Megawati dan Jokowi

Senin, 13 April 2015 - 10:37 WIB
Megawati dan Jokowi
Megawati dan Jokowi
A A A
Pernyataan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri yang menegur keras kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam arena Kongres IV PDIP di Sanur, Bali, memang cukup mengejutkan.

Hal itu juga menegaskan memang ada ”masalah serius” antara PDIP dan Jokowi yang perlu segera diselesaikan. Publik sebenarnya sudah lama mencium ”perang dingin” antara Megawati dan Jokowi. Namun hubungan yang kurang harmonis ini baru terungkap secara terbuka dalam Kongres IV di Bali yang sekaligus menetapkan terpilihnya kembali Megawati untuk memimpin PDIP lima tahun ke depan tersebut. Perselisihan dua tokoh bangsa ini tentu sangat memprihatinkan.

Kalau sampai berlarut-larut, perseteruan ini akan menghambat kemajuan bangsa dan lagi-lagi rakyat yang akan menjadi korban. Sebab itu, ketidakharmonisan ini harus segera diakhiri. Bagaimanapun mereka adalah para tokoh nasional yang tentunya setiap langkah dan sepak terjangnya memiliki dampak yang luas bagi kehidupan bangsa ini. Kedua pemimpin harus segera mencari solusi demi terciptanya kondisi yang baik bagi Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan melakukan introspeksi.

Megawati memang sangat berjasa bagi Jokowi dengan memberikan tiket untuk menjadi presiden. Tanpa dukungan PDIP, hampir mustahil Jokowi bisa menjadi presiden seperti sekarang ini. Namun perlu diingat bahwa Jokowi kini adalah seorang presiden yang tidak hanya milik PDIP maupun partai pendukungnya atau bahkan orang-orang yang telah memilihnya dalam Pilpres 2014 lalu.

Setelah terpilih menjadi presiden, Jokowi adalah milik semua warga bangsa, milik seluruh rakyat Indonesia. Karena itu partai pendukungnya tak bisa lagi ”mengangkangi” bahwa Jokowi merupakan milik sendiri yang bisa disuruh atau diperintah dengan seenaknya. Jangan sampai juga Jokowi menjadi tersandera oleh partai pendukung sendiri sehingga tidak bisa menjalankan pemerintahan dengan baik.

Memberikan masukan tentu diperbolehkan. Apalagi jika memang ada kesalahan dalam jalannya pemerintahan. Siapa pun tak terkecuali PDIP sebagai partai pendukung memang wajib mengingatkan Presiden jika tidak amanah. Apa yang diungkapkan Megawati dalam pidatonya kemarin memang ada benarnya. Terutama saat Megawati menegur agar Jokowi kembali ke konstitusi dan tidak mengingkari janjikampanyenya. Ini tentu pesan yang mulia. Karena secara fakta ada sejumlah janji Jokowi di saat kampanye yang belum dipenuhinya.

Teguran dari Megawati seperti juga teguran lain dari rakyat harus menjadi bahan introspeksi bagi Jokowi dalam menjalankan pemerintahan ke depan. Kalau memang para menterinya dianggap tidak perform, Presiden perlu melakukan reshuffle. Untuk kemajuan Indonesia, reshuffle tidak diharamkan meski pemerintahan baru berjalan sekitar enam bulan. Sebaliknya, Presiden Jokowi juga memang sudah seharusnya ingat betul akan jasa PDIP. Tanpa restu Megawati, dirinya tak mungkin menjadi presiden.

Jangan sampai ada kesan kacang lupa pada kulitnya sehingga Jokowi tak bisa juga menafikan jasa PDIP dengan ”meninggalkannya” begitu saja. Toh, banyak juga program partai, misalnya Nawacita, yang bisa dijadikan rujukan pembangunan. Apalagi dulu Jokowi sering sekali menyebut Nawacita dalam kampanyenya. Ingat, masyarakat kita makin cerdas. Jika Jokowi tidak memenuhi seluruh janji kampanyenya, tentu hal itu akan menyakiti masyarakat, terutama sekali para pemilihnya.

Dan hal itu akan menjadi bumerang bagi keberadaan pemerintahan Jokowi ke depan. Kepercayaan sangat penting dalam politik. Tanpa kepercayaan dari masyarakat, mustahil Jokowi bisa menjalankan pemerintahan dengan baik. Karena itu, sudah saatnya Megawati maupun Jokowi segera memperbaiki hubungan mereka. Jangan biarkan persoalan ini berlarut-larut sehingga mengganggu kinerja pemerintahan. Intinya, mereka harus memperbaiki cara berkomunikasi.

Semuanya bisa dibicarakan secara baik dan saling menghargai peran masingmasing. Karena pada dasarnya sumber utama dari ini adalah komunikasi. Ego harus dibuang jauh-jauh. Jangan sampai persoalan pribadi, persoalan suka-tidak suka mengganggu keberlangsungan bernegara. Di sinilah kedewasaan politik seseorang diuji, bagaimana mereka bisa berpikir lebih besar untuk kepentingan bangsa dan negara.
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4281 seconds (0.1#10.140)