Butuh Kebijakan Tepat
A
A
A
Buntut perlambatan ekonomi telah mengimbas sejumlah industri terutama sektor industri padat karya, seperti industri garmen dan sepatu. Sejumlah pekerja kedua industri tersebut sudahdirumahkan.
Kondisiitusemakinrunyamdisusulmelemahnya daya beli sebagian besar masyarakat. Karena itu, pemerintah jangan sampai lengah mengantisipasi arus gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kini di depan mata. Memang, di balik pelemahan ekonomi tersebut masih tersembur beberapa optimisme dengan membaiknya sejumlah indikator makro ekonomi, namun sayangnya semuanya belum bisa menghapus bayangan krisis ekonomi yang kini menghantui.
Para pengelola negara terutama yang berkaitan langsung dengan bidang perekonomian, harus menerbitkan kebijakan nyata bagaimana cara agar roda perekonomian bisa berputar kencang lagi. Bukan saatnya lagi berargumentasi bahwa kondisi ekonomi yang buruk juga dialami negara lain atau keterpurukan perekonomian nasional, karena pengaruh eksternal akibat kebangkrutan Yunani dan membaiknya perekonomian Amerika Serikat yang membuat dolar semakin perkasa terhadap mata uang negara lainnya.
Sekarang yang ditunggu adalah kebijakan yang tepat agar angka kemiskinan tidak semakin membengkak. Di sisi lain, meski pelambatan ekonomi sudah “menelan” korban, pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) justru merasa masih aman. Lembaga yang mengurusi investasi tersebut baik asing maupun domestik mengklaim minat dan realisasi investasi masih belum terpengaruh. Setidaknya, BKPM mencatat peningkatan pengajuan izin prinsip (IP) sekitar 15% sebagai dokumen awal untuk memulai investasi.
Bahkan, pihak BKPM menyatakan belum satu pun investor yang sudah masuk menyatakan menunda atau membatalkan investasinya, yang ada justru minta proses izin investasinya dipercepat. Walau BKPM mengklaim belum terkena dampak pelemahan perekonomian, rasio realisasi investasi masih tergolong rendah sekitar 50% dari izin prinsip yang dikeluarkan.
Yang menarik dicermati adalah Negeri Tirai Bambu yang selalu digembar-gemborkan akan menyapu bersih semua bidang investasi yang diperuntukkan investor asing, malahtingkatrasiorealisasiinvestasinya tercatatsangat rendah, hanya sekitar 7% hingga 10% dari komitmen investasi yang disampaikan.
Terlepas dari persolan rasio realisasi investasi yang masih rendah, persoalan klasik yang selalu menjadi ancaman investor baik lokal maupun asing masih sulit diminimalisasi. Ancaman klasik berupa demonstrasi buruh yang frekuensinya belakangan ini semakin tinggi. Contoh paling aktual adalah demo pekerja di Batam yang kabarnya membuat hengkang sejumlah investor.
Hal itu diakui Kepala BKPM Franky Sibarani, namun belum bisa merincikan sejauh mana minat investor asing mengendur untuk menanamkan modal di Batam. Persoalan pekerja di Batam menurut orang nomor satu di BKPM itu dipicu oleh sistem pengupahan sebagai kawasan free trade zone. Selain masalah perburuhan, persoalan izin analisis mengenai dampak lingkungan(amdal) juga menjadi ganjalan serius bagi investor.
Terkait dengan amdal, pihak BKPM mengusulkan hanya untuk proses izin lingkungan. Selama ini, izin amdal menjadi persyaratan untuk mendapatkan izin-izin lainnya, seperti izin mendirikan bangunan untuk sebuah proyek investasi. Persoalan amdal ini banyak dikeluhkan investor karena kesulitan merealisasikan investasinya.
Data BKPM menunjukkan sepanjang 2014 hingga April 2015 terdapat sembilan proyek investasi senilai Rp10,11 triliun belum bisa direalisasikan karena terganjal masalah amdal. Persoalan menarik investasi menjadi sangat serius di tengah kondisi perekonomian yang melesu ini.
Pemerintah sangat menyadari untuk memutar roda perekonomian, maka salah satu kuncinya adalah memperbesar arus investasi terutama untuk bidang infrastruktur. Namun, untuk menggoda investor agar bersedia menanamkan dana pada proyek dianggap menantang alias bisa memberi keuntungan bukan persoalan gampang. Investor selalu mengajukan persyaratan dengan berbagai kemudahan, namun di lingkungan pemerintah masih sering tidak sejalan.
