Cara Halus Soeharto Tolak 3 Letjen Jadi Panglima TNI, Malah Pilih Jenderal Bintang 2

Senin, 28 November 2022 - 13:11 WIB
loading...
Cara Halus Soeharto Tolak 3 Letjen Jadi Panglima TNI, Malah Pilih Jenderal Bintang 2
Tiga nama jenderal bintang 3 TNI AD mencuat sebagai kandidat Panglima TNI pengganti Jenderal TNI M Jusuf. Namun, Presiden Soeharto malah memilih Mayjen TNI Leonardus Benyamin Moerdani. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Bursa calon Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (kini Panglima TNI ) menghangat pada akhir 1982. Nama-nama perwira tinggi mulai menyeruak ke permukaan jelang berakhirnya masa pengabdian Pangab Jenderal TNI Andi Muhammad Jusuf.

Informasi yang beredar, Mabes TNI menyetorkan tiga nama jenderal bintang tiga kepada Presiden Soeharto. Tiga nama tersebut yakni Pangkowilhan I Sumatera Letjen TNI Soesilo Sudarman, Pangkowilhan II Jawa Madura Letjen TNI Yogie S Memet, dan Pangkowilhan III Letjen TNI Himawan Susanto.

Tiga nama ini bukan jenderal sembarangan. Selain sosok senior, mereka merupakan perwira tempur yang tak diragukan lagi kapasitas dan kapabilitasnya. Jasa-jasa mereka dalam menjaga NKRI juga luar biasa.

Sebut saja misalnya Letjen TNI Himawan Susanto. Jenderal berkumis tebal lulusan Akademi Militer Jogjakarta 1948 ini turut bertempur melawan Belanda. Setelah itu, prajurit Divisi III Siliwangi ini turut serta melawan pemberontakan DI/TII. Kemudian menumpas PKI di Madiun.

Begitu pula Letjen Yogie S Memet. Jenderal Baret Merah yang banyak berkecimpung di Pasukan Kujang Divisi III Siliwangi ini keluar masuk hutan untuk menumpas pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan. Karena prestasinya yang menonjol, dia pernah dipercaya memegang tiga jabatan sekaligus: Danjen Kopassus, Pangdam Siliwangi, dan Pangkowilhan.

Letjen TNI Soesilo juga lulusan Akademi Militer Jogjakarta. Kariernya banyak dihiasi dengan pertempuran melawan agresi Belanda. Sebagaimana Himawan, dia juga terlibat operasi penumpasan PKI-Madiun 1948. Soesilo juga ikut Operasi Perang Kemerdekaan II di wilayah sekitar Jogja, bergabung dalam kesatuan Sub-Werkhreise 104, Werkhreise III.

Lantas siapa yang dipilih Soeharto? Ternyata tidak satu pun dari mereka. Soeharto secara mengejutkan justru memilih jenderal bintang dua alias mayor jenderal, sosok yang sebenarnya secara kepangkatan masih di bawah tiga jenderal top tersebut. Siapa dia?

Benny Moerdani Jadi Panglima
Bukan Soesilo, Himawan, atau Yogie yang ditunjuk Soeharto untuk menjadi orang nomor satu di militer Indonesia. Mantan Pangkostrad itu lebih memilih Mayjen TNI Leonardus Benyamin Moerdani.

Ketika memutuskan Benny sebagai Panglima ABRI, Soeharto menggunakan caranya yang sangat khas. Kalem dan halus. Maksudnya, Soeharto tak langsung menyebut nama Benny sebagai penerus Jusuf, melainkan dengan kode tertentu.

Saat disodorkan tiga nama jenderal bintang tiga itu oleh Mabes TNI, Soeharto justru bertanya.

“Benny ada di mana sekarang?” tanya Pak Harto dikisahkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dalam buku biografinya “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto”, dikutip Senin (28/11/2022).

Pertanyaan Soeharto itu jelas sebuah sinyal. Menurut Prabowo, tidak mungkin Pak Harto tidak tahu di mana Benny Moerdani berada. Untuk diketahui, saat itu Benny menjabat Asintel Hankam. Serdadu didikan tokoh intelijen Ali Moertopo itu menjabat Asintel dalam waktu lama.

Persoalannya, Benny Moerdani kala itu masih mayjen. Lazimnya, Panglima TNI diambil dari jenderal bintang empat dari kepala staf angkatan atau jenderal bintang tiga sehingga promosi ke bintang empat. Mabes TNI pun menanyakan soal ini. Soeharto menjawab enteng.

“Ya sudah, jadikan saja Benny letjen segera,” titah Soeharto, ditulis Prabowo.

Di era Orde Baru, siapa berani melawan Soeharto? Begitu mendengar pernyataan itu, Benny pun tak lama naik pangkat menjadi letjen. Tak lama, jenderal telik sandi kelahiran Blora, Jawa Tengah itu akhirnya ditunjuk sebagai Panglima TNI menggantikan Jenderal Jusuf.

Dalam pandangan Prabowo, keputusan Pak Harto mengangkat Benny menunjukkan Presiden ke-2 RI tersebut tidak lupa pada orang yang berjasa bagi negara. Siapa pun tahu, Benny merupakan perwira Baret Merah yang menjadi komandan salah satu tim Operasi Naga untuk membebaskan Irian Barat (kini Papua).

Pak Harto, kata Prabowo, seorang panglima perang. Karena itu dia menilai orang tidak dari riwayat hidup formal, jabatan atau gelar-gelar akademis tertentu, tapi dengan prestasi lapangan. Bagi Pak Harto, orang yang siap mati ke daerah operasi (dikenal dengan istilah one way ticket di kalangan TNI) merupakan pribadi-pribadi khusus. Faktor itu lah yang dinilai menjadi alasan jenderal besar itu memilih Benny sebagai Panglima ABRI.

Benny Moerdani menjabat sebagai Panglima pada kurun waktu 28 Maret 1983 hingga 27 Februari 1988. Sudah jelas ketika itu dia termasuk jenderal yang dilabeli ‘Orang Soeharto’ karena kesetiaannya.

Tidak mengherankan dia juga kerap dilabeli sebagai sosok yang 'menghabisi' rival-rival politik Presiden. Pendek kata, Benny merupaka kartu As Soeharto untuk mengamankan semua urusan hankam dan sosial politik Indonesia.

"Ketika Benny menjabat Panglima ABRI sekaligus Panglima Kopkamtib tahun 1983 hingga 1988, nyaris tak terdengar ada gerakan makar melawan pemerintah," kata Floberiberta Aning S dalam tulisannya di buku "100 Tokoh yang Mengubah Indonesia: Biografi Singkat Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah Indonesia Abad 20."

Namun keberanian Benny mengingatkan tentang sepak terjang bisnis anak-anak Pak Harto telah membuat The Smiling General (julukan Soeharto) itu murka. Benny pun tersingkir dari ring satu Cendana.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1457 seconds (0.1#10.140)