Sinergisme Pelatihan, Legitimasi Sertifikasi, dan Penempatan Tenaga Kerja

Selasa, 07 Juli 2020 - 11:41 WIB
loading...
Sinergisme Pelatihan, Legitimasi Sertifikasi, dan Penempatan Tenaga Kerja
Salah satu manfaat sebagai peserta pelatihan prakerja selain mendapat ilmu pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan berbasis sistem daring tanpa biaya. Mereka juga memperoleh subsidi pascapelatihan. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Ahmad Syahri
Pengantar Kerja Ahli Madya
Kementerian Ketenagakerjaan

SALAH satu manfaat sebagai peserta pelatihan prakerja selain mendapat ilmu pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan berbasis sistem daring tanpa biaya. Mereka juga memperoleh subsidi pascapelatihan.

Bagi masyarakat khususnya para pencari kerja, dampak PHK atau yang sedang di rumahkan dengan mengikuti pelatihan prakerja tentunya akan lebih mudah meraih peluang kerja dan diterima bekerja pada suatu perusahaan. Dari sisi pemerintah pelatihan prakerja dapat menjadi strategi untuk peningkatan kualitas tenaga kerja dan pengurangan pengangguran serta fasilitator penerima bantuan pada masa pandemi.

Hal ini berarti akan ada angkatan kerja yang siap memasuki pasar kerja dan sudah dibekali dengan berbagai pelatihan melalui sistem daring ditambah angkatan kerja yang baru lulus sekolah dan pencari kerja lainnya.

Berdasarkan data BPS, jumlah pengangguran pada Februari 2020 mencapai 6,88 juta orang. Sementara jumlah pengangguran pada periode yang sama tahun sebelumnya sebanyak 6,82 juta orang.

Menurut data Kemnaker per 27 Mei 2020 jumlah pekerja yang dirumahkan dan PHK sebagai dampak Covid-19 mencapai 1.757.464 orang. Kedua data ini menunjukkan bahwa jumlah pengangguran akibat Covid-19 menjadi bertambah besar dari periode sebelumnya.

Penyelesaian masalah ketenagakerjaan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan seketika dapat dilakukan. Diperlukan keterpaduan proses kegiatan yang berujung pada penempatan tenaga kerja atau penciptaan peluang kerja baru.

Sedikitnya ada tiga pilar yang berpengaruh langsung dalam upaya penanggulangan pengangguran yaitu, pelatihan, legitimasi sertikasi dan penempatan tenaga kerja atau penciptaan peluang kerja. Ketiganya seperti ban berjalan dan saling melengkapi, bila tahap pertama selesai akan masuk kepada tahap berikutnya hingga tercapai outcome yang diharapkan, diterimanya peserta bekerja di suatu perusahaan atau membuka lapangan kerja baru.

Pada prinsipnya pelatihan yang diberikan untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi pekerja yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja (etos kerja). Hal ini penting karena dengan bekal kompetensi yang dimilki diharapkan pekerja mempunyai daya saing dan kinerja tinggi sehingga mampu meraih peluang kerja tidak saja di dalam negeri tetapi juga luar negeri.

Pengetahuan dan keterampilan diperlukan agar dapat melakukan dan menyesuaikan dengan bidang pekerjaan serta perkembangan teknologi. Etos kerja sangat berperan dalam memajukan suatu organisasi, keberhasilan negara maju seperti Jepang dan Korea sangat didukung oleh kedisiplinan dan semangat kerja tinggi masyarakatnya. Ketiganya ini menjadi kebutuhan dasar pelatihan yang diyakini mampu menaikkan tingkat produktivitas baik secara individu maupun organisasi.

Materi pelatihan selayaknya juga diselaraskan dengan trend kondisi pasar kerja dan dunia usaha. Peserta selain dibekali dengan keterampilan untuk masuk ke lapangan kerja, tetapi juga pengetahuan dan motivasi untuk berwirausaha. Dengan begitu peserta dapat merencanakan dan mempersiapkan apa yang akan dilakukan setelah lulus dari pelatihan, apakah masuk ke pasar kerja atau membuka peluang kerja baru (wirausaha).

Legitimasi sertifikasi yang menyatakan peserta telah menyelesaikan suatu pelatihan sangat bergantung pada kualitas lembaga yang memberikan. Sepantasnya para instruktur lembaga pelatihan telah memiliki sertifikasi profesi sesuai kompetensinya, sehingga sertifikat yang diterbitkan menjadi jaminan mutu bagi lembaga itu sendiri maupun pesertanya.

