Proyek Monorel Resmi Dihentikan

Kamis, 29 Januari 2015 - 12:25 WIB
Proyek Monorel Resmi...
Proyek Monorel Resmi Dihentikan
A A A
JAKARTA - Proyek pembangunan monorel dipastikan tidak akan dibangun di Ibu Kota. Pemprov DKI Jakarta lebih memilih fokus mengembangkan transportasi massal berupa light rail transit (LRT).

Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan, selain sedang menyiapkan surat pembatalan perjanjian kerja sama dengan PT Jakarta Monorail (JM), pihaknya juga meminta agar tiang-tiang pembangunan monorel di Jalan Asia Afrika dan Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan dihancurkan karena merusak estetika kota.

”Kami tidak dapat melanjutkan kerja sama dengan PT JM. Alasannya, 15 syarat yang disepakati dalam surat terdahulu tidak dipenuhi mereka,” kata dia di Balai Kota kemarin. Saefullah menjelaskan, berdasarkan hasil rapat internal yang diadakan beberapa waktu belakangan ini, DKI sepakat membatalkan proyek pembangunan monorel yang dikerjakan PT JM.

Di sela-sela itu juga pihaknya membahas nasib tiang-tiang monorel. Menurutnya, daripada mangkrak lantaran pembangunan terhenti, Pemprov DKI Jakarta meminta PT Adhi Karya sebagai pemilik aset membongkar tiang monorel. Saefullah memastikan proyek pembangunan monorel tidak dilanjutkan. Terlebih Jakarta tidak akan rugi lantaran modal pembangunan monorel bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ataupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).”Ya kami pastikan monorel tidak berlanjut,” ujarnya.

Pembangunan monorel di Ibu Kota dicanangkan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso pada 2002 untuk mengembangkan moda angkutan massal selain bus Transjakarta dan subway. Monorel di Jakarta terbagi dalam dua jalur. Rute jalur hijau (green line) yakni Semanggi-Casablanca- Kuningan-Semanggi dan jalur biru (blue line) meliputi Kampung Melayu-Casablanca- Tanah Abang-Roxy.

Pada 2004 konstruksi pun mulai dikerjakan dengan membuat tiangtiang pancang. Namun, pembangunan proyek ini tersendat-sendat. Harapan sempat muncul saat seremonial pemasangan batu pertama di Tugu 66, Kuningan, Jakarta Selatan pada Oktober 2013. Namun, setelah batu pertama dipancangkan belum berlanjut ke batu kedua. Alih-alih terlihat ada struktur konstruksinya, area konstruksi sama sekali tidak ada kegiatan.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lebih memilih mengembangkan LRT ketimbang monorel. Dari segi teknis dan pengembangan, LRT lebih mudah dibanding monorel. Terlebih pihaknya sudah memastikan PT JM gagal melanjutkan proyek senilai Rp12 triliun itu lantaran mereka tidak bisa menunjukkan bukti uang 30% atau Rp4 triliun. Mereka juga dinilai menyalahi pembangunan depo di Waduk Setiabudi dan Tanah Abang yang merusak tata ruang.

”Dari dulu kami minta mana bukti uang 30%. Mereka tetap ngotot hanya 1,5% sesuai peraturan Bappenas. Kalau gitu, jangan-jangan properti kami yang diminta, dibuat sebagai jualan lagi. Saya tidak setuju,” katanya. Biaya pembangunan LRT sebenarnya dimasukkan ke dalam APBD 2015 sebesar Rp7,5 triliun dengan penganggaran tahun jamak. Sayangnya, Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta menolak karena belum ada kajian matang.

Kendati ditolak, mantan bupati Belitung Timur itu tetap optimistis LRT dapat terealisasi sebelum perhelatan olahraga Asian Games digelar pada 2018. ”Memang saya masukkan ke APBD karena setelah saya hitung kalau swasta mau (kelola), kita masih untung. Kalau untung, kita punya duit, ngapain kita kasih swasta. Ini kan transportasi umum. Kenapa enggak kita ambil untungnya lalu subsidi untuk beli bus atau kereta yang lebih murah,” ungkapnya.

Ahok mengubah strategi dalam membangun LRT. Tahap awal Ahok mempercayakan pihak swasta mengelola dua koridor. Setelah itu Pemprov DKI Jakarta yang akan melanjutkan pembangunan koridor berikutnya dari hasil keuntungan dua koridor awal. ”Kalau untung, nanti lima koridor akan kita biayainsendiri,” tandasnya.

Direktur Utama PT Adhi Karya Kiswodarmawan belum bisa memberikan keterangan mengenai nasib tiang monorel. Saat dihubungi, dia hanya menjawab tidak tahu. ”Saya enggak tahu,” jawabnya dengan langsung memutus percakapan via telepon. Begitu juga dengan Direktur PT JM Sukmawati Syukur.

Sebelumnya dia menyebutkan tiang monorel di Jalan Asia Afrika dan Rasuna Said merupakan aset PT Adhi Karya. Apabila PT JM melanjutkan proyek monorel, mereka harus membayar Rp135 miliar kepada PT Adhi Karya. ”Saya tidak mau berkomentar sebelum surat resmi dari gubernur soal monorel sampai di kami,” ungkapnya.

Pengamat transportasi Unika Soegijapranata, Joko Triyono, mengatakan, Jakarta memang membutuhkan transportasi massal berbentuk apa pun. Namun, jika melihat perbandingan antaran monorel dan LRT, dia sependapat dengan Pemprov DKI Jakarta yang lebih memilih LRT. ”Monorel itu ada di tengah kota. Jakarta ini butuh transportasi di pergerakan kawasan permukiman seperti yang terkonsep dalam LRT,” katanya.

Dari sisi daya tampung, LRT juga lebih mampu banyak menampung penumpang. LRT terdiri atas enam gerbong, sementara monorel hanya empat gerbong. ”Sebenarnya lebih enak bangun sendiri, otomatis tarif lebih murah. Jakarta mampu kok, duitnya banyak,” sebutnya.

Bima setiyadi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0679 seconds (0.1#10.140)