11 Jurnalis Jadi Korban Kekerasan dalam Demo Tolak RUU Pilkada
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota LBH Pers yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), Gema mencatat, ada sebanyak 11 jurnalis yang diduga menjadi korban kekerasaan yang diindikasikan dilakukan oleh aparat. Kekerasan ini terjadi dalam demo tolak RUU Pilkada pada 22 Agustus 2024.
Kekerasan ini dinilaimenjadi bukti adanya pelanggaran dalam perlindungan kerja pers. "11 jurnalis yang melakukan peliputan pada demonstrasi 22 Agustus lalu mendapatkan kekerasan di depan Gedung DPR/MPR," kata Gema dalam konferensi pers Brutalitas Aparat Bentuk Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, Kamis (29/8/2024).
"Bentuk-bentuk kekerasan kurang lebih berupa pemukulan intimidasi sampai dengan ancaman pembunuhan hal ini dilakukan kepada jurnalis yang sedang melakukan dokumentasi," tambahnya.
Dijelaskan Gema, Jadi sebagian besar mengalami kekerasannya pada saat jurnalis berupaya untuk mendokumentasikan untuk merekam tindakan prutalitas yang dilakukan oleh aparat baik TNI maupun Polri.
Lebih lanjut dia melihat, setidaknya ada pelanggaran yakni penghalang-halangan kerja jurnalistik dan adanya upaya pembatasan informasi.
"Setelah bertahun-tahun mengesahkan Undang-Undang Pers, ternyata di tahun 2024 ini masih terdapat kekerasan terhadap jurnalis yang sedang melakukan kerja-kerja persnya, dalam rangka memberikan informasi dan mendistribusikan informasi kepada masyarakat ataupun publik," tegasnya.
Dia menyebut, adanya indikasi pelanggaran hak atas demonstrasi yang sebagai salah satu pelanggaran yang fatal dan krusial. Padahal segala bentuk informasi kata dia hendak dikabarkan oleh media massa sebagai salah satu kanal penyebaran informasi.
"Serta harus didistribusikan dengan baik ke masyarakat luas bersangkutan dengan bagaimana orang tua ataupun kerabat kerabat lainnya dapat mengetahui kabar atau situasi di tengah-tengah Aksi demonstrasi tersebut," jelasnya.
"Data tersebut menguatkan beberapa analisis aparat, apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan TNI merupakan pelanggaran terhadap jaminan perlindungan kerja kerja pers," tutupnya.
Kekerasan ini dinilaimenjadi bukti adanya pelanggaran dalam perlindungan kerja pers. "11 jurnalis yang melakukan peliputan pada demonstrasi 22 Agustus lalu mendapatkan kekerasan di depan Gedung DPR/MPR," kata Gema dalam konferensi pers Brutalitas Aparat Bentuk Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, Kamis (29/8/2024).
"Bentuk-bentuk kekerasan kurang lebih berupa pemukulan intimidasi sampai dengan ancaman pembunuhan hal ini dilakukan kepada jurnalis yang sedang melakukan dokumentasi," tambahnya.
Dijelaskan Gema, Jadi sebagian besar mengalami kekerasannya pada saat jurnalis berupaya untuk mendokumentasikan untuk merekam tindakan prutalitas yang dilakukan oleh aparat baik TNI maupun Polri.
Lebih lanjut dia melihat, setidaknya ada pelanggaran yakni penghalang-halangan kerja jurnalistik dan adanya upaya pembatasan informasi.
"Setelah bertahun-tahun mengesahkan Undang-Undang Pers, ternyata di tahun 2024 ini masih terdapat kekerasan terhadap jurnalis yang sedang melakukan kerja-kerja persnya, dalam rangka memberikan informasi dan mendistribusikan informasi kepada masyarakat ataupun publik," tegasnya.
Dia menyebut, adanya indikasi pelanggaran hak atas demonstrasi yang sebagai salah satu pelanggaran yang fatal dan krusial. Padahal segala bentuk informasi kata dia hendak dikabarkan oleh media massa sebagai salah satu kanal penyebaran informasi.
"Serta harus didistribusikan dengan baik ke masyarakat luas bersangkutan dengan bagaimana orang tua ataupun kerabat kerabat lainnya dapat mengetahui kabar atau situasi di tengah-tengah Aksi demonstrasi tersebut," jelasnya.
"Data tersebut menguatkan beberapa analisis aparat, apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian dan TNI merupakan pelanggaran terhadap jaminan perlindungan kerja kerja pers," tutupnya.
(maf)