IHCS: Revisi UU KPK Puncak Perlawanan Politikus

Selasa, 23 Juni 2015 - 15:18 WIB
IHCS: Revisi UU KPK...
IHCS: Revisi UU KPK Puncak Perlawanan Politikus
A A A
JAKARTA - Wacana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai prokontra.

Sebagian kalangan berpendapat positif, namun tidak sedikit kalangan menilai rencana tersebut bagian dari upaya untuk melemahkan kewenangan KPK.

Ketua Eksekutif Indonesia Human Rights Committe for Social Justice (IHCS) Ridwan Darmawan mengatakan niat anggota DPR buat mengubah UU KPK sudah di luar akal sehat.

Ridwan menilai indikasi itu terlihat dari dukungan agar KPK membatasi kewenang menyadap dan diperbolehkan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyadapan (SP3).

"Saya kira ini puncak gunung es dari perlawanan para politikus terhadap eksistensi KPK dan harapan akan perubahan mendasar sesuai cita-cita reformasi itu sendiri," tutur Ridwan kepada Sindonews, Jakarta, Selasa (23/6/2015).

Ridwan berpendapat, merevisi sebuah UU sebagaimana diperintahkan konstitusi tidak boleh dilakukan secara sepihak di DPR, melainkan harus melibatkan pemerintah (eksekutif).

"Revisi sebuah UU mutlak membutuhkan persetujuan kedua pihak, dan saya dengar Presiden sudah menyatakan sikap menolak revisi UU KPK," tuturnya.

Dia menilai, logika yang dipakai politikus dan anggota DPR buat menggolkan revisi UU KPK tidak masuk akal.

Misalnya, kata dia, adanya pandangan yang menyebutkan penyadapan melanggar hak asasi manusia (HAM).

Namun para politikus, lanjut dia, tidak bereaksi ketika menyikapi kasus hukuman mati, penuntasan kasus-kasus HAM.

"Kalaupun penyadapan secara normal masuk melanggar privasi atau HAM seseorang, tetapi demi membongkar rumitnya modus kejahatan yang masuk kategori extraordinary crime (kejahatan luar biasa), yakni korupsi, menurut UU diperbolehkan," tuturnya.


PILIHAN :


Soal Revisi UU KPK, Pendapat Jokowi dan JK Dipertanyakan
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4113 seconds (0.1#10.140)