Membumikan Hari Santri

Sabtu, 22 Oktober 2022 - 08:24 WIB
loading...
A A A
Fakta demikian tentunya merupakan ‘pebble in the shoe’ bagi keberadaan HSN. Fakta ini mesti disikapi secara bijak agar HSN benar-benar dapat bersifat inklusif sehingga gema dan gaungnya semakin nyaring terdengar dan mampu menembus semua lini lapisan masyarakat.

Dalam konteks ini, komunikasi lintas ormas Islam bersendikan semangatukhuwah Islamiyahdanukhuwah wathaniyahmesti terus dibangun dan bahkan lebih diintensifkan lagi untuk menjadikan HSN sebagai hari nasional milik semua komponen masyakarat, baik masyarakat santri maupun masyarakat bukan santri. Jika residu perbedaan ini tidak kunjung ditangani secara baik, maka gema dan gaung HSN dikhawatirkan sulit menembus dinding atau sekat-sekat kehidupan masyarakat luas di luar dunia pesantren.

Komitmen Kebijakan
Kementerian Agama RI melalui Surat Edaran Menteri Agama RI tentang Panduan Pelaksanaan Peringatan Hari Santri Tahun 2022 merupakan refleksi komitmen pemerintah dalam upaya menghadirkan HSN di kalangan Kementerian Lembaga, termasuk dunia pendidikan Islam dan ormas Islam. Namun, hal ini lebih merupakan langkah kebijakan berbasis pendekatan legal formal yang bersifattop down.

Di luar pendekatan legal formal, pendekatan yang bersifatbottom upkiranya perlu terus dilakukan dan diintensifkan. Pendekatanbottom updi sini salah satunya terkait upaya membangun kesadaran dan rasa kepemilikan kolektif masyarakat terhadap HSN.

Terlebih lagi, HSN sejatinya merupakan momentum sakral untuk memperingati perjuangan para ulama (founding fathers) yang telah berjasa mendirikan negara ini, seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, dan HOS Tjokroaminoto.Pemahaman tentang makna dan tujuan HSN tersebut merupakan prasyarat sekaligus aset penting untuk meng-engagesemua elemen kelompok masyarakat sebagai bagian integral dari HSN.

Hari Libur Nasional
Residu perbedaan antara ormas Islam yang mendukung HSN dan mereka yang menentang HSN diakui tidak mudah untuk dilebur menjadi satu kesatuan utuh yang menafikan perbedaan-perbedaan yang ada. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh yang mengitarinya, salah satunya pengaruh ego keormasan yang disangsikan dapat berjiwa legawa dan menerima dengan terbuka peranan ketokohan pimpinan ormas tertentu sebagailandmarkdalam penetapan momentum peringatan HSN.

Argumen mengenai ego keormasan di sini secara faktual tidak selalu demikian. Di kalangan ormas Islam anggota LPOI yang memiliki tokoh danlandmarksejarahnya sendiri-sendiri ternyata secara aklamasi dapat menerima penetapan fatwa Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari yang notabene dari Nahdlatul Ulama sebagailandmarkperingatan HSN.

Berkaca pada fakta tersebut dan tanpa bermaksud menafikan kekuatan pengaruh ego keormasan, masih terbuka peluang untuk membangun sikap peduli dansense of belongingterhadap HSN khususnya di kalangan masyarakat bukan santri melalui penetapan HSN sebagai hari libur nasional.

Menjadikan HSN sebagai hari libur nasional akan membuat semua elemen bangsa termasuk mereka yang bukan muslim dapat turut merasakan momentum kesukacitaan HSN. Hal ini juga dapat membantu mendiseminasikan secara luas nilai-nilai sejarah perjuangan dan sumbangsih kaum santri bagi Indonesia dan bagi kemaslahatan umat.

Warisan Umara
Penetapan HSN sebagai hari libur nasional tentunya akan semakin melengkapilegacydan kontribusi pemerintahan Presiden Joko Widodo bagi kehidupan komunitas santri sebagaimana penetapan HSN pada masa awal pemerintahan beliau. Penetapan HSN sebagai hari libur nasional diakui tidak semudah membalikkan telapak tanganmengingat adanya potensi penolakan dari pihak-pihak yang menentang HSN.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2077 seconds (0.1#10.140)