Keketuaan Indonesia di ASEAN dan Upaya Menjaga Stabilitas Asia Tenggara

Selasa, 13 Desember 2022 - 20:00 WIB
loading...
Keketuaan Indonesia di ASEAN dan Upaya Menjaga Stabilitas Asia Tenggara
Harryanto Aryodiguno, Ph.D, Dosen Jurusan Hubungan Internasional President University, Jababeka-Cikarang. Foto/Dok Pribadi
A A A
Harryanto Aryodiguno, Ph.D
Dosen Jurusan Hubungan Internasional President University

Dalam kerangka politik luar negeri bebas dan aktif, Indonesia tergabung dalam beberapa forum kerja sama ekonomi internasional dan tercatat sebagai satu-satunya negara yang menjadi anggota dalam tiga forum kerja sama ekonomi utama global dan kawasan, yaitu G20, APEC, dan ASEAN .

Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan oleh The Indonesian Council on World Affairs (ICWA) yang bekerja sama dengan Taipei Economic and Trade Office di Jakarta dengan topik “Challenges and Opportunities for ASEAN Under Indonesia's Chairmanship" di President University Lounge’s Room, Menara Batavia, Jakarta menjadi salah satu forum yang membahas kerangka politik luar negeri Indonesia, kerja sama ASEAN, maupun peran superpower seperti Amerika Serikat dan China.

Tantangan dan Peluang Bagi ASEAN di Bawah Komando Indonesia


Seperti yang kita ketahui, Indonesia menjadi Koordinator Kemitraan ASEAN telah membuktikan pentingnya sentralitas ASEAN di Kawasan Asia Tenggara. ASEAN dan Amerika Serikat pernah membahas prioritas kerja sama yang ingin dikembangkan oleh kedua kawasan di bawah pemerintahan Biden-Harris. Berbagai pernyataan AS pada pertemuan ASEAN dan Amerika serikat menunjukkan adanya perubahan arah kebijakan AS di ASEAN dari pemerintahan sebelumnya. AS diharapkan dapat meningkatkan keterlibatannya di Kawasan melalui berbagai inisiatif, salah satunya bantuan pendanaan Covid-19 sebesar USD112 juta ke ASEAN.



ASEAN merupakan kawasan strategis dan penting bagi Amerika Serikat. Selama ini sentralitas ASEAN menjadi kunci untuk menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan di Asia Tenggara. ASEAN akan terus berkembang untuk merespons kondisi dan situasi internasional, mulai dari perumusan Treaty of Amity and Cooperation (TAC), ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP), dan penandatanganan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

Pentingnya sentralitas ASEAN sangat berperan dalam mewujudkan kawasan Asia Tenggara yang damai, stabil, dan sejahtera. Sentralitas ASEAN juga dibangun oleh komitmen para mitra yang berpegang teguh pada mekanisme dan prinsip ASEAN yang ada. Selama ini, permasalahan yang terkait Laut China Selatan, AS dan negara-negara ASEAN dapat menjaga situasi damai untuk menghindari eskalasi konflik di Laut China Selatan. Dalam berbagai kesempatan, Indonesia sering mendorong AS untuk meratifikasi UNCLOS.

Perencanaan itu juga mengusulkan beberapa kerja sama yang bisa dijajaki ASEAN dan AS, seperti kerja sama di bidang iklim, maritim, ekonomi digital, infrastruktur, dan kejahatan lintas batas.

Indonesia akan menjadi Country Coordinator untuk kemitraan ASEAN-AS dari Agustus 2021 hingga 2024. Indonesia berencana memprioritaskan kerja sama di bidang digitalisasi, ekonomi kreatif, UMKM, dan pengembangan sumber daya manusia selama periode koordinator.

Perlindungan HAM bagi Rakyat ASEAN

Tahun 2022 menandai peringatan 10 tahun Deklarasi Hak Asasi Manusia ASEAN, adalah kesempatan yang memberikan janji besar untuk mencapai komunitas yang lebih berpusat pada manusia yang menghormati hak asasi manusia.

Anggota ASEAN telah membuat kemajuan yang signifikan dalam pembangunan ekonomi dan sosial dan memperdalam rasa identitas bersama mereka. ASEAN juga mengambil peran sentral dalam diskusi keamanan regional melalui platform dan forum yang berbeda.

Kelompok regional ini patut dipuji karena mencoba mencari cara untuk melengkapi sistem hak asasi manusia internasional sebagai ekspresi dari universalitas hak asasi manusia. Tantangannya sekarang adalah memastikan mekanismenya berkembang sehingga dapat berdampak pada kehidupan semua orang pada hari ini, besok dan seterusnya.

Deklarasi tersebut, memang tidak sempurna – terutama menghilangkan referensi ke beberapa hak fundamental, seperti kebebasan berserikat, akan tetapi deklarasi tersebut akan mendapat manfaat dari keterlibatan yang lebih luas dengan aktor masyarakat sipil selama proses penyusunan dan pelaksanaan deklarasi.

