Kearifan Lokal Berperan Penting Cegah Perubahan Iklim Global
loading...
A
A
A
Bambang mengatakan, kearifan lokal masyarakat adat berkontribusi positif pada upaya pengurangan emisi yang sudah tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dan Indonesia FOLU Net Sink 2030.
"Masyarakat adat berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sebanyak 5,2% dari target tingkat emisi FOLU Net Sink yang sebanyak minus 140 juta ton CO2e," kata Bambang.
Ia menambahkan, praktik kearifan lokal pengelolaan hutan oleh masyarakat adat yang bisa dijadikan pembelajaran, misalnya pada Kasepuhan Adat Ciptagelar di Jawa Barat yang mengalokasikan Leuweung Tutupan sebagai area hutan lindung, Leuweung Titipan sebagai area hutan konservasi, dan Leuweung Garapan sebagai area pengelolaan termasuk untuk peningkatan stok karbon.
Praktik lain yang bisa dicontoh adalah kepercayaan yang bernama 'Passang' yang diterapkan masyarakat adat Ammatoa Kajang di Bulukumba, Sulawesi Selatan, yang mengajarkan hidup sederhana dan berbagai aspek kehidupan termasuk perlindungan hutan dan sumber daya alam lainnya.
Diskusi di Paviliun Indonesia tersebut juga menghadirkan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Profesor Siti Zuhro, peneliti Perkumpulan HuMa Nadya Demadevina, peneliti dari Direktur Eksekutif The Tenure Facility Nonette Royo, dan Tubagus Soleh Ahmadi dari Walhi.
"Masyarakat adat berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sebanyak 5,2% dari target tingkat emisi FOLU Net Sink yang sebanyak minus 140 juta ton CO2e," kata Bambang.
Ia menambahkan, praktik kearifan lokal pengelolaan hutan oleh masyarakat adat yang bisa dijadikan pembelajaran, misalnya pada Kasepuhan Adat Ciptagelar di Jawa Barat yang mengalokasikan Leuweung Tutupan sebagai area hutan lindung, Leuweung Titipan sebagai area hutan konservasi, dan Leuweung Garapan sebagai area pengelolaan termasuk untuk peningkatan stok karbon.
Praktik lain yang bisa dicontoh adalah kepercayaan yang bernama 'Passang' yang diterapkan masyarakat adat Ammatoa Kajang di Bulukumba, Sulawesi Selatan, yang mengajarkan hidup sederhana dan berbagai aspek kehidupan termasuk perlindungan hutan dan sumber daya alam lainnya.
Diskusi di Paviliun Indonesia tersebut juga menghadirkan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Profesor Siti Zuhro, peneliti Perkumpulan HuMa Nadya Demadevina, peneliti dari Direktur Eksekutif The Tenure Facility Nonette Royo, dan Tubagus Soleh Ahmadi dari Walhi.
(abd)