Pemberdayaan Kesehatan: Kembali ke Nusantara Sehat
loading...
A
A
A
Zaenal Abidin
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia, Periode 2012 - 2015
BILA kita mencita-citakan kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan maka perlu dilakukan pemberdayaan kesehatan.Pemberdayaan kesehatan adalah bagian dari strategi global promosi kesehatan. Berdasarkan sasaran utamanya, dapat dibagi menjadi tiga, yakni makro (kabupaten/kota, nasional, global), mezzo (organisasi), dan mikro (masyakatat).
Pemberdayaan kesehatan yang ditujukan langsung kepada masyarakat (individu, keluarga dan kelompok) dapat diwujudkan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan dan gizi, bercocok tanam, latihan menjahit, dan sebagainya. Pemberdayaan mikro ini diharapakan dapat menambah kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Baca Juga: koran-sindo,com
Sedang pemberdayaan yang ditujukan kepada organisasi (mezzo) dimaksudkan untuk menguatkan kapasitas organisasi, baik individu anggota maupun kelembagaan agar kelak mampu berperan sebagai aktor pemberdaya. Hal ini dapat dilakukan kepada organisasi profesi: IDI (dokter), PDGI (dokter gigi), PPNI (perawat), IBI (bidan), IAI (apoteker), PERSAKMI (sarjana dan profesi kesehatan masyarakat), HAKLI (ahli kesehatan lingkungan), HIMPSI (psikolog), dan lainnya. Selain organisasi profesi dapat pula dilakukan kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM), yayasan, posyandu, PKK, dan perkumpulan lain.
Kali ini penulis hanya ingin membicarakan pemberdayaan kesehatan pada tingkat mikro (masyarakat). Melakukan pemberdayaan kesehatan seringkali muncul kendala, baik dari sisi masyarakat atau organisasi maupun aktor pemberdayanya sendiri. Dari sisi masyarakat, disebabkan karena belum sadar bahwa pengetahuan dan pemahamannya dalam bidang kesehatan masih kurang. Sementara dari pihak aktor pemberdaya, dapat karena perencanaan kurang matang, konflik motivasi, inovasi tidak berkembang, kurang finansil, penolakan pihak tertentu, hubungan sosial, sulit mengakhiri, dan seterusnya.
Tahapan Pemberdayaan
Hakikat pemberdayaan kesehatan adalah menciptakan suasana yang memungkinkan daya atau potensi kesehatan masyarakat berkembang (enabling). Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyakarat yang sama sekali tanpa daya. Setiap mereka pasti memliki daya, hanya terkadang mereka tidak menyadari atau dayanya belum diketahui dengan baik.
Pemberdayaan tidak berlangsung selamanya. Hanya sampai membangun daya dengan cara mendorong, memotivasi, membangkitkan kesadaran, serta mengantar target ke tahap mampu mandiri. Setelah itu target dibiarkan mandiri meski kadang masih perlu dipantau dari jauh agar tidak kembali jatuh.
Berikut ini beberapa tahapan yang harus dilalui oleh masyarakat untuk mencapai level mandiri. Tahap pertama, timbulnya kesadaran bahwa mereka menghadapi masalah dalam pemandirian kesehatannya, namun belum tahu dan paham cara mengatasinya. Tahap kedua, timbulnya kesadaran dan tahu bahwa mereka sebetulnya punya daya atau potensi untuk dapat sehat secara mandiri.
Tahap ketiga, timbulnya kemauan atau kehendak untuk melakukan tindakan atau perilaku sehat, sebagai kelanjutan dari pemahaman terhadap kesehatan. Tahap keempat, terwujudnya tindakan atau perilaku hidup sehat secara mandiri di tengah masyarakat. Masyarakat yang sudah mampu mencukupi sarana, prasarana, dan fasilitas kesehatannya dapat dikatakan telah berkemampuan untuk hidup sehat secara mandiri.
Indikator Keberhasilan Pemberdayaan
Menurut Soekidjo Notoatmodjo, keberhasilan pemberdayaan kesehatan dapat menggunakan indikator yang mengacu kepada pendekatan sistem, yaitu: Input, proses, output, dan outcome.
Indikator input, meliputi: Sumber daya manusia, besaran dana yang digunakan, serta bahan dan alat atau materi lain yang digunakan untuk pemberdayaan kesehatan. Sementara indikator proses dapat berupa: Jumlah penyuluhan kesehatan yang diselenggarakan, frekuensi dan jenis pelatihan yang dilakukan, jumlah tokoh masyaralat yang telah dilatih, dan pertemuan lain yang mendorong partisipasai aktif masyakatat.
