Melahirkan Generasi Pahlawan Lingkungan
loading...
A
A
A
Padahal, jangan salah! Tumpukan sampah di TPA yang tidak terurus, pada akhirnya akan melepaskan gas metana yang daya rusaknya 21 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida.
Lalu, mengapa spirit kepahlawanan menjadi sangat relevan dengan isu persampahan? Perlu diingat bahwa dalam upaya mengurai benang kusut persoalan sampah, setiap komponen memiliki perannya masing-masing.
Bahkan, dalam Kebijakan Strategi Nasional (JAKTRANAS) Program Pengelolaan Sampah hingga tahun 2025 yang diterjemahkan dalam bentuk Perpres Nomor 97 Tahun 2017, menempatkan aspek prevention menjadi prioritas utama, di mana kesadaranindividu menjadi hal yang sangat di dalamnya.
Paradigma yang ingin dibangun adalah pengurangan sampah dari sumbernya. Artinya, bagaimana setiap individu memiliki kesadaran untuk tidak memproduksi sampah, terutama sampah plastik.
Hal ini tentu tidak dalam rangka mengabaikan upaya penanganan. Namun, berdasarkan pengalaman penulis mengamati model penanganan sampah plastik, misalnya aturan pembatasan penggunaan material plastik di minimarket yang sudah dilakukan di beberapa daerah, bukan sesuatu yang mudah untuk dijalankan.
Sistem yang tidak terintegrasi, infrastruktur yang belum mencukupi hingga problem pengawasan masih menjadi kendala. Akhirnya berbagai program dan strategi tersebut seperti menemui jalan terjal.
Pemangku kepentingan di daerah selam ini juga lebih banyak menitikberatkan persoalan penanganan sampah di sektor hilir, misalnya angaran hanya fokus pada pengadaan infrastruktur pengolahan sampah, menyiapkan armada kebersihan, dan menambah TPA.
Padahal, langkah-langkah di atas semestinya hanya menjadi penyangga. Sumber daya idealnya dikerahkan untuk memutus mata rantai produksi sampah dari hulu. Memperbaiki sistem pengelolaan sampah adalah solusi akhir. Perlu diingat, ada gap antara jumlah produksi sampah dan kemampuan kita mendaur ulang. Data yang ada menyebutkan, tidak sampai 10% sampah yang bisa didaur ulang.
Artinya, perlu upaya lain, yakni memotong mata rantai persoalan sampah plastik dengan mendorongnya dari hulu. Dengan kata lain, harus ada upaya keras untuk mengurangi produksi sampah. Jika tidak, maka kita akan menghabiskan energi dan sumber daya untuk melakukan intervensi bersifat kuratif.
Menjadi Pahlawan Lingkungan
Di tengah ancaman degradasi lingkungan yang kian parah akibat sampah plastik, ditambah kompleksitas penanganannya, pada akhirnya dibutuhkan hadirnya sosok pahlawan-pahlawan lingkungan yang bisa membuat kontribusi nyata.
Lalu, mengapa spirit kepahlawanan menjadi sangat relevan dengan isu persampahan? Perlu diingat bahwa dalam upaya mengurai benang kusut persoalan sampah, setiap komponen memiliki perannya masing-masing.
Bahkan, dalam Kebijakan Strategi Nasional (JAKTRANAS) Program Pengelolaan Sampah hingga tahun 2025 yang diterjemahkan dalam bentuk Perpres Nomor 97 Tahun 2017, menempatkan aspek prevention menjadi prioritas utama, di mana kesadaranindividu menjadi hal yang sangat di dalamnya.
Paradigma yang ingin dibangun adalah pengurangan sampah dari sumbernya. Artinya, bagaimana setiap individu memiliki kesadaran untuk tidak memproduksi sampah, terutama sampah plastik.
Hal ini tentu tidak dalam rangka mengabaikan upaya penanganan. Namun, berdasarkan pengalaman penulis mengamati model penanganan sampah plastik, misalnya aturan pembatasan penggunaan material plastik di minimarket yang sudah dilakukan di beberapa daerah, bukan sesuatu yang mudah untuk dijalankan.
Sistem yang tidak terintegrasi, infrastruktur yang belum mencukupi hingga problem pengawasan masih menjadi kendala. Akhirnya berbagai program dan strategi tersebut seperti menemui jalan terjal.
Pemangku kepentingan di daerah selam ini juga lebih banyak menitikberatkan persoalan penanganan sampah di sektor hilir, misalnya angaran hanya fokus pada pengadaan infrastruktur pengolahan sampah, menyiapkan armada kebersihan, dan menambah TPA.
Padahal, langkah-langkah di atas semestinya hanya menjadi penyangga. Sumber daya idealnya dikerahkan untuk memutus mata rantai produksi sampah dari hulu. Memperbaiki sistem pengelolaan sampah adalah solusi akhir. Perlu diingat, ada gap antara jumlah produksi sampah dan kemampuan kita mendaur ulang. Data yang ada menyebutkan, tidak sampai 10% sampah yang bisa didaur ulang.
Artinya, perlu upaya lain, yakni memotong mata rantai persoalan sampah plastik dengan mendorongnya dari hulu. Dengan kata lain, harus ada upaya keras untuk mengurangi produksi sampah. Jika tidak, maka kita akan menghabiskan energi dan sumber daya untuk melakukan intervensi bersifat kuratif.
Menjadi Pahlawan Lingkungan
Di tengah ancaman degradasi lingkungan yang kian parah akibat sampah plastik, ditambah kompleksitas penanganannya, pada akhirnya dibutuhkan hadirnya sosok pahlawan-pahlawan lingkungan yang bisa membuat kontribusi nyata.