Negara Pancasila Negara Syariah

Senin, 10 Agustus 2015 - 13:00 WIB
Negara Pancasila Negara...
Negara Pancasila Negara Syariah
A A A
Sulit dimungkiri bahwa Pancasila sebagai ideologi negara sedang mengalami krisis kepercayaan. Umat Islam sebagai mayoritas sebagian masih bercita-cita mengembalikan tujuh kata pada sila pertama dalam Piagam Jakarta.

Sebagian lain berjuang untuk menegakkan syariat Islam. Sebagian lagi menolak bukan hanya Pancasila, tetapi bahkan hendak menggantikan NKRI dengan khilafah Islamiah dan negara Islam.

Meski tokoh muslim lain seperti M Amien Rais dan Hadimulyo berpendapat bahwa Pancasila sesungguhnya adalah suatuideologi Islamataudoktrin kenegaraan Islam versi Indonesia dan empat pilar negara Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika adalah konsensus kebangsaan yang final, isu mengenai negara Islam terus menguat.

Kehadiran wacana dan gerakan Negara Islam Indonesia (NII) menimbulkan kesan bahwa kontroversi gagasan negara Islam versus negara Pancasila belum selesai. Secara normatif dalam Islam tidak ditemukan suatu konsep yang merujuk langsung pada ”negara”. Menurut Al-Faruqi dan Al-Faruqi (2001), secara historis kita mendapatkan konsep dan praktik khilafah (negara) dan imamah (pemerintahan).

Secara internal khilafah merupakan pelaksanaan syariat guna mewujudkan keadilan baik secara individual maupun institusional. Secara eksternal khilafah bertanggung jawab atas kesejahteraan dan ketenteraman umat serta menegakkan tatanan dunia yang adil dan damai.

Visi negara sepanjang ditemukan dalam sejarah Islam meliputi: kemanusiaan universal dan egalitarianisme, totalisme moral dalam seluruh aktivitas kehidupan bersama, kemerdekaan, melaksanakan pendidikan untuk semua dan seumur hidup, pluralisme yang mengakui perbedaan dan keragaman, dan menegakkan aturan hukum.

Sementara itu praktik negara dan pemerintahan dalam sejarah Islam sangat plural. Perdebatan masalah negara juga terkait dengan penafsiran mengenai ummah. Dalamsejarah Islam, penggunaan kata ”ummah ” kali pertama dapat dijumpai pada Piagam Madinah.

Alquran mempergunakan kata ini untuk orang beriman sekaligus orang kafir. Konsep ummah sudah muncul di Mekkah dan kemudian berkembang di Madinah. Nazeer Kakakhel menjelaskan ummah sebagai kesatuan, integrasi dan solidaritas seperti yang telah dilakukan pada periode Mekkah dan Madinah.

Menurutnya, ummah mencakup beberapa kategori integrasi spiritual, ekonomi, sosial dan politik. Dengan kerangka ini, negara Pancasila akan kita dudukkan dan analisis untuk melihat signifikansi dan relevansinya dengan nilai-nilai syariat Islam.

Integrasi Spiritual

Ummah sebagai integrasi spiritual telah muncul di Mekkah sejak awal abad 7 M. Islam datang dengan doktrin keesaan Allah dan kenabian Muhammad. Hakikat kesatuan muslim bersifat ideologis, melampaui semua ras, warna kulit, klan, bahasa, dsb.

Anggota dari ummah berdasarkan keimanan sehingga mereka menjadi satu keluarga Allah tanpa mengenal status sosial mereka. Negara berasaskan Pancasila secara eksplisit mengakui ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Ini merefleksikan bangsa Indonesia sebagai masyarakat religius. Religiositas ini tumbuh karena ladang agama-agama dipelihara oleh pemerintah dan masyarakatnya. Para penganutnya bebas mengembangkan keimanannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sila ketuhanan merupakan kearifan dalam merengkuh keanekaragaman agama-agama. Islam sepenuhnya mendukung kehidupan demokrasi dalam bidang keagamaan melalui proteksi atas hak beragama/ berkepercayaan, menjamin kebebasan menjalankan ajaran-ajaran agama/kepercayaannya.

Ketika demokrasi beragama mengalami stagnasi, kemerdekaan menjadi taruhannya. Para pemeluk agama merasa dibatasi kebebasannya dalam beribadah, menjalankan ajaran-ajaran agamanya dan mendakwahkan agamanya tanpa paksaan.

Kasus-kasus perusakan, pemusnahan, pembakaran rumah ibadah, pelarangan penyelenggaraan ibadah di di Bandung, Bekasi, Solo. Cikeusik, Temanggung, dan Tolikara merupakan contoh betapa amanat UUD 1945 mulai dikoyak-koyak kepentingan dan sentimen sektarian.

Jadi sila ketuhanan merupakan pantulan kecerdasan spiritual bangsa ini yang sudah tumbuh subur sejak zaman para leluhur. Zaman boleh berganti, agama-agama besar maupun kecil tumbuh dan datang silih berganti, saling menyapa dan berinteraksi.

Bangsa Indonesia tetaplah setia kepada kepercayaan akan Tuhan Yang Maha Esa meski rumusan pemahaman dan ajaran mereka berbedabeda. Itulah spiritualitas dan religiositas yang menyatukan bangsa ini.

Integrasi Ekonomi

Ayat-ayat Makkiyah mengindikasikan eksploitasi atas kaum miskin oleh orang kaya, melarang penipuan takaran dan timbangan. Eksploitasi ekonomi adalah penyebab disintegrasi ketika kesejahteraan umum diabaikan dan orangorang kaya memperoleh kemajuan kapital dan kekuasaan secara berlebih.

