Stabilitas Keamanan dan Politik Jelang Pemilu 2024

Selasa, 18 Oktober 2022 - 14:02 WIB
loading...
Stabilitas Keamanan dan Politik Jelang Pemilu 2024
Muradi (Foto: Ist)
A A A
Muradi
Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Bandung

TIGA tahun pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin dilalui dengan tidak mudah. Setelah dua tahun diterpa pandemi Covid-19, sisa dua tahun masa pemerintahanJokowi-Ma'ruf juga kemungkinan akan menghadapi turbulensi politik jelang Pemilu 2024.

Tahapan Pemilu 2024 sudah dimulai dan diikuti oleh deklarasi figur calon presiden dan calon wakil presiden lalu dilanjutkan dengan pembentukan relawan dari masing-masing figur yang mencalonkan diri.

Baca Juga: koran-sindo.com

Dinamika pada pelaksanaan tahapan dan proses Pemilu 2024 ini juga berhimpitan dengan persoalan yang terjadi pada institusi keamanan. Dalam hitungan bulan, institusi Polri mengalami ujian yang tidak mudah.

Diawali kasus Pembunuhan Brigadir J yang melibatkan sejumlah perwira tinggi Polri dan puluhan personel, masalah berlanjut dengan sorotan pada manajemen keamanan Polri yang buruk saat penanganan suporter daam Tragedi Kanjuruhan. Tak lama berselang, disusul lagi dengan pengungkapan jual beli barang bukti narkoba oleh sejumlah oknum personel Polri.

Sedangkan pada institusi TNI, meski tidak seberat yang dialami oleh Polri, namun persoalan juga ada, satu di antaranya adalah menguatnya isu ketidakharmonisan hubungan antara Kepala Staf Angkatam Darat (KSAD) dengan Panglima TNI.

Karena itu, situasi politik dan keamanan jelang Pemilu 2024 menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi Jokowi-Ma'ruf di sisa dua tahun pemerintahannya. Dapat dikatakan bahwa efektivitas pemerintahan Jokowi-JK hanya ada pada tahun pertama pemerintahan dan dua tahun berikutnya pada masa pandemi Covid-19.

Adapun dua tahun menjelang Pemilu 2024 menjadi bagian penting untuk dipastikan aman agar proses demokrasi lima tahunan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik.

Belum terkonsolidasinya institusi keamanan secara terintegrasi saat ini menjadi isu utama yang harus ditata dan dikelola dengan baik agar mampu menopang langkah dan kebijakan politik pemerintahan.

Upaya Presiden Jokowi memanggil seluruh pimpinan Polri dari level kabupaten dan kota, provinsi hingga tingkat Mabes Polri baru-baru ini menggambarkan kegundahan Jokowi karena belum menguatnya konsolidasi pada aktor keamanan.

Pemanggilan tersebut juga mengindikasikan bahwa upaya secara stimulan terus dilakukan oleh Presiden untuk mengurangi distorsi politik publik sebagai akibat dari permasalahan beruntun yang menimpa Polri.

Tantangan
Berkaca pada penanganan pandemi Covid-19 yang melibatkan unsur aktor keamanan pada dua tahun pemerintahan, maka langkah yang kurang lebih sama dapat dilakukan oleh Jokowi-Ma'ruf untuk mengintegrasikan gerak dan langkah institusi keamanan dalam irama yang sama.

Betapapun tantangan serius dari hajat politik Pemilu 2024 adalah bagaimana agar estafet politik kepemimpinan dapat berjalan dengan baik. Marenin (1996) dan Hills (2007) mengungkapkan bahwa posisi institusi keamanan akan berhimpitan dengan agenda politik pemerintahan di satu sisi, dan di sisi lain, dimungkinkan institusi keamanan juga memiliki agenda politiknya sendiri.

Penekanan keduanya--dalam konteks Indonesia-- yakni adakah agenda politik oleh institusi keamanan, baik secara kelembagaan mauoun orang per orang dalam melihat agenda politik jelang 2024.

Isu bahwa ada manuver politik dari okum petinggi Polri maupun TNI untuk pengkondisian Pemilu 2024 menjadi relevan dengan penegasan dari Marenin dan Hills di atas.

