AICIS 2022, Menag Bicara Rekontekstualisasi Islam dan Peran Ulama

Jum'at, 21 Oktober 2022 - 01:00 WIB
loading...
A A A
Elemen kedua, terang Menag, adalah medorong terbentuknya konsensus-konsensus di antara kekuatan-kekuatan politik global untuk mendukung upaya rekontekstualisasi Islam dan melegitimasi pandangan Islam yang sesuai konteks kekinian dan nilai-nilai kemanusiaan.

Elemen ketiga, terang Gus Men, mendorong tumbuhnya gerakan sosial di tingkat akar rumput untuk menerima nilai-nilai kemanusiaan sebagai nilai universal yang mempersatukan seluruh umat manusia serta mengoperasionalkannya dalam kehidupan sosial-budaya yang nyata.

"Karena yang dihadapi adalah masalah global, maka strategi yang dibangun untuk mengatasinya pun harus berskala global pula. Kita berharap, AICIS menghasilkan peta jalan yang dapat dieksekusi dengan melibatkan para pemimpin dunia, bukan hanya pemimpin agama dan bukan hanya agama Islam saja, tapi seluruhnya secara inklusif, termasuk para pemimpin politik, pemimpin organisasi-organisasi sosial dan pusat-pusat pendidikan, selebriti, dan sebagainya," papar Menag Yaqut.

"Kalau perlu, tunjuk duta (emiserries) untuk penugasan menjalankan strategi ini. Artinya, ikhtiar ini memerlukan effort yang serius," sambungnya.

Dikatakan Menag, upaya ini menuntut dibangunnya argumentasi yang kokoh secara akademis dan dukungan legitimasi yang kuat secara global. Jika ini berhasil, maka pandangan yang menentang upaya rekontekstualisasi Islam dengan sendirinya akan terpinggirkan.

"Inilah kenapa saya memberi dukungan penuh kepada AICIS ini," tegasnya.



Bagi Indonesia lanjut Menag, rekontekstualisasi Islam bukan lagi sekadar kehendak, tapi sudah dilakukan. Salah satu contohnya adalah yang dilakukan para ulama Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang telah memberikan legitimasi keagamaan terhadap keberadaan NKRI berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Menurut Menag Yaqut, Indonesia adalah sebuah negara yang bukan teokrasi, bukan negara Islam, tapi negara yang pluralistik dan demokratis serta menempatkan seluruh warganya dalam kedudukan dan martabat yang sepenuhnya setara, baik dalam hak maupun kewajiban, tanpa memperdulikan latar belakang suku, golongan dan agama.

"Para ulama memberikan legitimasi tersebut lengkap dengan segala argumentasi keagamaan (teologis) yang kokoh," tuturnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1994 seconds (0.1#10.140)