Dewas KPK Diminta Transparan Soal Laporan Dugaan Pelanggaran Etik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk transparan dalam menangani setiap laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh pegawai KPK. Sebab, kepercayaan masyarakat terhadap Dewas KPK diyakini bakal menurun jika tidak transparan.
(Baca juga: Geledah 5 Lokasi, KPK Sita Dokumen Terkait Suap Proyek Kutai Timur)
"Dewas KPK harusnya bersikap transparan dan melaporkan perkembangan dari laporan masyarakat. Sebab, apabila ini tidak dilakukan satu pemberitahuan atau pemberian informasi pada masyarakat, maka lambat laun masyarakat juga akan mengurangi intensitas laporan dan pengawasan publik," ujar Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Udayana, Jimmy Usfunan, Jumat (10/7/2020).
Menurut Jimmy, seharusnya Dewas KPK segera menyampaikan ke publik mengenai tindak lanjut proses dari laporan-laporan yang ada, misalnya kasus dugaan pelanggaran etik yang dilakukan penyidik KPK Hendrik Christian. (Baca juga: KPK Periksa 4 Saksi Terkait Suap di PT Dirgantara Indonesia)
Dia mengatakan, Dewas KPK juga perlu menyampaikan alasan kenapa kasus-kasus yang telah dilaporkan sebelumnya itu belum bisa dilakukan, sedangkan kasus-kasus yang dilaporkan belakangan yang didahulukan.
"Hal-hal semacam ini yang perlu disampaikan kepada publik, sehingga keberadaan Dewas KPK tetap mendapatkan kepercayaan publik yang baik dalam menjalankan tugas dan fungsinya," kata Jimmy.
Jimmy menjelaskan, dalam konstruksi pada Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK, keberadaan Dewas KPK lebih kepada kontrol pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.
Sehingga lanjut dia, implikasinya Dewas KPK menyusun dan menetapkan kode etik, menerima laporan dari masyarakat terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik pimpinan maupun pegawai KPK, serta menyelenggarakan sidang yang diduga pelanggaran etik itu sendiri.
"Secara internal sudah diatur dalam peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2020 tentang tata cara pemeriksaan dalam pelanggaran kode etik. Yang pada dasarnya mengatur dua mekanisme, adanya mekanisme pemeriksaan pendahuluan dan mekanisme sidang etik," katanya.
Adapun mengenai mekanisme pemeriksaan pendahuluan, dia mengatakan dilakukan untuk menindaklanjuti laporan-laporan pelanggaran kode etik yang masuk dari masyarakat. Sehingga dari pemeriksaan pendahuluan itu, akan ditentukan nantinya apakah sudah cukup bukti untuk bisa diteruskan dalam sidang etik atau tidak cukup bukti agar tidak bisa lagi diteruskan.
(Baca juga: Geledah 5 Lokasi, KPK Sita Dokumen Terkait Suap Proyek Kutai Timur)
"Dewas KPK harusnya bersikap transparan dan melaporkan perkembangan dari laporan masyarakat. Sebab, apabila ini tidak dilakukan satu pemberitahuan atau pemberian informasi pada masyarakat, maka lambat laun masyarakat juga akan mengurangi intensitas laporan dan pengawasan publik," ujar Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Udayana, Jimmy Usfunan, Jumat (10/7/2020).
Menurut Jimmy, seharusnya Dewas KPK segera menyampaikan ke publik mengenai tindak lanjut proses dari laporan-laporan yang ada, misalnya kasus dugaan pelanggaran etik yang dilakukan penyidik KPK Hendrik Christian. (Baca juga: KPK Periksa 4 Saksi Terkait Suap di PT Dirgantara Indonesia)
Dia mengatakan, Dewas KPK juga perlu menyampaikan alasan kenapa kasus-kasus yang telah dilaporkan sebelumnya itu belum bisa dilakukan, sedangkan kasus-kasus yang dilaporkan belakangan yang didahulukan.
"Hal-hal semacam ini yang perlu disampaikan kepada publik, sehingga keberadaan Dewas KPK tetap mendapatkan kepercayaan publik yang baik dalam menjalankan tugas dan fungsinya," kata Jimmy.
Jimmy menjelaskan, dalam konstruksi pada Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK, keberadaan Dewas KPK lebih kepada kontrol pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.
Sehingga lanjut dia, implikasinya Dewas KPK menyusun dan menetapkan kode etik, menerima laporan dari masyarakat terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik pimpinan maupun pegawai KPK, serta menyelenggarakan sidang yang diduga pelanggaran etik itu sendiri.
"Secara internal sudah diatur dalam peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2020 tentang tata cara pemeriksaan dalam pelanggaran kode etik. Yang pada dasarnya mengatur dua mekanisme, adanya mekanisme pemeriksaan pendahuluan dan mekanisme sidang etik," katanya.
Adapun mengenai mekanisme pemeriksaan pendahuluan, dia mengatakan dilakukan untuk menindaklanjuti laporan-laporan pelanggaran kode etik yang masuk dari masyarakat. Sehingga dari pemeriksaan pendahuluan itu, akan ditentukan nantinya apakah sudah cukup bukti untuk bisa diteruskan dalam sidang etik atau tidak cukup bukti agar tidak bisa lagi diteruskan.