Sejarawan LIPI Ungkap Soal Kemunculan Kembali Isu Komunisme

Rabu, 08 Juli 2020 - 03:28 WIB
loading...
Sejarawan LIPI Ungkap Soal Kemunculan Kembali Isu Komunisme
Profesor Riset bidang Sejarah, Asvi Warman Adam, menyatakan, mencuatnya kembali isu Partai Komunis Indonesia yang belakangan dikaitkan dengan PDI Perjuangan. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Profesor Riset bidang Sejarah, Asvi Warman Adam, menyatakan, mencuatnya kembali isu Partai Komunis Indonesia (PKI) yang belakangan dikaitkan dengan PDI Perjuangan akibat dari kepentingan politik kekuasaan pemilu 2024.

(Baca juga: RUU HIP Produk Semua Fraksi di DPR, PDIP Hanya Jadi Kambing Hitam)

Menurut Asvi, meski pemilu 2024 masih jauh, isu kebangkitan PKI diduga sengaja dimunculkan oleh kelompok yang menginginkan Orde Baru (Orba) kembali berkuasa di 2024. Dalam hal ini, PDIP menjadi pusat hantaman serangan isu komunisme karena dianggap akan menghambat agenda itu.

"Fenomena belakangan ini saya kira berkaitan dengan menghadapi tahun 2024, ketika akan ada pilpres. Ada pihak-pihak berkepentingan dihidupkan isu komunisme ini," kata Asvi dalam diskusi virtual bertema 'Ngeri-Ngeri Kebangkitan PKI' yang dipandu Sejarawan, Bonnie Triyana, di Jakarta, Selasa (7/7/2020).

(Baca juga: Awas! Perubahan RUU HIP Jadi RUU PIP Berpotensi 'Jebakan Batman')

Sejarawan yang bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menduga, kelompok yang menginginkan hal itu sama persis yang dilakukan pada masa rezim Suharto yang menjadikan isu komunis sebagai musuh bersama. Kelompok ini disebutnya 'berkongsi' dengan kelompok yang ingin menjaga eksistensi mereka untuk mendukung gerakan khilafah.

Maka tak mengherankan, di aksi pembakaran bendera PKI beberapa waktu lalu, yang membakarnya kelihatan juga memakai bendera dengan simbol yang dekat dengan bendera HTI.

"Mereka ingin memperlihatkan eksistensi sebenarnya, namun juga ingin menghancurkan PDIP. Mereka dengan sengaja ingin menggoyang masyarakat dengan berkata soal kebangkitan PKI," ucap pria kelahiran Buktitinggi, Sumatera Barat itu.

Padahal faktanya, Komunisme itu sudah punah dengan adanya TAP MPRS yang isinya membubarkan PKI dan melarang ajaran komunisme, sudah berlaku sejak 1966 serta bertahan hingga saat ini.

Diingatkan oleh Asvi juga, di era Orba Soeharto, isu PKI dipertahankan untuk kepentingan Pemerintah dan rejim berkuasa, dengan menghancurkan orang yang bersikap kritis. Isu PKI juga digunakan ketika hendak mengambil tanah rakyat dengan mudah.

"Maka di Orba, setiap jelang 30 September, pasti ada temuan bendera dan kaos PKI. Itu zaman Orba. Sekarang, makin rutin karena ada kelompok kepentingan yang mau angkat isu komunisme itu," kata Asvi.

Asvi melanjutkan, gerakan mereka semakin menggema karena perkembangan teknologi informasi disertai kurangnya literasi masyarakat dalam menyaring bahan-bahan kampanye yang disebarkan. Informasi sangat mentah dan sumir itu sengaja disebarkan berulang dan terus menerus.

Hal itu kata dia, didukung pula oleh proyek Desoekarnoisasi yang dilaksanakan selama masa berkuasanya Orde Baru. Akumulasi semua hal itu juga yang terjadi dalam polemik pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).

Bonnie lalu mempertanyakan narasi PDIP sebagai anti Pancasila yang justru disampaikan pihak yang selama ini diragukan ke-Pancasila-annya. Menjawab itu, Asvi mengatakan sejak Reformasi 1998, makin terasa pentingnya meneguhkan Pancasila, bukan hanya sebagai dasar negara, namun pemersatu bangsa. Itulah pentingnya ada lembaga seperti BPIP.

Lebih lanjut Asvi mengatakan, ketika ada keinginan memperkuat status lembaga ini, maka penentangan muncul. Ada pihak tak ingin Pancasila lebih disosialisasikan karena anggapannya sudah final.

"Ini jelas tujuannya kembali membangkitkan Orba, kembali mengangkat Soeharto sebagai pahlawan penyelamat negara, yang ingin menjadikan komunisme musuh bersama, dan dalam rangka 2024. Dan salah satu yang mengganggu mereka adalah PDIP. Dan untuk menyerangnya dikaitkan lah komunisme dan Soekarno. Mudah-mudahan rakyat lebih mudah memahami ini dan tak termakan hantu komunisme," pungkasnya
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2277 seconds (0.1#10.140)