Jokowi Jangan Lempar Polemik ke SBY
A
A
A
JAKARTA - Politikus Partai Demokrat Amir Syamsuddin meminta polemik usulan pasal penghinaan presiden dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak dikait-kaitkan dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Amir dengan tegas meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak melempar polemik usulan pasal penghinaan presiden tersebut kepada pemerintahan sebelumnya.
"Tidak perlu lempar melempar. Jangan ada pro kontra dianggap itu warisan pemerintahan SBY. Dari dulu kalau tidak mau diajukan bisa saja. Sejarahnya ada. KUHP yang lama itu memang warisan, pasalnya persis duplikasi saja KUHP yang kita warisi. Lahirlah rancangan ini," kata Amir saat dihubungi wartawan di Jakarta, Senin (10/8/2015).
Mantan Menteri Hukum dan HAM era SBY ini memaparkan, sebelumnya KUHP memang pernah diperbarui dengan memasukkan unsur pasal penghinaan presiden. Namun demikian, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan pasal yang berkaitan dengan penghinaan presiden tersebut pada tahun 2006.
"Tapi kalau dicermati kalimatnya, unsurnya tidak persis sama. Kalau Anda baca, tidak persis copy paste. Itu perancang yang mengerjakan Prof Muladi dengan segala landasan filosofisnya," kata Amir.
"Saya kira kita melihat memang ingin lindungi simbol kepala pemerintahan agar tidak mendapat perlakuan yang tidak pantas. Saya kira sangat wajar sekali," imbuhnya.
Amir dengan tegas meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak melempar polemik usulan pasal penghinaan presiden tersebut kepada pemerintahan sebelumnya.
"Tidak perlu lempar melempar. Jangan ada pro kontra dianggap itu warisan pemerintahan SBY. Dari dulu kalau tidak mau diajukan bisa saja. Sejarahnya ada. KUHP yang lama itu memang warisan, pasalnya persis duplikasi saja KUHP yang kita warisi. Lahirlah rancangan ini," kata Amir saat dihubungi wartawan di Jakarta, Senin (10/8/2015).
Mantan Menteri Hukum dan HAM era SBY ini memaparkan, sebelumnya KUHP memang pernah diperbarui dengan memasukkan unsur pasal penghinaan presiden. Namun demikian, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan pasal yang berkaitan dengan penghinaan presiden tersebut pada tahun 2006.
"Tapi kalau dicermati kalimatnya, unsurnya tidak persis sama. Kalau Anda baca, tidak persis copy paste. Itu perancang yang mengerjakan Prof Muladi dengan segala landasan filosofisnya," kata Amir.
"Saya kira kita melihat memang ingin lindungi simbol kepala pemerintahan agar tidak mendapat perlakuan yang tidak pantas. Saya kira sangat wajar sekali," imbuhnya.
(hyk)