Margarito: Penyimpangan Pemerintah Bisa Semakin Gila

Kamis, 06 Agustus 2015 - 12:11 WIB
Margarito: Penyimpangan Pemerintah Bisa Semakin Gila
Margarito: Penyimpangan Pemerintah Bisa Semakin Gila
A A A
JAKARTA - Adanya keinginan pemerintah menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden lewat revisi KUHP hingga saat ini masih menuai pro dan kontra.

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis mengaku, tidak setuju jika pasal tersebut kembali dihidupkan. Menurutnya, pasal tersebut memiliki konteks yang sama dengan pasal yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstiusi (MK).

"Rancangan pasal ini substansinya sama, pasal yang sudah dinyatakan inkonstitusional, pasti ini inkonstitusional juga. Kalau ini dihidupkan, pasti dipatahkan," ujar Margarito saat dihubungi wartawan, Kamis (6/8/2015).

Dia mengatakan, dari segi demokrasi, pemerintah memiliki pemahaman yang salah. Pasalnya, dengan kembali menghidupkan pasal penghinaan presiden itu, maka sama saja dengan melakukan feodalisasi negara.

"Filsafatnya salah. Cara berpikirnya pemerintah salah. Presiden itu bukan lambang negara secara hukum. Secara konstitusional presiden itu bukan simbol negara," ucapnya.

Padahal, lanjut dia, Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi karena ingin pemerintahan akuntabel. "Akuntabel itu artinya bisa dikoreksi. Tidak hanya oleh lembaga negara tapi juga warga negara," jelas Margarito.

Menurutnya, jika kritik dari masyarakat ke pemerintahan itu dikualifikasi sebagai penghinaan, sama saja menjauhkan kesejahteraan rakyat dari bangsa ini.

"Sama saja menutup pemerintahan dan mengundang korupsi (penyimpangan) yang lebih gila lagi," tegasnya.

Margarito tidak yakin pasal tersebut dirumuskan oleh pemerintahan yang sekarang. RUU KUHP sudah lama dibentuk. Maka itu, dia meminta agar masyarakat bisa adil melihat situasi ini. "Bisa saja ini presiden tidak cermat mengenalinya sehingga bisa lolos sampai DPR," ucapnya.

Kendati demikian, dia menambahkan, yang harus dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekarang adalah menyatakan secara terbuka untuk mencabut pasal itu.

"Agar kita tidak sampai berpikir bahwa beliau diam-diam menyetujuinya. Presidennya menyatakan, perintahkan pada menkumham untuk cabut pasal itu," tandasnya.

PILIHAN:

Tolak Perppu Calon Tunggal, Jokowi Mulai Paham Aturan

Kejati DKI Belum Terima Salinan Putusan Praperadilan Dahlan
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6525 seconds (0.1#10.140)