggelam 50 poin ke level 4.572 dan terus tertekan ke level 4.479 pada penutupan perdagangan kemarin, mengikuti pelemahan bursa global dan regional. Sedangkan nilai tukar rupiah kembali melemah di posisi Rp13.795 per dolar AS dibandingkan penutupan perdagangan spot antarbank sehari sebelumnya di posisi Rp13.610 per dolar AS.

Padahal, salah satu opsi permintaan dari para pelaku pasar agar Presiden Jokowi berani mengganti anggota kabinet yang dinilai tidak kapabel, terutama di bidang ekonomi. Sejumlah pihak menilai bahwa langkah reshuffle tersebut masih setengah hati dengan lebih mengakomodasi masuknya utusan partai politik.

Penilaian itu sah saja. Tetapi yang pasti, langkah reshuffle yang diharapkan mengembuskan sentimen positif namun tidak terbukti terselamatkan oleh dampak devaluasi Yuan yang masih menyengat perekonomian global.

Memang, Menko Perekonomian Darmin Nasution dinilai sangat mumpuni dengan posisi tersebut melihat rekam jejaknya selama ini dari berbagai jabatan yang telah diembannya. Namun, mampukah mantan gubernur Bank Indonesia (BI) itu mengomandani kementerian teknis yang ada di bawahnya yang kini diwarnai tarikmenarik kepentingan yang kabarnya menjadi kelemahan pejabat sebelumnya karena tidak mampu mengoordinasikan dengan baik.

Kita berharap para pendatang baru ini bisa segera klop dengan pejabat (menteri) lama menghadapi tantangan global yang tidak terpikirkan sebelumnya, seperti devaluasi yuan yang bakal membawa dampak besar karena China adalah mitra dagang utama Indonesia.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0762 seconds (0.1#10.140)