Urun Rembug untuk RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan

Sabtu, 12 November 2022 - 08:23 WIB
loading...
Urun Rembug untuk RUU...
Abdul Mongid. FOTO/DOK KORAN SINDO
A A A
Abdul Mongid
Senior Economist pada Segara Institut
Gurubesar UHW Perbanas Surabaya

Beberapa waktu lalu para ekonom khususnyafinancial economist diundang hadir pada suatu forum yang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Di publik RUU ini lebih populer sebagai Omnibus Law Sektor Keuangan.

Pada acara yang diberi “merek” Konsultasi Publik itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa keuangan (OJK) bersatu dalam forum itu. Mungkin karena RUU ini inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan sudah masuk sebagai Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas), maka Kemenkeu, BI dan OJK bersatu dalam satu kubu menghadapi DPR.

RUU P2SK sangat strategis karena akan memberi fondasi bagi operasionaliasi visi sistem keuangan 20 tahun ke depan. Pasalnya, perkembangan ekonomi global dipastikan mengubah struktur dan proses kerja ekonomi dan keuangan. Ini memerlukan landasan yang sifatnya antisipatif dan memberi ruang fleksible untuk merespons kebijakan yang cepat. RUU P2SK akan mengamandemen berbagai UU baik ketentuan yang mengatur otoritas maupun yang mengatur industri keuangan.

Ada dua tantangan yang harus mampu dijawab RUU P2SK.Pertama, perkembangan ekonomi dunia ke depan yang dicirikan dengan VUCA yaituVolatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguitydi mana lingkungan ekonomi berubah total dengan potensi risiko krisis kian besar. Kedua, dengan kian berkembang dan majunya industri jasa keuangan, maka otomatis risiko dan tantangan yang dihadapi semakin berat. Ini ditambah dengan terjadinya disrupsi di mana teknologi keuangan (fintech),shadow bankingdan internasionalisasi jasa keuangan bisa membuat kerawanan terjadinya krisis meningkat.

Para ahli menyatakan, akan ada perubahan besar di jagad keuangan dengan adanya praktik berbasis pasar dan dominasi lembaga keuangan non bank. Ini tentu perlu pengaturan ulang mengingat Indonesia adalah sistem keuangan berbasis bank. Diperlukan memerlukan model pengaturan yang baru khususnya melalui UU P2SK. Apalagi daya tahan sistem keuangan berbasis pasar ditentukan secara khusus oleh sistem itu sendiri bukan oleh individu lembaga keuangan.



Melihat tren saat ini, teknologi menggantikan banyak peran, seperti berkembangnya aset kripto dan terjadinya interkoneksi yang tinggi. Ini berarti risiko bisa muncul dari teknologi dan lembaga yang mengendalikan teknologi keuangan. Masalahnya, sejauh mana teknologi diterapkan di sektor keuangan dan bagaimana akan diatur, semuanya masih “gelap”.

Untuk itu, perkembangan ini perlu diwaspadai karena berimplikasi serius. Misalnya saja, proses transmisi menujugreeneconomyyang berpotensi menimbulkan problem besar bagi perusahaan yang sudah memberi kredit khususnya bank dan investor di sektor “black economy” seperti batubara.

Semangat Renovasi
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1219 seconds (0.1#10.140)