Kemendagri Minta Pemda Tak Ragu Gunakan APBD untuk Kendalikan Inflasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah daerah ( pemda ) diminta tak ragu menggunakan APBD untuk mengendalikan inflasi di wilayahnya. Caranya mengaktifkan jaring pengaman sosial dengan menggunakan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT), bansos reguler, Dana Desa, Dana Transfer Umum (DTU), hingga program bantuan lain dari pemerintah pusat.
"Untuk (mengendalikan inflasi) rekan-rekan (Pemda) tidak ragu-ragu dalam menggunakan instrumen keuangan APBD yang ada, dan sekaligus juga bekerja sama dengan stakeholder di daerah, Forkopimda," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi di Daerah secara daring, Senin (24/10/2022).
Tito menjabarkan, sebagaimana hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) akhir September 2022, baik data bulan ke bulan maupun tahun ke tahun, terjadi kenaikan inflasi di daerah. Mendagri meminta kepala daerah memberikan atensi terhadap penyebab inflasi dan mencari solusinya. Khususnya dengan cara mendorong Pemda menggunakan instrumen keuangan yang berasal dari APBD, salah satunya BTT.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Rp747 Triliun untuk Jaga Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
“(BTT) Ini akumulasi dari provinsi, kabupaten/kota itu adalah Rp13 triliun lebih, yang baru terpakai Rp2,10 triliun. Artinya masih ada lebih kurang Rp11 triliun yang belum menggunakan BTT, ini penggunaannya baru 16,04%. Sebagian memang digunakan untuk bencana, tapi sebagian lagi bisa digunakan untuk intervensi (pengendalian) inflasi, baik dalam bentuk bantuan langsung, bantuan transportasi kepada penyediaan sarana transportasi, dan lain-lain," katanya.
Anggaran lain yang perlu direalisasikan adalah dana bansos seluruh provinsi dan kabupaten/kota yang mencapai Rp11,79 triliun. Dari jumlah itu, yang terpakai baru Rp5,79 triliun. Pun dengan Dana Desa yang belum dimanfaatkan optimal.
"Untuk Dana Desa yang sudah disalurkan, ini yang tertinggi adalah di Bali 84,86%, (kemudian) DIY, Jateng, NTB, Bangka Belitung, Jatim, Gorontalo, dan seterusnya. Sementara yang rendah, baru ada yang 3% Dana Desanya disalurkan, mungkin kurang administrasi dan lain-lain. Mohon pengawasan rekan bupati/wali kota yang punya desa," katanya.
Mendagri menegaskan, keinginan politik kepala daerah dalam mengendalikan inflasi sangat penting. Terlebih, Kementerian Keuangan juga telah memberikan penghargaan bagi daerah-daerah yang mampu mengendalikan inflasi dengan pemberian dana insentif. Masing-masing Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Papua Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Banten, Jawa Timur, Bengkulu, dan Sumatera Utara (Sumut)
"Ini masing-masing mendapatkan lebih dari Rp10 miliar. Bukan nilainya tapi apresiasi yang sangat tinggi, artinya Bapak-Bapak/Ibu-Ibu yang memimpin, Bapak/Ibu gubernur bekerja sudah sangat (bekerja) keras sekali untuk mengendalikan inflasi," katanya.
Pengendalian inflasi merupakan isu prioritas karena memiliki dampak yang besar. Dalam menghadapi inflasi, kepala daerah akan diuji kepemimpinannya, sehingga dituntut melakukan komunikasi publik yang baik, sehingga tidak membuat masyarakat panik, ketakutan, hingga overreaktif.
"Kenaikan (inflasi) sebagai isu nomor satu. Ini bukan main-main, karena tadi kita sudah lihat data-data internasional, data-data negara-negara lain. Sudah banyak yang inflasi ini memiliki akibat yang sangat banyak kepada masyarakat, bahkan ada yang kolaps, bukan hanya pemerintahan nasional tapi pemerintahan secara regional," katanya.
"Untuk (mengendalikan inflasi) rekan-rekan (Pemda) tidak ragu-ragu dalam menggunakan instrumen keuangan APBD yang ada, dan sekaligus juga bekerja sama dengan stakeholder di daerah, Forkopimda," kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi di Daerah secara daring, Senin (24/10/2022).
Tito menjabarkan, sebagaimana hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) akhir September 2022, baik data bulan ke bulan maupun tahun ke tahun, terjadi kenaikan inflasi di daerah. Mendagri meminta kepala daerah memberikan atensi terhadap penyebab inflasi dan mencari solusinya. Khususnya dengan cara mendorong Pemda menggunakan instrumen keuangan yang berasal dari APBD, salah satunya BTT.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Rp747 Triliun untuk Jaga Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi
“(BTT) Ini akumulasi dari provinsi, kabupaten/kota itu adalah Rp13 triliun lebih, yang baru terpakai Rp2,10 triliun. Artinya masih ada lebih kurang Rp11 triliun yang belum menggunakan BTT, ini penggunaannya baru 16,04%. Sebagian memang digunakan untuk bencana, tapi sebagian lagi bisa digunakan untuk intervensi (pengendalian) inflasi, baik dalam bentuk bantuan langsung, bantuan transportasi kepada penyediaan sarana transportasi, dan lain-lain," katanya.
Anggaran lain yang perlu direalisasikan adalah dana bansos seluruh provinsi dan kabupaten/kota yang mencapai Rp11,79 triliun. Dari jumlah itu, yang terpakai baru Rp5,79 triliun. Pun dengan Dana Desa yang belum dimanfaatkan optimal.
"Untuk Dana Desa yang sudah disalurkan, ini yang tertinggi adalah di Bali 84,86%, (kemudian) DIY, Jateng, NTB, Bangka Belitung, Jatim, Gorontalo, dan seterusnya. Sementara yang rendah, baru ada yang 3% Dana Desanya disalurkan, mungkin kurang administrasi dan lain-lain. Mohon pengawasan rekan bupati/wali kota yang punya desa," katanya.
Mendagri menegaskan, keinginan politik kepala daerah dalam mengendalikan inflasi sangat penting. Terlebih, Kementerian Keuangan juga telah memberikan penghargaan bagi daerah-daerah yang mampu mengendalikan inflasi dengan pemberian dana insentif. Masing-masing Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Papua Barat, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Banten, Jawa Timur, Bengkulu, dan Sumatera Utara (Sumut)
"Ini masing-masing mendapatkan lebih dari Rp10 miliar. Bukan nilainya tapi apresiasi yang sangat tinggi, artinya Bapak-Bapak/Ibu-Ibu yang memimpin, Bapak/Ibu gubernur bekerja sudah sangat (bekerja) keras sekali untuk mengendalikan inflasi," katanya.
Pengendalian inflasi merupakan isu prioritas karena memiliki dampak yang besar. Dalam menghadapi inflasi, kepala daerah akan diuji kepemimpinannya, sehingga dituntut melakukan komunikasi publik yang baik, sehingga tidak membuat masyarakat panik, ketakutan, hingga overreaktif.
"Kenaikan (inflasi) sebagai isu nomor satu. Ini bukan main-main, karena tadi kita sudah lihat data-data internasional, data-data negara-negara lain. Sudah banyak yang inflasi ini memiliki akibat yang sangat banyak kepada masyarakat, bahkan ada yang kolaps, bukan hanya pemerintahan nasional tapi pemerintahan secara regional," katanya.
(abd)