Swasembada Gula, Quo Vadis

Kamis, 27 Oktober 2022 - 12:17 WIB
loading...
A A A
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN bertugas menyesuaikan rencana tata ruang wilayah untuk lahan kebun tebu dan/atau pabrik gula.

Menteri Perindustrian bertugas mengusulkan alokasi impor gula untuk industri, mendukung peningkatan produktivitas pabrik gula, menetapkan dan menyempurnakan kebijakan terkait fasilitas untuk memperoleh bahan baku baik untuk pembanguna pabrik gula baru, peningkatan kapasitas, revitalisasi pabrik dan perkebunan tebu maupun perluasan lahan kebun tebu.

Menteri Perdagangan bertugas menerbitkan persetujuan impor gula untuk konsumsi dan industri. Menteri BUMN membina dan mengawasi korporasi BUMN, dan Badan Pangan Nasional menetapkan alokasi impor gula konsumsi.

Terakhir, tugas gubernur dan wali kota/bupati: mendukung perizinan kebun tebu dan pabrik gula, penyesuaian rencana tata ruang, dan bimbingan teknis pada petani tebu.

Potensi masalah muncul ketika tugas pencapaian swasembada gula konsumsi dan gula industri itu ditumpukan pada PTPN III. Swasembada gula konsumsi dicapai dengan menggenjot produktivitas tebu hingga 87 ton/hektare lewat perbaikan praktik agrikultur, dari pembibitan, pemeliharaan hingga tebang muat angkut.

Lalu memperluas lahan tebu hingga 80.000 hektare dari lahan perkebunan, perhutanan sosial, agroforestry, dan tebu rakyat. Selain mendongkrak kesejahteran petani tebu, juga efisiensi dan utilisasi kapasitas pabrik gula hingga rendemen 8,05%. PTPN III bisa bekerja sama badan usaha lain sesuai kaidah bisnis, termasuk membentuk usaha patungan dengan melego 49% saham.

Untuk melaksanakan tugas itu, PTPN III diberi fasilitas berupa alokasi impor gula kristal putih dan/atau gula kristal mentah (raw sugar) sesuai kebutuhan. PTPN III wajib menyusun dan menyampaikan peta jalan, termasuk rencana investasi, guna mencapai swasembada itu kepada K/L terkait.

Juga melaporkan hasil secara berkala. Menumpukan tugas pencapaian swasembada gula (konsumsi dan industri) kepada PTPN III dengan sendirinya telah menafikan peran swasta. Apalagi, dalam penugasan itu terang-terangan PTPN diberikan fasilitas impor gula. Ini dicurigai sebagai modus legalisasi impor gula.

Diakui atu tidak, peran swasta dalam industri gula semakin dominan. Di industri gula konsumsi, sejak 2019, luas panen, produksi tebu dan gula, produktivitas tebu dan kapasitas giling terpakai pabrik gula BUMN menurun dan kalah dari swasta.

Bahkan, di industri gula rafinasi, yang kini berjumlah 11 pabrik gula, semuanya swasta. Menafikan peran swasta sama saja menegasikan realitas hari ini. Adalah benar keterlibatan swasta dibuka, tapi bagaimana peran dan fasilitasi oleh para K/L sama sekali tak disinggung.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2537 seconds (0.1#10.140)