Ketum IJTI: Ciri Jurnalisme Positif Adalah Mengedepankan Rasional dan Hati Nurani
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia ( IJTI ) Herik Kurniawan menyampaikan karakteristik jurnalisme positif adalah mengendepankan hati nurani dan rasional dalam menyampaikan informasi kepada publik.
Hal ini disampaikan Herik dalam refleksi akhir 2022 IJTI dengan tema “Jurnalisme Positif, Kemerdekaan Pers dan Siaran Digital” yang disiarkan secara daring, Senin (26/12/2022).
"Sebetulnya apa yang kalian buat dalam jurnalisme positif ini kemudian bisa menjadi panduan seluruh jurnalis untuk tetap berpikir rasional dengan hati nurani, niat baik untuk menyampaikan hal-hal seluruh hasil liputannya kepada publik. Sehingga kemudian bukan caranya saja positif tetapi dampaknya juga positif," kata Herik.
Menurutnya informasi yang berdampak positif juga harus terus di utamakan guna membangun Indonesia ke depan. Dengan privilege yang didapatkan jurnalis, kata dia, juga harus dimanfaat dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan informasi dari narasumber sepenuhnya kepada pemenuhan publik untuk informasi di Indonesia.
"Pada dasarnya bagaimana kita kemudian lakukan peliputan perencanaan produksi penayangan sehingga apapun objek hal peristiwa yang kita liput kemudian menyampaikan kepada publik dalam bentuk yang bijaksana, publik tidak menerimanya dengan salah," kata dia.
Lebih lanjut, kata dia, jurnalisme positif juga digunakan agar pemahaman publik terkait suatu informasi dapat tercerahkan.
"Bagaimana publik memahami bahwa korupsi itu adalah kejahatan yang sangat luar biasa. Jadi kita tidak ingin menyampaikan sesuatu yang ala kadarnya. Kalau berita konflik bukan berarti kita menyulut konflik-konflik berikutnya tapi kita akan menyampaikan konflik ini harus berhenti sehingga tidak menyebar ke tempat lain dan kemudian kedamaian segera kembali," tuturnya.
Hal ini disampaikan Herik dalam refleksi akhir 2022 IJTI dengan tema “Jurnalisme Positif, Kemerdekaan Pers dan Siaran Digital” yang disiarkan secara daring, Senin (26/12/2022).
"Sebetulnya apa yang kalian buat dalam jurnalisme positif ini kemudian bisa menjadi panduan seluruh jurnalis untuk tetap berpikir rasional dengan hati nurani, niat baik untuk menyampaikan hal-hal seluruh hasil liputannya kepada publik. Sehingga kemudian bukan caranya saja positif tetapi dampaknya juga positif," kata Herik.
Menurutnya informasi yang berdampak positif juga harus terus di utamakan guna membangun Indonesia ke depan. Dengan privilege yang didapatkan jurnalis, kata dia, juga harus dimanfaat dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan informasi dari narasumber sepenuhnya kepada pemenuhan publik untuk informasi di Indonesia.
"Pada dasarnya bagaimana kita kemudian lakukan peliputan perencanaan produksi penayangan sehingga apapun objek hal peristiwa yang kita liput kemudian menyampaikan kepada publik dalam bentuk yang bijaksana, publik tidak menerimanya dengan salah," kata dia.
Lebih lanjut, kata dia, jurnalisme positif juga digunakan agar pemahaman publik terkait suatu informasi dapat tercerahkan.
"Bagaimana publik memahami bahwa korupsi itu adalah kejahatan yang sangat luar biasa. Jadi kita tidak ingin menyampaikan sesuatu yang ala kadarnya. Kalau berita konflik bukan berarti kita menyulut konflik-konflik berikutnya tapi kita akan menyampaikan konflik ini harus berhenti sehingga tidak menyebar ke tempat lain dan kemudian kedamaian segera kembali," tuturnya.
(cip)