Menavigasi Ekonomi Daerah dalam Pergolakan Global

Kamis, 15 Desember 2022 - 12:20 WIB
loading...
Menavigasi Ekonomi Daerah...
Adhitya Wardhono (Foto: Ist)
A A A
Adhitya Wardhono
Dosen dan Peneliti Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis-Universitas Jember, Koordinator Kelompok Riset Behavioral Economics on Monetary, Financial, and Development Policy” (Ke-Ris Benefitly)- Universitas Jember

KINERJA ekonomi daerah secara agregatif diyakini bisa menjadi pilar pergerakan ekonomi nasional. Meski, nuasa kecemasan kinerja ekonomi daerah kini mirip akhir 2019 lalu. Ketika itu kecemasan dunia membuncah melalui perseteruan pelik soal dagang Amerika-Tiongkok.

Kini tak jauh beda meski dengan pernik-pernik lebih tajam di tengah pemulihan pandemi. Mengarus pada hasil Laporan Nusantara BI rilis Oktober 2022 lalu, perekonomian terkini masih eksis dan diperkirakan terus tumbuh dalam kisaran 4,5% hingga 5,3%.

Dalam perspektif spasial, ekonomi daerah sangat bertumpu pada permintaan domestik, khususnya kinerja ekspor. Ini terbukti dari kontribusi ekspor nonmigas berbasis sumber daya alam (SDA) hingga triwulan III di berbagai daerah yang masih kuat. Sehingga secara tidak langsung ikut menopang perbaikan lapangan usaha, seperti pertambangan dan pengolahan.

Baca Juga: koran-sindo.com

Sebagaimana dipaparkan Nicholas Kaldor, ekonom bermazhab Post Keynesian, perekonomian daerah sejatinya memang didorong oleh ekspor. Baginya, komponen ekspor adalah satu-satunya permintaan agregat yang bersifat otonom baik di tingkat regional maupun nasional. Sedangkan permintaan dari konsumsi dan investasi, dianggapnya sebagai hasil dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Logikanya bisa dirunut dari konsep animal spirit, di mana keputusan para agen ekonomi didasarkan pada aspek psikologis seperti optimisme prospek pertumbuhan ekonomi.

Bisa ditarik simpulan bahwa aktivitas ekspor menjadi instrumen penting mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang nantinya berujung pada kinerja ekonomi nasional.

Pada titik ini, masuk akal bila daerah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), dan Bali-Nusa Tenggara (Balinusra) sangat beruntung dan memiliki kontribusi besar pada perekonomian nasional. Pasalnya, katalisator perekonomian daerah tersebut berasal dari komoditas alam seperti CPO, batu bara, besi baja, serta tembaga yang diekspor. Di mana komoditas itu adalah ekspor andalan Indonesia.

Namun, dalam turbulensi ekonomi global, yang dimulai dari ketegangan geopolitik hingga kini, pelemahan ekonomi Tiongkok, dan pengetatan kebijakan di negara maju, membuat proyeksi di tahun 2023 menjadi suram. Ini menarik bila coba ditelisik dari periskop ekonomi daerah.

Reseliensi Ekonomi Daerah
Kendati isu resesi yang berhembus kencang, kinerja ekspor di Sumatera dan Kalimantan masih diperkirakan tinggi. Sebabnya, harga batu bara masih mahal disertai dengan kebutuhan energi global yang tinggi. Lebih dari itu, cuaca yang bersahabat dan ketersediaan alat berat yang memadai membuat kinerja produksi batu bara lebih baik.

Di daerah Balinusra, peningkatan kapasitas pertambangan dan permintaan yang masih tinggi dari Korea dan Jepang membuat ekspor konsentrat tembaga diperkirakan tetap aman. Sementara itu di daerah Sulampua, peningkatan commissioning smelter dan produksi yang lebih tinggi juga diproyeksikan akan mendorong kinerja ekspor lebih kuat. Di lain sisi, performa ekspor daerah Jawa juga diperkirakan masih tetap terjaga karena ada peluang ekspor otomotif akibat penurunan freight cost container serta pembukaan kebijakan safeguard di Filipina.

Namun, perlu dicatat bahwa pelemahan ekonomi Tiongkok sempat melemahkan kinerja ekspor berbagai produk manufaktur andalan Jawa seperti produk alas kaki dan komponen pakaian. Secara keseluruhan, ekspor daerah masih memiliki prognosa yang baik dalam jangka menengah.

Tetapi bukan berarti tidak ada risiko sama sekali. Pasalnya, kuantitas ekspor relatif tidak mengalami perubahan. Dengan kata lain, tidak ada kenaikan produktivitas yang berarti. Memang harga komoditas global masih melambung tinggi, tetapi bisa saja kondisi ini mendadak berubah. Sinyalemen negatif akan prospek ekonomi yang tengah mengemuka saat ini berpotensi besar mengurangi optimisme para agen ke depan. Imbasnya mengarah ke pemanfaatan utilisasi kapasitas industri dalam ataupun luar negeri. Yang bilamana sampai terjadi, niscaya mengurangi aktivitas ekonomi dan permintaan agregat.

Siklus semula yaitu commodity boom bisa tiba-tiba berganti jadi commodity bust, artinya terjadi penurunan harga komoditas global. Jika terjadi, maka kilauan ekspor daerah dan pertumbuhan ekonomi bisa segera meredup. Salah satu sinyal yang patut diperhatikan adalah harga minyak dunia yang terus anjlok.

Penguatan Strategi Daerah
Ke depan, arah penguatan strategi perekonomian daerah perlu dipastikan dalam kerangka peningkatan produktivitas dan kualitas ekspor daerah. Strategi relevan untuk menjawab masalah tersebut salah satunya adalah hilirisasi yang bisa memperbaiki nilai tambah produk dan memperkuat struktur industri daerah.

Antisipasi perubahan peta pengembangan produk hilirisasi akibat pesatnya perkembangan teknologi baru juga diperlukan. Sehingga ada industri prioritas yang nantinya akan dikembangkan dalam jangka menengah-panjang.

Perkembangan terkini menunjukkan proses hilirisasi baru berjalan di daerah Jawa, Sulampua, dan Sumatera. Yang ditunjukkan oleh peningkatan komposisi produk berteknologi menengah-tinggi. Sementara itu, daerah Kalimantan dan Balinusra masih didominasi oleh produk berteknologi rendah. Ini menyuarakan masih ada kesenjangan pembangunan ekonomi dan teknologi antar daerah. Dengan demikian, strategi hilirisasi juga perlu memperhatikan aspek inklusivitas dan pemerataan.

Ke depan pemerintah perlu mendorong diversifikasi ekspor, baik dari sisi pasar dan produk. Serta optimalisasi pemanfaatan berbagai fasilitas perpajakan dan kepabeanan, seperti Kawasan Berikat dan Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KB dan KITE). Dari sisi impor, pemerintah perlu menekan ketergantungan impor melalui restrukturisasi kebutuhan bahan dasar yang bisa didapatkan dari dalam negeri. Ini bisa dikerjakan melalui koordinasi efektif dari berbagai stakeholder dan semua lini pelaku ekonomi.

Pada akhirnya, penegakan orientasi kebijakan yang mengarah pada penguatan struktural dan strategi yang bersifat outward looking adalah keharusan.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1278 seconds (0.1#10.140)