Merawat Optimisme Tahun 2023

Senin, 02 Januari 2023 - 09:16 WIB
loading...
Merawat Optimisme Tahun 2023
Perekonomian Indonesia diyakini masih bisa tumbuh di tengah gejolak krisis global. FOTO/WAWAN BASTIAN
A A A
Suram, gelap dan penuh ketidakpastian. Demikian prediksi pesimistis banyak kalangan mengenai dinamika kehidupan dunia di tahun 2023. Kondisi ekonomi dunia menjadi salah satu titik sentral yang dijadikan acuan meramal suramnya kondisi negara-negara di dunia termasuk Indonesia.

Tak kurang Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sempat menyinggung bahwa kondisi dunia sedang tidak baik-baik saja memasuki tahun 2023. Oleh karenanya, Jokowi meminta semua pihak harus berhati-hati termasuk para pembantunya di pemerintahan . Meski perekonomian Indonesia tumbuh 5,44 %, Jokowi meminta pemerintah tetap waspada dengan krisis ekonomi apapun di tahun 2023.

Lantas bagaimana memaknai itu semua? Apakah memang tahun 2023 yang di kalender China dijuluki sebagai tahun Kelinci Air sedemikian gelapnya sehingga semua pihak harus menggencangkan kewaspadaan akan datangnya potensi krisis?

Sebagai sebuah ramalan maupun prediksi, gambaran kondisi banyk negara di dunia tahun 2023 harus disikapi secara rasional dan terukur. Memasuki tahun 2023, kondisi dunia harus diakui memang tidak seperti yang diharapkan. Banyak yang bisa dijadikan acuan mengenai awan mendung di tahun 2023.

Laju inflasi tinggi di banyak negara, fenomena strong mata uang USD, krisis pangan hingga perang Rusia-Ukraina yang jauh dari kata 'damai' menjadi alasan kuat semua pemangku kepentingan di dunia menyalakan alarm bahaya.

Warning mengenai kondisi dunia yang sedang di ambang krisis juga disuarakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Saat membuka pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara anggota G20 di Washington DC, Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu, Sri Mulyani menyebutkan bahwa situasi dunia kini dalam bahaya.

Proyeksi Sri Mulyani tersebut sejalan dengan laporan World Economic Outlook: Countering The Cost of Living Crisis yang dirilis Dana Moneter Internasional (IMF). IMF melihat situasi 2023 merupakan profil pertumbuhan terlemah sejak 2001, kecuali masa pandemi Covid-19 dan krisis keuangan global.

Di tengah berbagai ramalan pesimisme kondisi perekonomian dunia, secercah harapan setidaknya tetap menyertai ucapan selamat datang tahun 2023. Dalam survei Ipsos yang bertajuk Global Predictions for 2023, pada 2022 setidaknya masih ada 65% responden yang optimistis kondisi tahun 2023 akan lebih baik dari tahun 2022. Dari hasil survei tersebut setidaknya bisa dibaca bahwa api optimisme itu masih ada dan harus terus dijaga dan dirawat untuk melewati tahun 2023.

Nada positif mengenai ekonomi dunia juga terdengar dari Bank Pembangunan Asia (ADB). Lembaga keuangan tersebutdalam prediksinya menyebutkan, beberapa negara terutama dari kawasan Asia, khususnya Asia Tenggara, masih cukup kuat menghadapi potensi resesi tahun 2023. Di Asia Tenggara, ADB melihat rata-rata pertumbuhan ekonomi diproyeksi berada di kisaran 5% pada 2023.

Proyeksi ini turun dibandingkan 5,2% yang dirilis ADB sebelumnya.Namun, ini adalah pertumbuhan yang tinggi jika dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan dunia dari World Bank (Bank Dunia). Bank Dunia meramal perekonomian global akan menyusut hingga 1,9%poin menjadi 0,5% pada 2023.

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah sikap pesimis dan ancaman gelap ekonomi dunia juga sudah pasti merembet ke tanah air?

Secara kalkulatif potensi dampak resesi itu memang ada karena bagaimanapun Indonesia hidup dalam pergaulan masyarakat Internasional. Namun semua tentu tidak harus digebyah uyah atau digeneralisasi bahwa kondisi yang banyak dialami banyak negara di tahun 2023 diprediksi pasti juga akan menimpa Indonesia. Suram dan dalam jerat resesi. Mungkin itu kira-kira yang dikhwatirkan sejumlah kalangan mengenai kondisi Indonesia mengarungi tahun 2023.

Sebagai sebuah warning, tentu tidak ada yang salah dengan prediksi Indonesia juga berpotensi mengalami resesi. Namun kalau kita mencermati suara-suara di pemerintah dan juga prediksi pemilik otoritas kebijakan di negeri ini, maka sepertinya kondisi Indonesia tidak ‘semuram’ yang diprediksikan banyak orang.

Nada optimisme menyambut 2023 itu setidaknya diapungkan dalam acara bertajuk Outlook Perekonomian Indonesia 2023 yang digelar di Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Rabu, 21 Desember 2022. Dari acara tersebut, secara garis besar memperlihatkan pemerintah optimistis ekonomi Indonesia tetap kuat meski ekonomi global tahun depan masih diliputi ketidakpastian.

Presiden Jokowi menjamin, dalam menghadapi gejolak ekonomi global, pemerintah berusaha konsisten melakukan reformasi struktural pada perekonomian, mulai dari hilirisasi industri, mempersempit kepemilikan asing di pasar surat berharga negara, menjaga defisit fiskal di bawah 3% dengan memperkuat fungsi belanja negara agar tepat sasaran, mempertahan daya tarik investasi, hingga menjaga sinergi antara otoritas fiskal dan moneter.

Optimisme juga disampaikan Gubenur BI Perry Warjiyo yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 masih bisa tumbuh di kisaran 4,5-5,3%. Terutama didukung oleh tingkat konsumsi masyarakat yang terjaga, masih berlanjutnya dukungan fiskal pemerintah, investasi yang masih terus masuk hingga kinerja ekspor yang masih akan terjaga tumbuh. Adapun Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar juga meyakini bahwaindustri jasa keuangan masih akan gencar menyalurkan kredit untuk menggerakkan perekonomian.

Melihat prediksi yang disuarakan para pemangku kepentingan di negeri ini, nada positif penuh keyakinan tetap baik-baik saja sepertinya masih dominan ketimbang suara pesimis mengenai kondisi Indonesia tahun 2023. Merawat optimisme menjadi tindakan rasional menyambut tahun 2023 dengan tetap tak mengabaikan dinamika-dinamika lain baik yang datang maupun pergi menyambangi Indonesia.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1617 seconds (0.1#10.140)