Indikator ouput, antara lain: Jumlah dan jenis upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang terbentuk, jumlah anggota masyarakat yang telah meningkat pengetahuannya dan berperilaku hidup sehat, jumlah anggota keluarga yang meningkat pendapatannya, serta meningkatnya fasilitas kesehatan permanen di tengah masyarakat.
Sementara indikator outcome, misalnya dapat dilihat dengan menurunnya angka kesakitan dalam masyarakat, menurunnya angka kematian, menurunnya angka stunting dan meningkatnya status gizi anak dan balita, menurunnya angka kematian bayi, dan sebagainya.
Selain indikator di atas, masyarakat dapat dikatakan telah mandiri di bidang kesehatan bila telah memenuhi kemampuan berikut ini: a) Mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang memengaruhinya. b) Mengatasi masalah kesehatan mereka secara mandiri. c) Memelihara dan melindungi diri, baik individu maupun keluarga dari berbagai ancaman kesehatan. d) Meningkatkan kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat.
Kembali ke Nusantara Sehat
Salah satu program pemberdaaan kesehatan yang relatif baru adalah Pencerah Nusantara. Pencerah Nusantara ini digagas Prof. Nila F. Moeloek ketika menjadi Utusan Khusus Presiden untuk MGDs. Kemudian berlanjut setelah beliau diangkat menjadi Menteri Kesehatan RI (2014-2019), dengan nama Nusantara Sehat.
Pencerah Nusantara maupun Nusantara Sehat tentu saja dapat dikatakan lebih maju dibanding Program Kesehatan Masyarakat Desa yang diselenggarakan pemerintah pasca penyerahan kedaulatan kepada Indonesia, yang kemampuan sumber daya manusianya sangat terbatas. Sementara Pencerah Nusantara dan Nusantara Sehat, semua aktor pemberdayanya adalah sarjana.
Ada dokter, dokter gigi, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, teknologi laboratorium, gizi, psikolog, dan kefarmasian. Sebelum turun ke lokasi pun para aktor telah dipersiapkan dengan sangat sebaik.
Ke depan, program ini perlu terus dikembangkan secara bersinambung, terutama untuk mengisi daerah yang selama ini tidak diminati. Tidak perlu berhenti hanya karena pergantian pejabat dan menteri.
Pencerah Nusantara atau Nusantara Sehat adalah program berbasis tim yang dapat menjadi salah satu solusi alternatif atas maldistribusi dokter dan tenaga kesehatan yang marak dibicarakan terakhir ini. Memperkuat pelayanan kesehatan primer di daerah yang mengalami masalah kesehatan, seperti perbatasan, pedalaman dan kepulauan.
Selain itu mereka juga diharapkan melahirkan inovasi baru di bidang kesehatan masyarakat. Inovasi untuk melindungi dan memberdayakan masyarakat yang masih sehat (80-85% dari populasi) agar tidak jatuh sakit. Membuat orang yang kurang paham kesehatan menjadi paham dan menjadikannya budaya dalam hidup kesehariannya.
Karena itu, peran aktor pemberdaya dalam proses pemberdayaan kesehatan sangat penting. Mereka menjadi inspirator, inisiator, motivator, koordinator, planner, fasilitator, dan komunikator kesehatan di tengah masyarakat.
Mencita-citakan kemandirian kesehatan memang perlu disertai program pemberdayaan. Tanpa pemberdayaan khawatir hanya menjadi angan-angan belaka. Namun, ketika masyarakat sudah sadar daya dan telah mencapai tingkat kemandirian mengelola program kesehatannya maka aktor pemberdaya harus secara perlahan-lahan mundur dari program dan menciptakan lagi program baru yang relevan untuk masyarakat.
Setidaknya ada tiga alasan untuk mengakhiri program dan menciptkan program baru yang berkelanjutan. Pertama, karena masyakarat sudah sadar memiliki daya dan juga telah berdaya untuk hidup sehat secara mandiri. Kedua, agar masyarakat tidak terjebak dalam perangkap ketergantungan baru (charity).
Ketiga, para aktor pemberdaya dapat menciptakan program baru untuk masyarakat tersebut atau berpindah sasaran dengan program yang sama. “Dan apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS. Al-Insyirah: 7). Wallahu a'lam bishawab.