Misalnya, persoalan pemberian insentif pajak yang masih terjadi tarik menarik antara satu instansi dengan instansi lainnya.
Kondisiitusemakinrunyamdisusulmelemahnya daya beli sebagian besar masyarakat. Karena itu, pemerintah jangan sampai lengah mengantisipasi arus gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kini di depan mata. Memang, di balik pelemahan ekonomi tersebut masih tersembur beberapa optimisme dengan membaiknya sejumlah indikator makro ekonomi, namun sayangnya semuanya belum bisa menghapus bayangan krisis ekonomi yang kini menghantui.
Para pengelola negara terutama yang berkaitan langsung dengan bidang perekonomian, harus menerbitkan kebijakan nyata bagaimana cara agar roda perekonomian bisa berputar kencang lagi. Bukan saatnya lagi berargumentasi bahwa kondisi ekonomi yang buruk juga dialami negara lain atau keterpurukan perekonomian nasional, karena pengaruh eksternal akibat kebangkrutan Yunani dan membaiknya perekonomian Amerika Serikat yang membuat dolar semakin perkasa terhadap mata uang negara lainnya.
Sekarang yang ditunggu adalah kebijakan yang tepat agar angka kemiskinan tidak semakin membengkak. Di sisi lain, meski pelambatan ekonomi sudah “menelan” korban, pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) justru merasa masih aman. Lembaga yang mengurusi investasi tersebut baik asing maupun domestik mengklaim minat dan realisasi investasi masih belum terpengaruh. Setidaknya, BKPM mencatat peningkatan pengajuan izin prinsip (IP) sekitar 15% sebagai dokumen awal untuk memulai investasi.
Bahkan, pihak BKPM menyatakan belum satu pun investor yang sudah masuk menyatakan menunda atau membatalkan investasinya, yang ada justru minta proses izin investasinya dipercepat. Walau BKPM mengklaim belum terkena dampak pelemahan perekonomian, rasio realisasi investasi masih tergolong rendah sekitar 50% dari izin prinsip yang dikeluarkan.
Yang menarik dicermati adalah Negeri Tirai Bambu yang selalu digembar-gemborkan akan menyapu bersih semua bidang investasi yang diperuntukkan investor asing, malahtingkatrasiorealisasiinvestasinya tercatatsangat rendah, hanya sekitar 7% hingga 10% dari komitmen investasi yang disampaikan.
Terlepas dari persolan rasio realisasi investasi yang masih rendah, persoalan klasik yang selalu menjadi ancaman investor baik lokal maupun asing masih sulit diminimalisasi. Ancaman klasik berupa demonstrasi buruh yang frekuensinya belakangan ini semakin tinggi. Contoh paling aktual adalah demo pekerja di Batam yang kabarnya membuat hengkang sejumlah investor.
Hal itu diakui Kepala BKPM Franky Sibarani, namun belum bisa merincikan sejauh mana minat investor asing mengendur untuk menanamkan modal di Batam. Persoalan pekerja di Batam menurut orang nomor satu di BKPM itu dipicu oleh sistem pengupahan sebagai kawasan free trade zone. Selain masalah perburuhan, persoalan izin analisis mengenai dampak lingkungan(amdal) juga menjadi ganjalan serius bagi investor.
Terkait dengan amdal, pihak BKPM mengusulkan hanya untuk proses izin lingkungan. Selama ini, izin amdal menjadi persyaratan untuk mendapatkan izin-izin lainnya, seperti izin mendirikan bangunan untuk sebuah proyek investasi. Persoalan amdal ini banyak dikeluhkan investor karena kesulitan merealisasikan investasinya.
Data BKPM menunjukkan sepanjang 2014 hingga April 2015 terdapat sembilan proyek investasi senilai Rp10,11 triliun belum bisa direalisasikan karena terganjal masalah amdal. Persoalan menarik investasi menjadi sangat serius di tengah kondisi perekonomian yang melesu ini.
Pemerintah sangat menyadari untuk memutar roda perekonomian, maka salah satu kuncinya adalah memperbesar arus investasi terutama untuk bidang infrastruktur. Namun, untuk menggoda investor agar bersedia menanamkan dana pada proyek dianggap menantang alias bisa memberi keuntungan bukan persoalan gampang. Investor selalu mengajukan persyaratan dengan berbagai kemudahan, namun di lingkungan pemerintah masih sering tidak sejalan.
Misalnya, persoalan pemberian insentif pajak yang masih terjadi tarik menarik antara satu instansi dengan instansi lainnya.
(bhr)