Semua itu didahului dengan pembentukan mekanisme hak asasi manusia di regional ASEAN sendiri, Komisi Hak Asasi Manusia Antarpemerintah ASEAN (AICHR), dan badan khusus untuk pekerja migran, perempuan, dan anak-anak. Khususnya, lima dari 10 negara anggota ASEAN telah membentuk lembaga HAM nasional yang independen untuk memainkan peran perlindungan dan kemajuan di tingkat nasional.

Sebenarnya apa yang lebih baik untuk memulai konsultasi berbasis luas yang melibatkan aktor masyarakat sipil yang kuat dan pembela hak asasi manusia yang cakap di Kawasan ASEAN untuk mengidentifikasi cara agar kerangka kerja dan mekanisme ASEAN dapat diperkuat dan diperbarui? Ini akan mencakup cara untuk mendiversifikasi penunjukan anggota AICHR, meningkatkan kemandirian mereka dan memperluas mandat mereka dengan alat yang lebih efektif untuk mengefektifkan perlindungan terhadap HAM.

Tantangan hak asasi manusia yang signifikan tetap ada dan menjadi agak buruk dalam beberapa tahun terakhir karena dampak sosial dan ekonomi dari Covid-19 dan efek perubahan iklim dan cuaca ekstrem yang semakin sering dan parah.

Diskriminasi terus berlanjut terhadap etnis dan agama minoritas; masyarakat adat terus terancam di tanah mereka dan dalam budaya mereka, dan sebagai gambaran untuk perempuan dan minoritas seksual tetap ada dan selalu ada. Selain itu, negara-negara ASEAN merupakan sumber dan tuan rumah komunitas migran dan pengungsi yang massif dan merupakan kelompok yang seringkali menghadapi kondisi genting dan dengan status hukum yang tidak pasti.

Dalam banyak hal, ruang bagi masyarakat sipil dan media independen telah dibatasi oleh undang-undang yang represif dan gaya pemerintahan yang otoriter. Akibatnya, kebebasan berekspresi, berkumpul secara damai, dan aspirasi demokrasi sangat dibatasi di beberapa bagian wilayah. Dalam beberapa kasus, pendekatan dengan tangan besi terhadap pengendalian narkoba telah menyebabkan penjara penuh sesak, pembunuhan di luar hukum, dan jalan pintas menuju hukuman mati.

Menanggapi tren-tren perkembangan zaman yang lebih luas, situasi di Myanmar telah jatuh ke dalam kegelapan, dengan kejahatan internasional terhadap orang-orang Rohingya dan sekarang dengan penindasan brutal dari militer sejak perebutan kekuasaan dengan kudeta pada Januari 2021.

Kita harus mengakui hak atas lingkungan yang aman dan kondusif dalam menghadapi perubahan iklim, hilangnya hutan dan keanekaragaman hayati, serta dampak kabut lintas negara. Semakin jelas bahwa hak harus asasi manusia harus dilindungi di ruang digital dan online, di mana kebebasan berekspresi bertentangan dengan ujaran kebencian dan bahaya sosial yang lainnya. Para pelaku usaha semakin menyadari tanggung jawab mereka untuk menghormati hak asasi manusia, dan AICHR telah mulai melibatkan mereka sebagai konstituen untuk mendorong perubahan positif. Evolusi sosial yang cepat membuat kita memikirkan kembali peran gender tradisional dan menghadapi ketidaksetaraan dan stigma lainnya.

Saat ini kita juga semakin melihat mekanisme hak asasi manusia regional sebagai lini pertama pencegahan dan pembelaan terhadap hak asasi manusia, yang melengkapi standar internasional. Misalnya, di benua Afrika, biasanya lembaga-lembaga regional Afrika yang menjadi penanggap pertama kudeta dan krisis di kawasan Afrika. Dalam menanggapi keprihatinan seperti Myanmar, ASEAN perlu melampaui dimensi politik dan kemanusiaannya dan mencakup pendekatan hak asasi manusia yang lebih luas.

Dalam Pernyataan Phnom Penh tentang pengadopsian Deklarasi tersebut, para pemimpin ASEAN menjelaskan bahwa kerangka hak asasi ASEAN akan tetap berpijak pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) dan standar hak asasi manusia internasional. Saat ASEAN menandai peringatan ini – dan kita mendekati peringatan 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia – ini adalah kesempatan yang tepat bagi ASEAN untuk mempertimbangkan memperbarui dan memperkuat perangkat hak asasi manusia di kawasan ASEAN.