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia, Periode 2012 - 2015
BILA kita mencita-citakan kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan maka perlu dilakukan pemberdayaan kesehatan.Pemberdayaan kesehatan adalah bagian dari strategi global promosi kesehatan. Berdasarkan sasaran utamanya, dapat dibagi menjadi tiga, yakni makro (kabupaten/kota, nasional, global), mezzo (organisasi), dan mikro (masyakatat).
Pemberdayaan kesehatan yang ditujukan langsung kepada masyarakat (individu, keluarga dan kelompok) dapat diwujudkan melalui kegiatan penyuluhan kesehatan dan gizi, bercocok tanam, latihan menjahit, dan sebagainya. Pemberdayaan mikro ini diharapakan dapat menambah kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Baca Juga: koran-sindo,com
Sedang pemberdayaan yang ditujukan kepada organisasi (mezzo) dimaksudkan untuk menguatkan kapasitas organisasi, baik individu anggota maupun kelembagaan agar kelak mampu berperan sebagai aktor pemberdaya. Hal ini dapat dilakukan kepada organisasi profesi: IDI (dokter), PDGI (dokter gigi), PPNI (perawat), IBI (bidan), IAI (apoteker), PERSAKMI (sarjana dan profesi kesehatan masyarakat), HAKLI (ahli kesehatan lingkungan), HIMPSI (psikolog), dan lainnya. Selain organisasi profesi dapat pula dilakukan kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM), yayasan, posyandu, PKK, dan perkumpulan lain.
Kali ini penulis hanya ingin membicarakan pemberdayaan kesehatan pada tingkat mikro (masyarakat). Melakukan pemberdayaan kesehatan seringkali muncul kendala, baik dari sisi masyarakat atau organisasi maupun aktor pemberdayanya sendiri. Dari sisi masyarakat, disebabkan karena belum sadar bahwa pengetahuan dan pemahamannya dalam bidang kesehatan masih kurang. Sementara dari pihak aktor pemberdaya, dapat karena perencanaan kurang matang, konflik motivasi, inovasi tidak berkembang, kurang finansil, penolakan pihak tertentu, hubungan sosial, sulit mengakhiri, dan seterusnya.
Tahapan Pemberdayaan
Hakikat pemberdayaan kesehatan adalah menciptakan suasana yang memungkinkan daya atau potensi kesehatan masyarakat berkembang (enabling). Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyakarat yang sama sekali tanpa daya. Setiap mereka pasti memliki daya, hanya terkadang mereka tidak menyadari atau dayanya belum diketahui dengan baik.
Pemberdayaan tidak berlangsung selamanya. Hanya sampai membangun daya dengan cara mendorong, memotivasi, membangkitkan kesadaran, serta mengantar target ke tahap mampu mandiri. Setelah itu target dibiarkan mandiri meski kadang masih perlu dipantau dari jauh agar tidak kembali jatuh.
Berikut ini beberapa tahapan yang harus dilalui oleh masyarakat untuk mencapai level mandiri. Tahap pertama, timbulnya kesadaran bahwa mereka menghadapi masalah dalam pemandirian kesehatannya, namun belum tahu dan paham cara mengatasinya. Tahap kedua, timbulnya kesadaran dan tahu bahwa mereka sebetulnya punya daya atau potensi untuk dapat sehat secara mandiri.
Tahap ketiga, timbulnya kemauan atau kehendak untuk melakukan tindakan atau perilaku sehat, sebagai kelanjutan dari pemahaman terhadap kesehatan. Tahap keempat, terwujudnya tindakan atau perilaku hidup sehat secara mandiri di tengah masyarakat. Masyarakat yang sudah mampu mencukupi sarana, prasarana, dan fasilitas kesehatannya dapat dikatakan telah berkemampuan untuk hidup sehat secara mandiri.
Indikator Keberhasilan Pemberdayaan
Menurut Soekidjo Notoatmodjo, keberhasilan pemberdayaan kesehatan dapat menggunakan indikator yang mengacu kepada pendekatan sistem, yaitu: Input, proses, output, dan outcome.
Indikator input, meliputi: Sumber daya manusia, besaran dana yang digunakan, serta bahan dan alat atau materi lain yang digunakan untuk pemberdayaan kesehatan. Sementara indikator proses dapat berupa: Jumlah penyuluhan kesehatan yang diselenggarakan, frekuensi dan jenis pelatihan yang dilakukan, jumlah tokoh masyaralat yang telah dilatih, dan pertemuan lain yang mendorong partisipasai aktif masyakatat.
