Wakilnya Pernah Dipanggil KPK, Ketua Komisi III: Kita Profesional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi III DPR RI , Herman Hery memastikan tidak ada konflik kepentingan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama dengan Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih pada hari ini, Selasa (7/7/2020).
Rapat yang digelar tertutup itu turut dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni yang beberapa waktu lalu sempat dipanggil oleh penyidik KPK . Sahroni diduga pernah menerima aliran dana dari terpidana perkara suap proyek Badan Keamanan Laut (Bakamla), Fahmi Darmawansyah. "Tidak ada conflict of interest. Kita profesional saja," kata Herman saat dikonfirmasi, Selasa (7/7/2020).
Di kesempatan berbeda, Wakil Ketua KPK Nawawi Pamolango mengatakan bahwa kunjungan Komisi III tersebut tidak akan mempengaruhi proses penyelidikan dan penyidikan yang berjalan pada lembaga antikorupsi itu. "Kami melihat RDP ini dilaksanakan antarlembaga, tidak bicara soal personalnya," ujar Nawawi.( )
Untuk diketahui, KPK mengaku mendapatkan informasi terkait dugaan aliran uang dari PT Merial Esa (ME) kepada Ahmad Sahroni. PT Merial Esa merupakan tersangka korporasi dalam kasus suap proyek Bakamla. PT Merial Esa diketahui merupakan milik Fahmi Darmawansyah, yang telah divonis bersalah dalam kasus tersebut
"Ya bagaimana ada di situ, kerja sama bisnis yang sudah kami jelaskan di antara saksi Pak Ahmad Sahroni ini dengan tersangka PT ME (Merial Esa) itu yang miliknya Fahmi Darmawansyah. Itulah kemudian di sana dalami lebih lanjut," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri beberapa waktu lalu.
Ali mengatakan informasi tersebut menyebutkan bahwa Ahmad Sahroni menerima uang senilai Rp9,6 miliar dari PT ME. Namun KPK sejauh ini belum memastikan informasi itu sebagai salah satu barang bukti dalam perkara tersebut lantaran masih ditelusuri.( )
"Informasi-informasi yang ada tentunya itu menjadi masukan bagi penyidik untuk selanjutnya melakukan pemeriksaan kepada saksi-saksi yang lain yang nanti ada berhubungan dengan ke arah pembuktian tentunya," ungkap Ali.
Ahmad Sahroni sendiri sempat diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap proyek Bakamla pada Februari 2020 lalu. Ahmad Sahroni pun mengaku tidak tahu terkait kasus suap di balik pengadaan proyek di Bakamla itu. Politikus Partai Nasdem itu bahkan sempat mengklaim penyidik KPK kebingungan mengajukan pertanyaan kepadanya.
"Semua terkait masalah pertanyaan tentang bisnis masa lalu. Ya biasalah namanya waktu zaman Abang dulu bisnis minta informasi, tapi masalahnya bisnis dengan Bakamla sama sekali gua nggak tahu," kata Sahroni di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (14/2/2020).
"Tadi juga kenapa sampai satu jam setengah ngobrolnya yang lain lebih banyak daripada urusan Bakamla karena bingung penyidiknya mau nanya urusan Bakamla gua nggak tahu sama sekali," katanya.
Rapat yang digelar tertutup itu turut dihadiri oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni yang beberapa waktu lalu sempat dipanggil oleh penyidik KPK . Sahroni diduga pernah menerima aliran dana dari terpidana perkara suap proyek Badan Keamanan Laut (Bakamla), Fahmi Darmawansyah. "Tidak ada conflict of interest. Kita profesional saja," kata Herman saat dikonfirmasi, Selasa (7/7/2020).
Di kesempatan berbeda, Wakil Ketua KPK Nawawi Pamolango mengatakan bahwa kunjungan Komisi III tersebut tidak akan mempengaruhi proses penyelidikan dan penyidikan yang berjalan pada lembaga antikorupsi itu. "Kami melihat RDP ini dilaksanakan antarlembaga, tidak bicara soal personalnya," ujar Nawawi.( )
Untuk diketahui, KPK mengaku mendapatkan informasi terkait dugaan aliran uang dari PT Merial Esa (ME) kepada Ahmad Sahroni. PT Merial Esa merupakan tersangka korporasi dalam kasus suap proyek Bakamla. PT Merial Esa diketahui merupakan milik Fahmi Darmawansyah, yang telah divonis bersalah dalam kasus tersebut
"Ya bagaimana ada di situ, kerja sama bisnis yang sudah kami jelaskan di antara saksi Pak Ahmad Sahroni ini dengan tersangka PT ME (Merial Esa) itu yang miliknya Fahmi Darmawansyah. Itulah kemudian di sana dalami lebih lanjut," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri beberapa waktu lalu.
Ali mengatakan informasi tersebut menyebutkan bahwa Ahmad Sahroni menerima uang senilai Rp9,6 miliar dari PT ME. Namun KPK sejauh ini belum memastikan informasi itu sebagai salah satu barang bukti dalam perkara tersebut lantaran masih ditelusuri.( )
"Informasi-informasi yang ada tentunya itu menjadi masukan bagi penyidik untuk selanjutnya melakukan pemeriksaan kepada saksi-saksi yang lain yang nanti ada berhubungan dengan ke arah pembuktian tentunya," ungkap Ali.
Ahmad Sahroni sendiri sempat diperiksa sebagai saksi terkait kasus suap proyek Bakamla pada Februari 2020 lalu. Ahmad Sahroni pun mengaku tidak tahu terkait kasus suap di balik pengadaan proyek di Bakamla itu. Politikus Partai Nasdem itu bahkan sempat mengklaim penyidik KPK kebingungan mengajukan pertanyaan kepadanya.
"Semua terkait masalah pertanyaan tentang bisnis masa lalu. Ya biasalah namanya waktu zaman Abang dulu bisnis minta informasi, tapi masalahnya bisnis dengan Bakamla sama sekali gua nggak tahu," kata Sahroni di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (14/2/2020).
"Tadi juga kenapa sampai satu jam setengah ngobrolnya yang lain lebih banyak daripada urusan Bakamla karena bingung penyidiknya mau nanya urusan Bakamla gua nggak tahu sama sekali," katanya.
(abd)