Pentingnya Forum Lintas Agama di ASEAN
loading...
A
A
A
Bunyan Saptomo
Mantan Duta Besar RI di Sofia, Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri MUI
TAHUN 2023 Indonesia akan menjadi ketua ASEAN. Keketuaan ASEAN tahun depan mengusung tema “Asean Matters: Epicentrum of Growth” yang menunjukkan fokus perhatian pada pertumbuhan ekonomi.
Dalam sebuah pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa ASEAN harus menjadi wilayah yang stabil dan damai. Disampaikan pula bahwa ASEAN harus terus menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi.
Baca Juga: koran-sindo.com
Disadari, tugas ini sangat berat, mengingat kepentingan negara anggota ASEAN masih beragam, apalagi kepentingan masyarakat yang sangat majemuk. Untuk itu, Pemerintah harus lebih aktif merangkul semua stakeholders, termasuk ormas keagamaan, untuk bekerja sama mewujudkan tujuan ASEAN.
ASEAN didirikan pada 8 Agustus 1967 oleh lima negara, yaitu: Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand. Dalam perkembangannya sampai akhir abad 20 jumlah anggota meningkat jadi 10 negara (tambah Brunei, Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam) dan tahun ini anggotanya menjadi 11 (tambah Timor Leste).
Dalam Deklarasi ASEAN 1967 disepakati pembentukan ASEAN untuk mencapai tujuh butir tujuan, di antaranya yang terpenting adalah sebagai forum kerja sama ekonomi dan sosial budaya, dan kerja sama mewujudkan perdamaian dan stabilitas kawasan.
Tulisan ini dimaksudkan untuk menyambut keketuaan Indonesia di ASEAN, khususnya untuk membahas pentingnya forum dialog lintas agama yang lebih intensif dalam upaya mewujudkan Komunitas ASEAN.
Dari Kawasan Benturan Peradaban ke Kawasan Damai
Dalam sejarah Asia Tenggara kita secara umum mengetahui terjadinya konflik akibat benturan antarperadaban dan agama di kawasan, khususnya di Indonesia. Untuk Asia Tenggara di luar Indonesia kita melihat ada empat kasus konflik yang menonjol, yaitu kasus konflik di Filipina Selatan, Thailand Selatan, Rohingya dan Kamboja.
Konflik Filipina Selatan (Mindanao) merupakan konflik akibat benturan dari dua agama besar (Islam dan Katolik) meskipun ada juga unsur etnisitas. Konflik ini berakar sejak abad 16 yaitu antara Kesultanan/Kedatuan yang sudah ada di Filipina dengan penjajah Spanyol yang datang belakangan.
Mantan Duta Besar RI di Sofia, Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri MUI
TAHUN 2023 Indonesia akan menjadi ketua ASEAN. Keketuaan ASEAN tahun depan mengusung tema “Asean Matters: Epicentrum of Growth” yang menunjukkan fokus perhatian pada pertumbuhan ekonomi.
Dalam sebuah pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa ASEAN harus menjadi wilayah yang stabil dan damai. Disampaikan pula bahwa ASEAN harus terus menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi.
Baca Juga: koran-sindo.com
Disadari, tugas ini sangat berat, mengingat kepentingan negara anggota ASEAN masih beragam, apalagi kepentingan masyarakat yang sangat majemuk. Untuk itu, Pemerintah harus lebih aktif merangkul semua stakeholders, termasuk ormas keagamaan, untuk bekerja sama mewujudkan tujuan ASEAN.
ASEAN didirikan pada 8 Agustus 1967 oleh lima negara, yaitu: Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura dan Thailand. Dalam perkembangannya sampai akhir abad 20 jumlah anggota meningkat jadi 10 negara (tambah Brunei, Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam) dan tahun ini anggotanya menjadi 11 (tambah Timor Leste).
Dalam Deklarasi ASEAN 1967 disepakati pembentukan ASEAN untuk mencapai tujuh butir tujuan, di antaranya yang terpenting adalah sebagai forum kerja sama ekonomi dan sosial budaya, dan kerja sama mewujudkan perdamaian dan stabilitas kawasan.
Tulisan ini dimaksudkan untuk menyambut keketuaan Indonesia di ASEAN, khususnya untuk membahas pentingnya forum dialog lintas agama yang lebih intensif dalam upaya mewujudkan Komunitas ASEAN.
Dari Kawasan Benturan Peradaban ke Kawasan Damai
Dalam sejarah Asia Tenggara kita secara umum mengetahui terjadinya konflik akibat benturan antarperadaban dan agama di kawasan, khususnya di Indonesia. Untuk Asia Tenggara di luar Indonesia kita melihat ada empat kasus konflik yang menonjol, yaitu kasus konflik di Filipina Selatan, Thailand Selatan, Rohingya dan Kamboja.
Konflik Filipina Selatan (Mindanao) merupakan konflik akibat benturan dari dua agama besar (Islam dan Katolik) meskipun ada juga unsur etnisitas. Konflik ini berakar sejak abad 16 yaitu antara Kesultanan/Kedatuan yang sudah ada di Filipina dengan penjajah Spanyol yang datang belakangan.