Jadilah Pahlawan Selagi Masih Muda
loading...
A
A
A
SETIAP 10 November seluruh rakyat Indonesia diingatkan pada peringatan Hari Pahlawan. Hari Pahlawan dimaksudkan agar seluruh warga bangsa tidak melupakan jasa jasa para pahlawan yang berkorban jiwa raga, harta benda guna merebut kemerdekaan dari penjajahan Belanda dan Jepang.
Pengorbanan tulus dari para pahlawan inilah yang harus terus dikobarkan di setiap sanubari anak bangsa sebagai semangat mengisi kemerdekaan dan mewujudkan tujuan negara seperti diabadikan dalam pembukaan UUD 45.
Para pahlawan yang sudah mendahului kita akan tersenyum jika perjuangan darah dan air mata mereka tidak sia-sia. Kemerdekaan sebagai jembatan emas menuju masyarakat Indonesia yang adil makmur sejahtera disegani dunia mampu dimanfaatkan secara maksimal oleh para penerus bangsa.
Baca Juga: koran-sindo.com
Tantangan zaman memang tidak sama. Dahulu para pahlawan berjuang melawan kolonialisme Barat yang menghisap sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia secara fisik.
Tantangan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di zaman digital ini tidak kalah berat. Jika dulu pertempuran melawan penjajah dilakukan dengan senjata seadanya yakni pedang, keris, golok, bambu runcing, di era digital para penguasa teknologi menguasai sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia dengan cara yang berbeda.
Banyak generasi masa kini yang justru menikmati “penjajahan” era digital ini karena asyik larut dalam jebakan-jebakan perang asimetris yang diterapkan. Tidak ada pengiriman pasukan militer dari negara lain. Cukup dengan menguasai pikiran masyarakat kita agar sibuk dengan mainan-mainan baru berbalut teknologi termutkahir yang membuat penggunanya lupa bahwa mereka sedang dikuasai dalam arti sebenarnya.
Tak terasa langkah-langkah kita dituntun oleh kemewahan teknologi yang sengaja mengelabui dan menggerus rasa bangga akan kebesaran dan kehebatan para pahlawan bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Kita sedih melihat generasi muda kaum milenial dan generasi sesudahnya (gen alfa) sudah jarang memahami sejarah perjuangan bangsa sendiri. Mereka lebih hapal drama Korea yang mengharu biru, sentimentil dan menguras air mata. Betapa bintang-bintang Korea yang dihadirkan di sini membuat histeris ribuan penggemarnya yang mayoritas anak-anak muda.
Mereka rela menunggu berjam-jam, antre, berdesak desakan bahkan sampai ada yang pingsan hanya untuk melihat idola mereka sang bintang K-Pop. Bukan salah Korea. Ini semua salah kita, salah generasi-generasi sebelumnya yang gagal menanamkan nilai-nilai cinta pahlawan, cinta Tanah Air dan jiwa nasionalisme kebangsaan dan ke Indonesia.
Pengorbanan tulus dari para pahlawan inilah yang harus terus dikobarkan di setiap sanubari anak bangsa sebagai semangat mengisi kemerdekaan dan mewujudkan tujuan negara seperti diabadikan dalam pembukaan UUD 45.
Para pahlawan yang sudah mendahului kita akan tersenyum jika perjuangan darah dan air mata mereka tidak sia-sia. Kemerdekaan sebagai jembatan emas menuju masyarakat Indonesia yang adil makmur sejahtera disegani dunia mampu dimanfaatkan secara maksimal oleh para penerus bangsa.
Baca Juga: koran-sindo.com
Tantangan zaman memang tidak sama. Dahulu para pahlawan berjuang melawan kolonialisme Barat yang menghisap sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia secara fisik.
Tantangan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di zaman digital ini tidak kalah berat. Jika dulu pertempuran melawan penjajah dilakukan dengan senjata seadanya yakni pedang, keris, golok, bambu runcing, di era digital para penguasa teknologi menguasai sumber daya alam dan sumber daya manusia Indonesia dengan cara yang berbeda.
Banyak generasi masa kini yang justru menikmati “penjajahan” era digital ini karena asyik larut dalam jebakan-jebakan perang asimetris yang diterapkan. Tidak ada pengiriman pasukan militer dari negara lain. Cukup dengan menguasai pikiran masyarakat kita agar sibuk dengan mainan-mainan baru berbalut teknologi termutkahir yang membuat penggunanya lupa bahwa mereka sedang dikuasai dalam arti sebenarnya.
Tak terasa langkah-langkah kita dituntun oleh kemewahan teknologi yang sengaja mengelabui dan menggerus rasa bangga akan kebesaran dan kehebatan para pahlawan bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Kita sedih melihat generasi muda kaum milenial dan generasi sesudahnya (gen alfa) sudah jarang memahami sejarah perjuangan bangsa sendiri. Mereka lebih hapal drama Korea yang mengharu biru, sentimentil dan menguras air mata. Betapa bintang-bintang Korea yang dihadirkan di sini membuat histeris ribuan penggemarnya yang mayoritas anak-anak muda.
Mereka rela menunggu berjam-jam, antre, berdesak desakan bahkan sampai ada yang pingsan hanya untuk melihat idola mereka sang bintang K-Pop. Bukan salah Korea. Ini semua salah kita, salah generasi-generasi sebelumnya yang gagal menanamkan nilai-nilai cinta pahlawan, cinta Tanah Air dan jiwa nasionalisme kebangsaan dan ke Indonesia.