Kerja Sama Pertahanan ASEAN Tahun 2023

Penguatan kerja sama di bidang pertahanan dan keamanan sangat penting karena dapat membangun kepercayaan antaranggota ASEAN, kemampuan pertahanan, dan profesionalisme tentara di era sekarang, seperti menjunjung tinggi HAM. Selain itu, kerja sama pertahanan antar anggota ASEAN dapat memperkuat industri pertahanan dan kebijakan luar negeri negara anggota ASEAN.

Setiap negara anggota harus memperkuat profesionalisme pertahanan, menyiapkan berbagai kesiapan menghadapi ancaman seperti terorisme dan separatisme, serta harus menyiapkan keamanan yang kuat untuk menghadapi bencana alam, bantuan kemanusiaan, dan misi kemanusiaan lainnya. Sebagai negara kepulauan dan negara besar di ASEAN, Indonesia harus mewujudkan sinkronisasi ruang pertahanan dari setiap pulau, provinsi, dan kabupaten hingga kota terkecil.

ASEAN harus menjadi kawasan yang stabil dan damai serta jangkar bagi stabilitas dunia. Lebih lanjut, ASEAN harus konsisten menjunjung tinggi hukum internasional dan tidak menjadi proxy siapa pun dan negara mana pun. Contoh dari tidak menjadi proxy dari negara mana pun, seperti pertentangan Amerika Serikat dan China yang berkaitan dengan kedaulatan Taiwan. Indonesia telah mempertahankan kerja sama yang relatif moderat dengan Taiwan di bidang ekonomi dan budaya.

Pada Juni 2022, pangsa ekspor nonmigas Indonesia ke Taiwan mencapai US$690 juta, mencakup 2,82% ekspor Indonesia bulan Juni di tahun yang sama. Taiwan adalah negara tujuan terbesar kedelapan bagi ekspor Indonesia. Memang ekspor Indonesia ke Taiwan lebih kecil dibandingkan dengan China, yang mencakup 26,3% perdagangan Indonesia.

Jakarta dan Taipei juga menjalin kerja sama perdagangan timbal balik dalam produk minyak, besi dan baja, bahan baku tekstil, suku cadang mesin, dan bahan kimia. Tapi angka kerjasama dari Indonesia dan Taiwan tetap tidak signifikan dibandingkan dengan China.

Taiwan juga menjadi salah satu tujuan terpenting bagi pekerja rumah tangga Indonesia. Setidaknya ada 300.000 WNI di Taiwan, termasuk pekerja migran dan pekerja ilegal. Sedikitnya 237.000 pekerja migran tersebar di berbagai kota di Taiwan. Membandingkan hubungan Indonesia dengan China dan Taiwan, jelas mengapa kita mengerti bahwa Indonesia berpihak pada China. China memang memiliki pengaruh yang jauh lebih besar daripada Taiwan di sektor ekonomi.

Namun, Indonesia harus tetap waspada. Terlepas dari alasan yang dapat dimengerti dalam sikap Indonesia terhadap China, Indonesia harus tetap berhati-hati terhadap dampak ekonomi akibat konflik Taiwan-China. Badan Pusat Statistik (BPS) telah memperingatkan ketegangan dapat berdampak pada pasokan semikonduktor Indonesia - chip komputer yang dipasang di perangkat elektronik seperti ponsel dan komputer.

Taiwan saat ini mendominasi pasar manufaktur semikonduktor dunia. Perusahaan Manufaktur Semikonduktor Taiwan menyumbang sekitar 56% dari persediaan global. Hingga saat ini Taiwan Semiconductor Manufacturing Corporation masih menjadi pemasok semikonduktor terbesar ke Indonesia. Jika ketegangan berubah menjadi perang dagang, pasokan chip semikonduktor ke Indonesia bisa terpengaruh. Hal itu dapat menyebabkan biaya komponen untuk industri elektronik dan otomotif meningkat secara signifikan. Perusahaan seperti Honda dan Yamaha di Indonesia dikabarkan sempat menunda produksi akibat krisis tersebut.

Dalam hal politik, Indonesia harus berhati-hati dalam mengekspresikan sikap diplomatiknya dan mencegah dimanfaatkan sebagai proxy dalam konflik yang lebih luas antara AS dan China. Taiwan dengan Kebijakan Arah Selatan Baru bertujuan untuk membuat Taiwan tidak terlalu bergantung pada China daratan. Kebijakan ini tidak lepas dari pengaruh AS.

Ketegangan China-Taiwan telah memanas menyusul kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi ke Taiwan pada awal Agustus 2022. Jika China bergerak maju untuk mengambil tindakan agresif untuk menahan keterlibatan AS yang semakin besar di kawasan Asia, hal ini dapat memicu gesekan yang lebih besar di kawasan tersebut dan mengganggu stabilitas politik di Asia Tenggara. Hal ini juga bisa menjadi salah satu tantangan terberat bagi Indonesia sebagai Ketua ASEAN pada tahun 2023.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1728 seconds (0.1#10.140)