PBB: Sistem Proporsional Tertutup Dorong Parpol Ajukan Kader Terbaik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Bulan Bintang (PBB) mengajukan diri sebagai pihak terkait ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017. Gugatan itu diajukan untuk mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proposional tertutup .
Ketua DPP PBB Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Firmansyah mengatakan, dari 9 partai politik hanya PDIP dan PBB yang menginginkan pemilu ke depan tidak lagi menggunakan sistem proporsional terbuka. Namun, PDIP tidak dapat ikut menjadi pihak terkait karena partai besutan Megawati Soekarnoputri itu adalah parpol yang ikut membahas UU Pemilu.
"Otomatis hanya PBB parpol peserta Pemilu 2024 sendiri yang mendukung Pemilu dengan sistem proporsional tertutup dalam pengujian UU Pemilu di MK ini," kata Firmansyah dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (14/1/2022).
Baca juga: 8 Ketum Parpol di DPR Sepakat Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
Firmansyah mengatakan, keputusan PBB itu mungkin dianggap tidak populer dan membuat sistem demokrasi di Indonesia mundur. Namun hadirnya PBB ikut menjadi pihak terkait untuk memperkuat permohonan penguji, karena tiga kali pemilu dengan sistem terbuka dinilai telah menciptakan politik uang dan mengurangi kualitas anggota dewan.
Dengan sistem pemilu proporsional terbuka, yang terkenal dan punya banyak uang yang akan terpilih. Sedangkan kader serta pengurus partai akan tersisih, padahal mereka sangat berkualitas serta mengerti ideologi partai dan dapat bekerja memperjuangkan dan mewakili rakyat di parlemen.
"Sistem proporsional tertutup walau di kertas suara yang dicoblos tidak ada nama caleg, namun sejatinya tetap ada nama caleg yang akan terpilih berdasarkan urutan," katanya.
Selain itu, Firmansyah mengungkapkan banyak menyesatkan, mengaburkan infomasi seolah sistem pemilu tertutup tak demokratis.
"(ada anggapan) Ini seperti memilih kucing dalam karung karena tak tahu siapa calegnya. Justru dengan sistem tertutup ini nanti parpol-parpol akan selektif menampilkan kader-kader terbaiknya menjadi caleg agar dapat terpilih," katanya.
Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diuji secara materiil ke MK. Dua kader partai politik dan empat perseorangan warga negara menjadi Pemohon Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut.
Mereka adalah Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.
Para Pemohon mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) hutuf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945.
Lihat Juga: Alexander Marwata Gugat Pasal Larangan Pimpinan KPK Berhubungan dengan Pihak Berperkara ke MK
Ketua DPP PBB Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Firmansyah mengatakan, dari 9 partai politik hanya PDIP dan PBB yang menginginkan pemilu ke depan tidak lagi menggunakan sistem proporsional terbuka. Namun, PDIP tidak dapat ikut menjadi pihak terkait karena partai besutan Megawati Soekarnoputri itu adalah parpol yang ikut membahas UU Pemilu.
"Otomatis hanya PBB parpol peserta Pemilu 2024 sendiri yang mendukung Pemilu dengan sistem proporsional tertutup dalam pengujian UU Pemilu di MK ini," kata Firmansyah dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (14/1/2022).
Baca juga: 8 Ketum Parpol di DPR Sepakat Tolak Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
Firmansyah mengatakan, keputusan PBB itu mungkin dianggap tidak populer dan membuat sistem demokrasi di Indonesia mundur. Namun hadirnya PBB ikut menjadi pihak terkait untuk memperkuat permohonan penguji, karena tiga kali pemilu dengan sistem terbuka dinilai telah menciptakan politik uang dan mengurangi kualitas anggota dewan.
Dengan sistem pemilu proporsional terbuka, yang terkenal dan punya banyak uang yang akan terpilih. Sedangkan kader serta pengurus partai akan tersisih, padahal mereka sangat berkualitas serta mengerti ideologi partai dan dapat bekerja memperjuangkan dan mewakili rakyat di parlemen.
"Sistem proporsional tertutup walau di kertas suara yang dicoblos tidak ada nama caleg, namun sejatinya tetap ada nama caleg yang akan terpilih berdasarkan urutan," katanya.
Selain itu, Firmansyah mengungkapkan banyak menyesatkan, mengaburkan infomasi seolah sistem pemilu tertutup tak demokratis.
"(ada anggapan) Ini seperti memilih kucing dalam karung karena tak tahu siapa calegnya. Justru dengan sistem tertutup ini nanti parpol-parpol akan selektif menampilkan kader-kader terbaiknya menjadi caleg agar dapat terpilih," katanya.
Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu diuji secara materiil ke MK. Dua kader partai politik dan empat perseorangan warga negara menjadi Pemohon Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut.
Mereka adalah Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.
Para Pemohon mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) hutuf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) bertentangan dengan UUD 1945.
Lihat Juga: Alexander Marwata Gugat Pasal Larangan Pimpinan KPK Berhubungan dengan Pihak Berperkara ke MK
(abd)