DPR Akui Pansel Komisioner KPI Periode Ini Lebih Baik
A
A
A
JAKARTA - Komisi I DPR menilai panitia seleksi (pansel) komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kali ini jauh lebih baik dan berkualitas dibanding dengan pansel yang dibentuk oleh KPI pada periode sebelumnya.
“Faktanya sejauh ini kita melihat pansel yang dibentuk pemerintah terdiri dari para tokoh masyarakat, jauh lebih baik dan berkualitas dibandingkan pansel yang dibentuk oleh KPI sebelumnya,” kata Anggota Komisi I DPR Evita Nursanty di sela-sela fit and proper test calon anggota KPI di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin (18/7/2017).
Hal itu disampaikan Evita Nursanty menyusul gugatan yang dilakukan sejumlah warga ke Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, terkait proses seleksi anggota KPI Pusat periode 2016-2019.
Gugatan tersebut disampaikan Fajar A Isnugroho (Warga Sidoarjo Jawa Timur) bersama empat penggugat lainnya di antaranya Alem Febri Sonni (Warga Makassar, Sulsel), Achmad Zamzami (Aktivis Muda NU) dan Arie Andyka (Praktisi Hukum).
Menurut Evita, tidak ada yang dilanggar dalam proses seleksi anggota KPI kali ini. Termasuk Undang-Undang No32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
“Tidak ada yang dilanggar. Pemerintah mendapat tugas dari DPR dalam hal ini Komisi I untuk membentuk pansel, dan itu sudah dilakukan. Kita lihat dalam daftar pansel itu diisi oleh tokoh-tokoh masyarakat yang mumpuni dibidangnya,” sambungnya.
Dikatakan, Pasal 10 Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran merupakan syarat untuk dapat diangkat menjadi anggota KPI dan tidak ada hubungannya dengan keabsahan pansel.
“Jadi itu konteks yang berbeda. Proses seleksi tidak ada kaitannya dengan syarat. Kalau dikatakan representasi dari masyarakat, anggota pansel yang dipilih ini menurut saya sudah sangat representatif dan sangat tepat,” ucapnya.
Demikian halnya dengan batas usia, menurut Evita, dalam UU Penyiaran juga tidak diatur batas usia sehingga wajar saja jika pansel membuat syarat usia minimal dan tentunya sudah melalui berbagai pertimbangan yang bisa ditanyakan langsung kepada pansel.
“Kecuali kalau dalam undang-undang sudah dipatok batas usia tertentu jelas akan salah jika pansel membuat batasan usia yang berbeda. Ini kan tidak diatur di UU, sehingga boleh saja kalau panselpunya pemikiran lain untuk mengaturnya. Tapi sekali lagi, pansel tentu punya pertimbangan lain,” ungkap politikus PDIP itu.
Evita juga tidak sepakat dengan apa yang disebut para penggugat bahwa proses seleksi anggota KPI inimengancam demokrasi dan kemerdekaan pers. Apalagi jika disebut pengawas penyiaran terkooptasi oleh kepentingan kekuasan terhadap pers.
“Kita di DPR punya niatan yang sama untuk membangun demokrasi dan kebebasan pers. Kita tidak ingin set-back, itu sudah jalan yang dipilih bangsa ini. Kita bisa melihat dalam proses seleksi 27 calon anggota KPI di Komisi I DPR sekarang, mereka cukup mumpuni dan berkualitas, kita lihat saja nanti hasilnya,” tandas Evita.
“Faktanya sejauh ini kita melihat pansel yang dibentuk pemerintah terdiri dari para tokoh masyarakat, jauh lebih baik dan berkualitas dibandingkan pansel yang dibentuk oleh KPI sebelumnya,” kata Anggota Komisi I DPR Evita Nursanty di sela-sela fit and proper test calon anggota KPI di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Senin (18/7/2017).
Hal itu disampaikan Evita Nursanty menyusul gugatan yang dilakukan sejumlah warga ke Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, terkait proses seleksi anggota KPI Pusat periode 2016-2019.
Gugatan tersebut disampaikan Fajar A Isnugroho (Warga Sidoarjo Jawa Timur) bersama empat penggugat lainnya di antaranya Alem Febri Sonni (Warga Makassar, Sulsel), Achmad Zamzami (Aktivis Muda NU) dan Arie Andyka (Praktisi Hukum).
Menurut Evita, tidak ada yang dilanggar dalam proses seleksi anggota KPI kali ini. Termasuk Undang-Undang No32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
“Tidak ada yang dilanggar. Pemerintah mendapat tugas dari DPR dalam hal ini Komisi I untuk membentuk pansel, dan itu sudah dilakukan. Kita lihat dalam daftar pansel itu diisi oleh tokoh-tokoh masyarakat yang mumpuni dibidangnya,” sambungnya.
Dikatakan, Pasal 10 Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran merupakan syarat untuk dapat diangkat menjadi anggota KPI dan tidak ada hubungannya dengan keabsahan pansel.
“Jadi itu konteks yang berbeda. Proses seleksi tidak ada kaitannya dengan syarat. Kalau dikatakan representasi dari masyarakat, anggota pansel yang dipilih ini menurut saya sudah sangat representatif dan sangat tepat,” ucapnya.
Demikian halnya dengan batas usia, menurut Evita, dalam UU Penyiaran juga tidak diatur batas usia sehingga wajar saja jika pansel membuat syarat usia minimal dan tentunya sudah melalui berbagai pertimbangan yang bisa ditanyakan langsung kepada pansel.
“Kecuali kalau dalam undang-undang sudah dipatok batas usia tertentu jelas akan salah jika pansel membuat batasan usia yang berbeda. Ini kan tidak diatur di UU, sehingga boleh saja kalau panselpunya pemikiran lain untuk mengaturnya. Tapi sekali lagi, pansel tentu punya pertimbangan lain,” ungkap politikus PDIP itu.
Evita juga tidak sepakat dengan apa yang disebut para penggugat bahwa proses seleksi anggota KPI inimengancam demokrasi dan kemerdekaan pers. Apalagi jika disebut pengawas penyiaran terkooptasi oleh kepentingan kekuasan terhadap pers.
“Kita di DPR punya niatan yang sama untuk membangun demokrasi dan kebebasan pers. Kita tidak ingin set-back, itu sudah jalan yang dipilih bangsa ini. Kita bisa melihat dalam proses seleksi 27 calon anggota KPI di Komisi I DPR sekarang, mereka cukup mumpuni dan berkualitas, kita lihat saja nanti hasilnya,” tandas Evita.
(maf)