Kebijakan Publik dan Demokrasi

Selasa, 03 Januari 2023 - 14:30 WIB
loading...
A A A
Pembelajaran Indonesia
Setidaknya, dalam beberapa tahun terakhir, kita mengalami kenyataan terkendalanya sejumlah kebijakan publik untuk masuk kategori kebijakan uggul, baik untuk salah satu, dua, atau ketiga kriterianya. Kita sebut saja empat kasus. Pertama, kebijakan tol laut. Kedua, kebijakan cipta kerja, kebijakan pelarangan ekspor nikel, dan yang berpotensi terkendala adalah kebijakan pemindahan ibukota negara.

Pada rapat terbatas di Kantor Presiden (30/10/2019) Presiden Jokowi menyampaikan kekecewaannya karena kebijakan tol laut yang telah bergulir sejak 2015 yang diharapkan dapat menurunkan harga barang sekitar 20-30% tidak berhasil. Bahkan dikemukakan Presiden bahwa biaya logistik menggunakan tol laut dari Jakarta ke beberapa kota lebih mahal daripada tujuan Hong Kong, Bangkok, dan Shanghai (5/3/2019). Kebijakan tol laut terkendala masuk ke kriteria kebijakan unggul, pada ketiga kriteria kebijakan unggul.

Pemerintah telah menetapkan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020 dengan menerbitkan Peraturan Menteri ESDM 11/2019. Komisi Uni Eropa merespons kebijakan itu dengan menggugat Indonesia ke WTO. Pada 2022, Indonesia dinyatakan kalah. Gagasan Presiden luar biasa, karena larangan ekspor bahan mentah nikel terbukti meningkatkan pendapatan negara Rp20 triliun dari nilai ekspor bahan mentah, menjadi Rp300 triliun dari nilai ekspor bahan olahan.

Presiden tetap konsisten, memerintahkan menteri terkait untk terus melawan dengan naik banding. Kekalahan di WTO tetap kekalahan, sehingga gagasan yang baik terkendala menjadi kebijakan publik yang unggul terutama pada pertama dan kedua kriteria kebijakan unggul.

Kebijakan pemindahan ibukota adalah gagasan yang baik, namun perlu ada manajemen risiko yang baik. Kazakhstan, Brasil, Nigeria, Inggris, Uni Soviet, dan Amerika Serikat adalah negara yang dapat memindahkan ibukota dengan berhasil. Namun, Myanmar gagal, dan membuat Naypyidaw menjadi “Kota Hantu”. Hal yang hampir sama terjadi dengan Putra Jaya, Malaysia, dan Korea Selatan dengan Sejong yang tidak berhasil., karena publik menilai Sejong sebgai kota yang “tidak berjiwa”.

Terlepas dari keluarnya investor seperti Softbank di satu sisi, dan klaim makin banyaknya investor lain yang masuk, namun pemerintah perlu mewaspadai potensi risiko kebijakan IKN menjadi kebijakan yang terkendala –atau tidak unggul—terutama pada kriteria ke dua kebijakan unggul.

Kebijakan dan DemokrasiKebijakan publik menurut Thomas Dye adalah what government choose to do or to do and what different it makes . Kebijakan adalah masalah keputusan akan pilihan, dan kemudian apa manfaat dari keputusan itu: kebaikan atau kemudaratan. Kebijakan publik yang unggul menjadi agenda negara demokrasi. Bahkan, lebih dari itu: menjadi hak warga negara.

Pada negara-negara otoriter, kebijakan publik yang unggul adalah hadiahdari penguasa kepada rakyatnya. Jadi, jika pun penguasa atau pemegang kekuasaan yang sah tidak memberikan kebijakan publik yang unggul, atau bahkan kebijakan publik yang membodohkan, mencelakakan, dan yang jahat, kekuasaan itu sendiri tidak dapat dituntut.

Bahkan kekuasaan itu pun berhak untuk tidak memaksakan diri membangun kebijakan publik yang unggul, dan juga untuk tidak perlu merasa malu, apalagi mengundurkan diri, jika membuat kebijakan yang salah dan jahat.

Jika ada premis yang mengatakan bahwa rezim tidak pernah salah, karena sekali dipilih melalui sistem pemilihan yang sah, maka apa pun yang dilakukannya tidak dapat disalahkan, adalah premis bagi mereka yang tidak mengerti kebijakan publik pada aras demokrasi. Mengapa?
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1260 seconds (0.1#10.140)