Indonesia memiliki Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang mengeluarkan sertifikasi profesi melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Oleh karenanya, lembaga pelatihan juga diharapkan dapat mengupayakan pesertanya untuk memperoleh sertifikasi profesi tertentu dari LSP yang telah diakui secara nasional. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa dirinya telah memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan tertentu untuk menjalankan suatu pekerjaan sesuai kompetensinya.

Penempatan tenaga kerja menjadi tahap akhir setelah pelatihan dan legitimasi sertifikasi sekaligus menjadi tolok ukur dalam kesatuan proses. Karena salah satu keberhasilan dari suatu pelatihan dan legitimasi sertifikasi yang diberikan dilihat dari seberapa banyak keberhasilan pesertanya yang terserap dalam pasar kerja atau membuka lapangan kerja baru.

Pada dasarnya penempatan tenaga kerja merupakan pelayanan kepada pencari kerja untuk memperoleh pekerjaan, dan tidak selalu terjadi pada satu daerah atau di sektor formal saja. Tetapi juga pada lintas daerah atau provinsi dan di sektor informal serta luar negeri.

Banyak faktor yang ikut mempengaruhi keberhailan dan peningkatan penempatan tenaga kerja. Misalnya, tingkat pertumbuhan ekomi dan pelaksana penempatan tenaga kerja yaitu, instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan dan Lembaga Penempatan Tenaga Kerja Swasta (LPTKS).

Pertumbuhan ekonomi sudah tentu berkorelasi terhadap tingkat penyerapan dan penempatan tenaga kerja. Kondisi pada masa Covid-19 sekarang ini penempatan tenaga kerja sangat ditentukan oleh kenaikan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Dalam upaya mendongkrak penyerapan tenaga kerja beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan. Seperti pendataan dan pencarian lowongan kerja, mendorong sektor informal, serta usaha mandiri.

Pendataan dan pencarian lowongan kerja ke pengguna tenaga kerja (perusahaan) sangat perlu dilakukan bahkan diintensifkan dalam kondisi melemahnya ekonomi yang menyebabkan banyak terjadinya PHK dan dirumahkannya pekerja. Tugas ini dilaksanakan oleh pejabat fungsional Pengantar Kerja, namun dapat juga dijalankan oleh petugas lain sepanjang memiliki keterampilan dan memenuhi persyaratan.

Membangun jejaring kemitraan dengan berbagai perusahaan sangat memungkinkan dalam upaya penempatan tenaga kerja. Semakin banyak data yang diperolehakan semakin banyak informasi yang dapat disampaikan kepada pencari kerja.

Dalam proses ini yang sangat diutamakan ialah transparansi, objekivitas dan akuntabilitas pendistribusian data. Informasi yang disampaikannya harus benar dan jelas, tidak berpihak atau untuk kepentingan tertentu, serta dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Peluang kesempatan kerja sebenarnya justru lebih besar di sektor informal dibandingkan sektor formal. Berdasarkan data BPS pada Februari 2020, jumlah pekerja informal sebanyak 74,04 juta orang (56,50%) sedangkan pekerja formal sebanyak 56,99 juta orang atau 43,50%.

Perbedaan yang sangat signfikan ini menunjukkan bahwa sektor informal masih menjadi andalan untuk penyerapan tenaga kerja dan sangat berperandalam pengurangan angka pengangguran. Oleh karenanya sektor informal perlu didorong untuk lebih maju dan berkembang.

Hal ini dapat ditanamkan kepada peserta saat pelatihan maupun masyarakat pencari kerja, bahwa kesuksesan dunia kerja tidak melulu terjadi di sektor formal seperti perkantoran, tetapi juga dapat dicapai di sektor informal.

Penempatan tenaga kerja dapat pula dipenuhi dengan penciptaan lapangan kerja baru. Pembentukan usaha mandiri yang dimotori oleh Kemnaker melalui program Tenaga Kerja Mandiri dan Terapan Teknologi Tepat Guna telah banyak dilakukan untuk membantu masyarakat agar mampu membuka usaha baru atau mengembangkan dan meningkatkan usaha yang sedang berjalan.

Kegiatan ini perlu dimaksimalkan dan diadakan evaluasi tingkat keberhasilannya terus menerus serta adanya umpan balik dari masyarakat penerima bantuan secara berkelanjutan hingga tercapai usaha mandiri yang dapat menjadi peluang kerja baru bagi pencari kerja.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2950 seconds (0.1#10.140)