Arief Poyuono Minta BIN Screening Semua Direksi BUMN
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kebocoran data pribadi milik salah satu pegiat medsos yang mencuat ke publik beberapa hari lalu, menunjukkan bahwa anggapan publik selama ini security sistem informasi dan data telekomunikasi akan sulit dibobol ternyata salah. Bahkan, ini jauh dari ekspektasi publik.
(Baca juga: Mendagri Minta Petahana Tak Politisasi Bansos untuk Pilkada)
Arief Poyuono, selaku Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN ikut mengomentari kasus tersebut. Ia menilai, dalam hal ini sangat terbuka kemungkinan data yang dibobol tak hanya milik Denny Siregar. "Bisa jadi, percakapan menteri sampai presiden juga disadap," ujarnya, Senin (13/7/2020).
Karena itu, Arief menduga dalam kasus Denny Siregar tak hanya FPH yang akan diproses hukum. Kemungkinan akan muncul tersangka lain. (Baca juga: Kemlu: 1.175 WNI di Luar Negeri Positif Corona, 772 Sembuh, 90 Meninggal)
Kasus ini, sambung Arief, jangan dilihat sebagai kasus yang biasa-biasa saja, karena bukan hanya sektor telekomunikasi yang merupakan sektor strategis. Banyak juga yang lain seperti sektor perbankan, energi, jasa pelabuhan dan lain-lain.
"Ini bukan kasus sembarangan lho. Bukan persoalan siapa tersangkanya, tetapi anda bayangkan saja, seseorang bisa mencomot kapan data penting di Telkomsel yang bisa saja untuk kepentingan politik dan tujuan tertentu. Maka saya kira, kasus ini bisa menyeret tersangka lain," ucapnya.
Menurutnya, manajemen Telkomsel harus melakukan screening kepada pegawai yang punya akses dan bertanggung jawab atas semua data pelanggan Telkomsel. Hal ini penting, untuk memastikan pegawai tersebut tidak tercemar moral buruk. Selain itu, juga demi menjaga kerahasiaan pelanggan Telkomsel.
"Saya kira ini juga menjadi pelajaran penting bagi Menteri BUMN yang harus melakukan screening yang dilakukan Badan Intelejen Negara (BIN) terhadap para direksi BUMN yang ditempatkan," katanya.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sebelumnya, telah menangkap karyawan Telkomsel yang diduga membocorkan data pribadi Denny Siregar kepada akun Twitter Opposite6890. Penangkapan atas dasar laporan yang dilakukan oleh PT Telkomsel ke Bareskrim pada 8 Juli 2020.
Pembobol diketahui merupakan karyawan outsourcing Telkomsel di Ruko Grapari, Krukut, Surabaya, yang bertugas sebagai customer service. Posisinya ini membuat ia memiliki akses terbatas terhadap data pribadi pelanggan.
Pelaku dengan tidak melalui otorisasi, membuka file atas nama Denny Siregar dan didapat dua data: data pelanggan dan device milik pelanggan. Setelah membuka data pribadi Denny Siregar, pelaku memfoto dan mengambil screenshot untuk diteruskan ke akun Opposite6890 via direct message (DM) pada 4 Juli 2020 pukul 08.00 WIB.
Atas perbuatannya itu pelaku dijerat Pasal 46 dan 48 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 50 UU 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Pasal 362 KUHP, dan Pasal 95 UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dengan ancaman 10 tahun penjara atau denda Rp10 miliar.
(Baca juga: Mendagri Minta Petahana Tak Politisasi Bansos untuk Pilkada)
Arief Poyuono, selaku Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN ikut mengomentari kasus tersebut. Ia menilai, dalam hal ini sangat terbuka kemungkinan data yang dibobol tak hanya milik Denny Siregar. "Bisa jadi, percakapan menteri sampai presiden juga disadap," ujarnya, Senin (13/7/2020).
Karena itu, Arief menduga dalam kasus Denny Siregar tak hanya FPH yang akan diproses hukum. Kemungkinan akan muncul tersangka lain. (Baca juga: Kemlu: 1.175 WNI di Luar Negeri Positif Corona, 772 Sembuh, 90 Meninggal)
Kasus ini, sambung Arief, jangan dilihat sebagai kasus yang biasa-biasa saja, karena bukan hanya sektor telekomunikasi yang merupakan sektor strategis. Banyak juga yang lain seperti sektor perbankan, energi, jasa pelabuhan dan lain-lain.
"Ini bukan kasus sembarangan lho. Bukan persoalan siapa tersangkanya, tetapi anda bayangkan saja, seseorang bisa mencomot kapan data penting di Telkomsel yang bisa saja untuk kepentingan politik dan tujuan tertentu. Maka saya kira, kasus ini bisa menyeret tersangka lain," ucapnya.
Menurutnya, manajemen Telkomsel harus melakukan screening kepada pegawai yang punya akses dan bertanggung jawab atas semua data pelanggan Telkomsel. Hal ini penting, untuk memastikan pegawai tersebut tidak tercemar moral buruk. Selain itu, juga demi menjaga kerahasiaan pelanggan Telkomsel.
"Saya kira ini juga menjadi pelajaran penting bagi Menteri BUMN yang harus melakukan screening yang dilakukan Badan Intelejen Negara (BIN) terhadap para direksi BUMN yang ditempatkan," katanya.
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sebelumnya, telah menangkap karyawan Telkomsel yang diduga membocorkan data pribadi Denny Siregar kepada akun Twitter Opposite6890. Penangkapan atas dasar laporan yang dilakukan oleh PT Telkomsel ke Bareskrim pada 8 Juli 2020.
Pembobol diketahui merupakan karyawan outsourcing Telkomsel di Ruko Grapari, Krukut, Surabaya, yang bertugas sebagai customer service. Posisinya ini membuat ia memiliki akses terbatas terhadap data pribadi pelanggan.
Pelaku dengan tidak melalui otorisasi, membuka file atas nama Denny Siregar dan didapat dua data: data pelanggan dan device milik pelanggan. Setelah membuka data pribadi Denny Siregar, pelaku memfoto dan mengambil screenshot untuk diteruskan ke akun Opposite6890 via direct message (DM) pada 4 Juli 2020 pukul 08.00 WIB.
Atas perbuatannya itu pelaku dijerat Pasal 46 dan 48 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Pasal 50 UU 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Pasal 362 KUHP, dan Pasal 95 UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan dengan ancaman 10 tahun penjara atau denda Rp10 miliar.
(maf)