Indikator ouput, antara lain: Jumlah dan jenis upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang terbentuk, jumlah anggota masyarakat yang telah meningkat pengetahuannya dan berperilaku hidup sehat, jumlah anggota keluarga yang meningkat pendapatannya, serta meningkatnya fasilitas kesehatan permanen di tengah masyarakat.
Sementara indikator outcome, misalnya dapat dilihat dengan menurunnya angka kesakitan dalam masyarakat, menurunnya angka kematian, menurunnya angka stunting dan meningkatnya status gizi anak dan balita, menurunnya angka kematian bayi, dan sebagainya.
Selain indikator di atas, masyarakat dapat dikatakan telah mandiri di bidang kesehatan bila telah memenuhi kemampuan berikut ini: a) Mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang memengaruhinya. b) Mengatasi masalah kesehatan mereka secara mandiri. c) Memelihara dan melindungi diri, baik individu maupun keluarga dari berbagai ancaman kesehatan. d) Meningkatkan kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat.
Kembali ke Nusantara Sehat
Salah satu program pemberdaaan kesehatan yang relatif baru adalah Pencerah Nusantara. Pencerah Nusantara ini digagas Prof. Nila F. Moeloek ketika menjadi Utusan Khusus Presiden untuk MGDs. Kemudian berlanjut setelah beliau diangkat menjadi Menteri Kesehatan RI (2014-2019), dengan nama Nusantara Sehat.
Pencerah Nusantara maupun Nusantara Sehat tentu saja dapat dikatakan lebih maju dibanding Program Kesehatan Masyarakat Desa yang diselenggarakan pemerintah pasca penyerahan kedaulatan kepada Indonesia, yang kemampuan sumber daya manusianya sangat terbatas. Sementara Pencerah Nusantara dan Nusantara Sehat, semua aktor pemberdayanya adalah sarjana.
Ada dokter, dokter gigi, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, teknologi laboratorium, gizi, psikolog, dan kefarmasian. Sebelum turun ke lokasi pun para aktor telah dipersiapkan dengan sangat sebaik.
Ke depan, program ini perlu terus dikembangkan secara bersinambung, terutama untuk mengisi daerah yang selama ini tidak diminati. Tidak perlu berhenti hanya karena pergantian pejabat dan menteri.
Pencerah Nusantara atau Nusantara Sehat adalah program berbasis tim yang dapat menjadi salah satu solusi alternatif atas maldistribusi dokter dan tenaga kesehatan yang marak dibicarakan terakhir ini. Memperkuat pelayanan kesehatan primer di daerah yang mengalami masalah kesehatan, seperti perbatasan, pedalaman dan kepulauan.
Selain itu mereka juga diharapkan melahirkan inovasi baru di bidang kesehatan masyarakat. Inovasi untuk melindungi dan memberdayakan masyarakat yang masih sehat (80-85% dari populasi) agar tidak jatuh sakit. Membuat orang yang kurang paham kesehatan menjadi paham dan menjadikannya budaya dalam hidup kesehariannya.
Karena itu, peran aktor pemberdaya dalam proses pemberdayaan kesehatan sangat penting. Mereka menjadi inspirator, inisiator, motivator, koordinator, planner, fasilitator, dan komunikator kesehatan di tengah masyarakat.
Mencita-citakan kemandirian kesehatan memang perlu disertai program pemberdayaan. Tanpa pemberdayaan khawatir hanya menjadi angan-angan belaka. Namun, ketika masyarakat sudah sadar daya dan telah mencapai tingkat kemandirian mengelola program kesehatannya maka aktor pemberdaya harus secara perlahan-lahan mundur dari program dan menciptakan lagi program baru yang relevan untuk masyarakat.
Setidaknya ada tiga alasan untuk mengakhiri program dan menciptkan program baru yang berkelanjutan. Pertama, karena masyakarat sudah sadar memiliki daya dan juga telah berdaya untuk hidup sehat secara mandiri. Kedua, agar masyarakat tidak terjebak dalam perangkap ketergantungan baru (charity).
Ketiga, para aktor pemberdaya dapat menciptakan program baru untuk masyarakat tersebut atau berpindah sasaran dengan program yang sama. “Dan apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (QS. Al-Insyirah: 7). Wallahu a'lam bishawab.
(bmm)