Polri Periksa 12 Saksi Terkait Kasus Maria Pauline Lumowa
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah memeriksa 12 saksi terkait kasus pembobolan kas bank BNI lewat Letter of Credit (L/C) fiktif dengan tersangka Maria Pauline Lumowa .
Maria Pauline Lumowa ditangkap di Serbia, Kamis 9 Juli 2020. Maria ditangkap setelah buron selama 17 tahun.
"Sebanyak 12 saksi yang sudah dilakukan pemeriksaan termasuk rekan-rekan dari terpidana maupun saksi dari pihak BNI 46," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas, Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono kepada wartawan, Senin (13/7/2020).
Alwi mengatakan, Polri akan menyelesaikan berkas pemeriksaan Maria sebelum jangka waktu kedaluwarsa. Saat ini penyidikan dihentikan sementara karena Maria menginginkan pendampingan hukum.
"Jika dilihat dari jangka waktu kedaluwarsanya akan berakhir pada Oktober 2021 tentunya jika dapat lebih cepat diselesaikan maka lebih baik," ungkapnya.( )
Bareskrim Polri juga hingga saat ini masih melakukan tracing terhadap uang sejumlah Rp.1,2 T kredit dari Bank BNI tersebut. Polri juga menutup kemungkinan akan meminta bantuan Kejaksaan Agung.
"Selama penyidik memiliki kemampuan untuk mengaudit kegiatan tersebut tentunya akan dilakukan, namun jika diperlukan bantuan dengan Kejagung maka akan dikoordinasikan," tandasnya.
Diketahui, Bareskrim Polri akan menerapkan pasal Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap tersangka kasus pembobolan kas bank BNI lewat Letter of Credit (L/C) fiktif, Maria Pauline Lumowa.
Perkara Maria bermula pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, di mana Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai USD136 juta dan 56 juta Euro atau setara Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu, kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari “orang dalam” karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri.
Namun, Maria Pauline Lumowa ternyata sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Terbaru, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly turun langsung ke Serbia untuk menjemput Maria Pauline Lumowa. Yasonna dan delegasi Indonesia termasuk Bareskrim Polri mulai bertandang ke Beograd, Serbia sejak Sabtu, 4 Juli 2020.
Lewat proses ekstradisi, Yasonna dan jajarannya berhasil membawa Maria Lumowa ke Indonesia. Meskipun Yasonna dan delegasi Indonesia kerap mendapat hambatan dalam upaya ekstradisi Maria Lumowa.
Maria Pauline Lumowa ditangkap di Serbia, Kamis 9 Juli 2020. Maria ditangkap setelah buron selama 17 tahun.
"Sebanyak 12 saksi yang sudah dilakukan pemeriksaan termasuk rekan-rekan dari terpidana maupun saksi dari pihak BNI 46," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas, Polri, Brigjen Pol Awi Setiyono kepada wartawan, Senin (13/7/2020).
Alwi mengatakan, Polri akan menyelesaikan berkas pemeriksaan Maria sebelum jangka waktu kedaluwarsa. Saat ini penyidikan dihentikan sementara karena Maria menginginkan pendampingan hukum.
"Jika dilihat dari jangka waktu kedaluwarsanya akan berakhir pada Oktober 2021 tentunya jika dapat lebih cepat diselesaikan maka lebih baik," ungkapnya.( )
Bareskrim Polri juga hingga saat ini masih melakukan tracing terhadap uang sejumlah Rp.1,2 T kredit dari Bank BNI tersebut. Polri juga menutup kemungkinan akan meminta bantuan Kejaksaan Agung.
"Selama penyidik memiliki kemampuan untuk mengaudit kegiatan tersebut tentunya akan dilakukan, namun jika diperlukan bantuan dengan Kejagung maka akan dikoordinasikan," tandasnya.
Diketahui, Bareskrim Polri akan menerapkan pasal Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap tersangka kasus pembobolan kas bank BNI lewat Letter of Credit (L/C) fiktif, Maria Pauline Lumowa.
Perkara Maria bermula pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, di mana Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai USD136 juta dan 56 juta Euro atau setara Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu, kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari “orang dalam” karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri.
Namun, Maria Pauline Lumowa ternyata sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Terbaru, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly turun langsung ke Serbia untuk menjemput Maria Pauline Lumowa. Yasonna dan delegasi Indonesia termasuk Bareskrim Polri mulai bertandang ke Beograd, Serbia sejak Sabtu, 4 Juli 2020.
Lewat proses ekstradisi, Yasonna dan jajarannya berhasil membawa Maria Lumowa ke Indonesia. Meskipun Yasonna dan delegasi Indonesia kerap mendapat hambatan dalam upaya ekstradisi Maria Lumowa.
(dam)