Sebagaimana yang menjadi dugaan publik bahwa salah satu agenda dan target dari Ferdy Sambo sebelum terseret kasus pembunuhan Brigadir J adalah menjadi pimpinan Polri pascakepemimpinan Jokowi-Ma'ruf. Diduga upaya mencapai target itu salah satunya adalah dengan mengelola judi online.

Sementara di tubuh TNI, Andika Perkasa pascapensiun menjadi Panglima TNI, diduga hendak dipinang untuk menjadi pendamping calon presiden atau bahkan diusung menjadi calon presiden oleh sejumlah partai politik.

Langkah politik inilah sesungguhnya yang diduga memicu terciptanya hubungan yang kurang baik di lingkaran elite TNI. Hal ini pula yang kemudian dibaca publik tatkala hubungan KSAD dan Panglima TNI dinilai bermasalah satu dengan yang lainnya.

Agenda politik dari internal Polri dan TNI ini secara normatif seharusnya tidak akan menjadi masalah karena muncul lebih awal, diketahui publik, dan segera dikembalikan pada alur yang seharusnya sebagai institusi keamanan.

Namun, harus diakui bahwa ada keraguan dan rasa kurang percaya dari publik, yakni apakah institusi keamanan bisa betul-betul tidak memiliki agenda politik jika melihat dinamika yang berkembang dalam beberapa bulan terakhir. Apalagi pada kenyataannya apa yang menjadi concern publik, yakni agar institusi keamanan tidak memiliki agenda politik pada 2024, sulit dicegah.

Bahkan, jika pun konsolidasi dan soliditas di internal institusi keamanan benar-benar isa terbangun jelang Pemilu 2024, tantangan masih menghadang. Situasi politik jelang Pemilu 2024 berhimpitan dengan kemungkinan ancaman krisis global yang menghantui sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Oleh karena itu, tantangan bagi Jokow-Ma'ruf pada sisa dua tahun pemerintahannya adalah bagaimana memastikan agenda politik lima tahunan dapat berjalan dengan baik. Ada empat hal yang harus diperhatikan agar agenda politik lima tahunan dapat menjadi warisan politik yang baik bagi periode kedua Jokowi.

Pertama, mengupayakan konsolidasi dan soliditas internal institusi keamanan sebelum 2023. Setalah Polri, upaya konsolidasi dan penguatan soliditas internal juga perlu dilakukan pada TNI. Momentum yang baik adalah saat Panglima TNI yang baru mulai menjabat nanti. Upaya konsolidasi bisa dilakukan seperti saat pimpinan Polri dari semua tingkatan dipanggil ke Istana Negara atau dengan pola atau cara yang lain.

Kedua, melakukan konsolidasi secara simultan dan terukur pada institusi keamanan, baik TNI maupun Polri serta unsur Badan Intelijen Negara (BIN). Masing-masing lembaga perlu menyiapkan personel dan strukturnya dalam mengawal serta memastikan agenda politik berjalan dengan baik, tanpa intervensi dan juga manuver politik oleh institusi keamanan, baik secara kelembagaan maupun orang per orang.

Bisa saja caranya dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Bersama ataupun masing-masing menguatkan pengamanan terhadap agenda politik bangsa pada 2024. Jika mengacu pada pengaman Pemilu 2019, hal itu relatif berhasil dilakukan dan berjalan dengan baik.

Ketiga, mengupayakan komunikasi politik yang intensif dengan sejumlah pimpinan partai politik, khususnya berkaitan dengan pembentukan koalisi capres dan cawapres. Perlu diingatkan bahwa elite politik harus mengacu pada hakikat politik dalam uoaya penguatan keindonesiaan.

Ini dalam pengertian bahwa kesinambungan pembangunan sebagaimana yang telah dilakukan dapat menjadi rujukan dan acuan bagi partai-partai politik dalam melakukan rencana koalisi dan pemberian dukungan untuk capres dan cawapres tertentu.

Keempat, perlu disiapkan juga langkah yang lebih terukur terkait dengan potensi krisis global yang bisa berdampak pada Indonesia, meski secara kalkulasi ekonomi dan pondasi politik, Indonesia satu dari belasan negara yang kemungkinan bebas dari efek negatif krisis tersebut.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1713 seconds (0.1#10.140)