Islam mengeliminasi eksploitasi ini dengan mewajibkan berinfak melarang riba, monopoli, dan manipulasi. Zakat, sedekah, hibah, dan wakaf ditekankan dengan maksud redistribusi atas surplus kelompok kaya. Inilah jaminan sosial yang dapat mempererat integrasi ekonomi antara kaya dan miskin.

Sila ”keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” adalah manifesto keadilan. Maka ketidakadilan distributif, komutatif dan legal harus diluruskan. Frase ”bagi seluruh” menyatakan bahwa keadilan sosial harus dapat dirasakan seluruh warga. Pemenuhannya menjadi kewajiban negara.

Peran negara sebagai redistributor kekayaan memastikan agar dalam proses distribusi tidak satu pun dari faktor-faktor produksi ditekan pembagiannya dan mengeksploitasi faktor lainnya.

Peran ini juga mengandaikan negara menekankan regulasi terhadap pasar. Prinsip ini menawarkan suatu alternatif bagi ”etisasi” pasar untuk menghindarkan praktik-praktik spekulatif dan manipulatif. Memang negara Indonesia masih menghadapi problem penegakan keadilan sosial.

Praktik pembangunan cenderung neoliberal dan sistem ekonomi ”kekeluargaan” disesatkan oleh paham nepotisme kesejahteraan. Namun setidaknya secara nilai negara Pancasila sudah menggarisbawahi ideologi ”keadilan sosial” sebagai landasan teori dan praktik keadilan di negeri ini.

Integrasi Sosial

Alquran menjelaskan perlunya membangun masyarakat manusia atas moralitas. Ketika Nabi berdakwah, banyak orang dengan beragam status sosial mengitarinya. Ia segera berupaya untuk memperkuat ikatan kesatuan dan persaudaraan di antara mereka melalui ajaran ajaran Islam.

Sila ”kemanusiaan” menyatakan prinsip ”kesatuan kemanusiaan”. Negara Pancasila mengajarkan bahwa semua manusia adalah bersaudara. Ikatan ini didasarkan pada kenyataan bahwa meski sukusuku bangsa sangat beragam, tetapi mereka berasal dari Satu Pencipta dan nenek moyang Adam dan Hawa.

Maka ”kemanusiaan yang adil” mengejawantahkan diri dalam bentuk kesamaan kedudukan dan perlakuan seluruh warga negara di atas hukum, undang-undang dan pemerintahan.

Kemanusiaan yang adil bersifat komutatif yang menghendaki penghargaan atas martabatdanhak- hakasasimanusia. Karena itu negara Pancasila menegaskan prinsip egalitarianisme. Setiap warga negara yang hidup di negeri ini berhak atas persamaan kemanusiaan dan relasi dalam kesetaraan.

Negara Pancasila tidak mengenal sistem kasta, karena kasta adalah sistem sosial eksploitatif yang dilanggengkan atas nama agama. Negara Pancasila juga menolak etnosentrisme.

Pancasila menyatakan bahwa semua umat manusia menuju cita-cita bersama kesatuan kemanusiaan tanpa membedakan ras, warna kulit, etnik, jenis kelamin, kebudayaan, dan agama. Tak ada satu pun orang atau kelompok atau bangsa dapat membanggakan diri sebagai diistimewakan Tuhan.

Integrasi Politik

Secara umum diyakini bahwa integrasi politik baru terjadi setelah hijrah ke Madinah. Solidaritas ummah secara logika menghendaki basis politik. Para anggota ummah tidak mengakui ikatan berdasarkan tribalisme, tetapi lebih bersandar kepada keyakinanakankeesaanAllahdan kenabian Muhammad.

Semua anggota ummah yang berasal dari suku-suku dan klan-klan bersatu di bawah panji Islam, loyalitas mereka bukan lagi kepada suku atau klan namun kepada ideal-ideal Islam. Negara Pancasila menyatakan secara tersurat integrasi politik dalam sila ”persatuan Indonesia” dan sila ”kerakyatan”.

Sila persatuan mengejawantahkan spirit ”integrasi dan kesatuan” seluruh tingkat kebinekaan bangsa baik multiagama, multikultur, dan multietnik dalam ketunggalan sebagai bangsa; dan sekaligus integral dalam keanekaragaman, yang ditegaskan dalam Bhinneka Tunggal Ika.

Sila ini tegas menolak chauvinisme etnik karena berpotensi melahirkan konflik serta memperparah situasi ketegangan yang sudah ada. Sila kerakyatan memperlihatkan bahwa kedaulatan rakyat bersanding erat dengan ”kepemimpinan” dan mensyaratkan tanggung jawab.

Kedaulatan rakyat sejati menyatakan bahwa rakyat dapat membuat kontrak politik untuk memilih dan mengangkat pemimpin; pemimpin merupakan daulat rakyat yang bertugas melayani kepentingan-kepentingan rakyat. Pemimpin/wakil rakyat adalah mereka yang memiliki bobot ”hikmah” dalam menyerap dan memerhatikan aspirasi rakyat.

Syura atau permusyawaratan merupakan instrumen untuk mendeliberasi kepentingan-kepentingan rakyat dan cara mewujudkannya. Pada akhirnya rakyat berhak meminta pertanggungjawaban pemimpin/wakil rakyat atas mandat yang telah diberikan kepadanya.

Zakiyuddin Baidhawy
Dosen dan Direktur Pascasarjana IAIN Salatiga E-mail: [email protected]
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0940 seconds (0.1#10.140)