Kebijakan Publik dan Demokrasi

Selasa, 03 Januari 2023 - 14:30 WIB
loading...
Kebijakan Publik dan...
Riant Nugroho (Foto: Ist)
A A A
Riant Nugroho
Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia

KEUNGGULAN suatu negara semakin ditentukan oleh kemampuan pemerintah negara tersebut melahirkan dan mengembangkan kebijakan publik yang unggul. Faktor-faktor yang lain, seperti kondisi geografis, kekayaan sumberdaya alam, hingga jumlah penduduk, tetap penting, tetapi tidak semenentukan kebijakan publik yang unggul.

Bahkan, faktor-faktor tersebut menjadi variabel kedua setelah kebijakan publik, dan itu pun dengan syarat, yaitu kebijakan yang unggul, bukan yang bermutu rendah, abal-abal, atau terkendala.

Baca Juga: koran-sindo.com

Ada tiga syarat suatu kebijakan dapat disebut sebagai kebijakan unggul, yaitu cerdas, dalam arti menyelesaikan masalah di inti masalah. Ada kisah sufi, suatu siang Nasarudin Hoja mengorek-korek tanah kering di depan rumahnya dengan kayu pendek. Tetangganya yang baik menegurnya, sedang mencari apa. Dijawab, sedang mencari cincin kesayangannya. Si tetangga ikut membantu mencari, hingga di perdu pembatas halaman.

Salah satu tetangga bertanya, memang hilangnya di mana. Dijawab, di dalam kamar. Lho, mengapa dicarinya di halaman? Iya, di kamar gelap. Ketika tetua kampung marah, Narasudin menjawab, bukannya di kampung kita sering dibuat kebijakan yang sama, menyelesaikan masalah di tempat yang salah.

Kedua, bijaksana. Setidaknya ada kriteria bijaksana yang banyak disebut: adil, berimbang, dan hati-hati. Ketiganya tidak salah. Namun, untuk kebijakan publik yang unggul, kriteria bijaksana terpampang di depan Pegadaian: menyelesaikan masalah.

Di masa lalu, ada pepatah, to sweep something under the rug or to sweep something under the carpet, atau menyapu kotoran dan menaruh di bawah karpet. Istilah yang digunakan di awal 1900-an di Inggris dari pengalaman melihat pembantu yang malas; daripada repot membuang sampah ke tempat sampah, sembunyikan saja di bawah karpet.

Ketiga, memberikan harapan kepada rakyat –bukan pemerintah atau kekuasaan atau elite. Pandora adalah hadiah Dewa Zeus kepada manusia. Ia membawa guci hadiah Zeus yang sebenarnya hukuman untuk manusia, yang isinya segala sifat buruk manusia, sebagai hukuman kepada Promoteus, seorang Titan atau pemimpin bumi kuno yang cerdas dan berani, yang sudah mencuri api milik Zeus dan memberikannya kepada manusia. Pandora diperistri Epitemeus, adik Promoteus. Guci “hadiah” Zeus disegel Promoteus, dan dijaga Epitemeus. Saat mereka pergi, Pandora membukanya. Segala sifat jahat manusia keluar.

Sejak saat itu manusia konon menjadi jahat dan senantiasa membuat onar. Tapi, ada satu yang tertinggal di dalam guci, yang kelak menyelamatkan umat manusia: harapan. Kebijakan publik adalah harapan bagi rakyat bahwa mereka dapat hidup bersama dengan lebih baik; bahwa semua masalah selesai jika ada harapan yang dijaga bersama. Kebijakan publik akan menjadi sia-sia jika isinya adalah merampas harapan rakyat, termasuk harapan untuk menjadi mandiri.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1680 seconds (0.1#10.140)