Setelah Pilpres

Jum'at, 22 Agustus 2014 - 12:00 WIB
Setelah Pilpres
Setelah Pilpres
A A A
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh gugatan pasangan capres- cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasata tadi malam menjadi penanda berakhirnya sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 yang sudah berjalan selama dua pekan terakhir.

Atas keputusan tersebut kubu Prabowo-Hatta yang tetap solid dikawal Koalisi Merah Putih (gabungan Partai Golkar, Gerindra, PAN, PKS, PPP dan PBB) menyatakan menerima keputusan itu dan bertekad akan menjalankan fungsi penyeimbang yang kuat bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Sikap ksatria Prabowo-Hatta yang menerima keputusan MK ini menepis anggapan yang sengaja diembuskan bahwa mereka tidak siap berdemokrasi karena tidak siap menerima kekalahan dalam pilpres.

Sikap Prabowo-Hatta yang konsisten berjuang di jalur konstitusi hingga titik akhir dalam upaya mewujudkan pilpres yang bersih, jujur, tanpa kecurangan adalah pelajaran demokrasi yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia. Tidak semua capres-cawapres yang pernah bertarung dalam pilpres memiliki keberanian untuk melakukan hal yang sama.

Bertarung dalam pilpres tidak semata-mata mencari kekuasaan, tapi yang lebih penting adalah memperjuangkan nilai dan idealisme demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Kekecewaan tim Prabowo-Hatta atas keputusan MK yang menolak seluruh gugatan tentang dugaan kecurangan pilpres adalah hal yang sangat beralasan. Dari sejumlah tuntutan yang diajukan lengkap dengan bukti-bukti dan keterangan saksi-saksi, tak satu pun yang menjadi pertimbangan dalam amar putusan MK. Ini bertentangan dengan DKPP yang memutuskan telah terjadi pelanggaran etik yang dilakukan komisioner KPU pusat maupun daerah dalam proses pilpres.

Keputusanyang diambil DKPP dinilai lebih objektif dibanding MK. Hal ini bisa dilihat dari kemampuan DKPP dalam melakukan analisa etik berdasarkan aturan hukum pemilu yang berlaku atas 15 perkara yang diadukan capres nomor urut satu Prabowo-Hatta.

Ketidaksesuaian antara dua lembaga ini dalam memutuskan sengketa Pilpres 2014 akan menjadi kajian menarik dan tentu akan menjadi catatan sejarah pemilu yang sangat berharga.

Sejumlah sanksi yang dijatuhkan DKPP kepada para penyelenggara pemilu mulai dari pemecatan permanen hingga peringatan menunjukkan bahwa pelaksanaan pilpres 2014 mengandung banyak persoalan yang harus segera diselesaikan oleh para pemegang keputusan.

Catatan buruk Pilpres 2014 adalah masalah serius yang tidak boleh dibiarkan begitu saja. Keputusan MK yang menolak semua gugatan kubu pasangan nomor urut satu tidak serta-merta menihilkan fakta terjadinya persoalan dalam pilpres itu.

Semangat untuk menciptakan pemilu yang jujur, adil dan bermartabat harus terus digelorakan dan tidak boleh putus hanya karena minimnya ketahanan kita mengikuti prosedur pencarian keadilan yang rumit dan berbelit dalam kehidupan demokrasi.

Apa yang terjadi di MK dan DKPP kemarin adalah pelajaran yang sangat penting bagi rakyat Indonesia, bagi KPU dan jajarannya, Bawaslu dan jajarannya, DKPP, dan tentu saja bagi MK sendiri. Termasuk bagi pasangan Jokowi-JK yang pada 20 Oktober nanti akan dilantik sebagai presiden dan wakil presiden.

Sebagai pemimpin pemerintahan, Jokowi-JK harus mampu menunjukkan sikap sebagai negarawan yang bekerja untuk seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk pendukungnya saja. Jokowi-JK juga harus berani menerima dan mengakomodasi gagasan-gagasan cemerlang dari Prabowo-Hatta, terutama dalam upaya meneguhkan kemandirian bangsa dalam segala bidang. Bagaimanapun, pemerintahan akan lebih baik jika memiliki oposisi di parlemen yang kuat.

Rakyat sudah melihat pembuktian Prabowo-Hatta yang konsisten dengan siap menang dan siap kalah. Kini rakyat menunggu kesiapan Jokowi-JK dalam mengelola kemenangan pilpres ini.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3116 seconds (0.1#10.140)