Menteri Agama dari Kalangan Militer, Nomor 3 Pernah Menjabat Wakil Panglima TNI
loading...
A
A
A
Ketika menjadi Menteri Agama, Alamsyah berhasil menertibkan Departemen Agama. Meluruskan sejarah khususnya apa jasa dan pengorbanan umat Islam sehingga negara RI menjadi berideologi dan berfalsafah Pancasila, sehingga akhirnya golongan Islam menerima dan mendukung Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Alamsyah juga berhasil menegakkan dan pembinaan kerukunan hidup antar umat beragama dengan pemerintah dan berhasil membentuk wadah musyawarah antar umat beragama.
Pria yang pernah mengikuti pendidikan ilmu kemiliteran di Senior Officer Course di Mhow dan kemudian melanjutkan pendidikan di General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat ini juga berhasil menempatkan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
2. Laksamana Muda (Purn) Tarmizi Taher
Tarmizi Taher ditunjuk menjadi Menteri Agama pada tahun 1993. Dia bukan lulusan dari universitas di Mekkah atau Kairo, melainkan dari Universitas Airlangga jurusan Ilmu Kedokteran.
Ia meniti karie di TNI AL dengan mengemban sejumlah jabatan. Ia tercatat pernah menjadi Perwira Kesehatan di KRI Irian, Juru Bicara Fraksi ABRI di MPR, dan Kepala Dinas Pembinaan Mental TNI AL.
Pengabdiannya di TNI AL selama hampir tiga dasawarsa dan minatnya yang tinggi terhadap psikologi, terlebih lagi latar belakang keagamaannya yang kuat mengantarnya menjadi Kepala Pusat Pembinaan Mental ABRI. Jabatannya itu membuat ia dekat dengan Departemen Agama.
Pensiun dari militer dengan pangkat Laksamana Muda, Tarmizi lalu diangkat menjadi Sekjen Departemen Agama Indonesia selama lima tahun sebelum diangkat sebagai menteri pada tahun 1993. Selama menjabat menteri, dua inisiatif penting yang ia laksanakan adalah pengembangan Siskohat (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu) dan pembentukan Dana Abadi Umat (DAU).
Saat Tarmizi menjadi Menteri Agama selama Orde Baru berkuasa, kerukunan antarumat beragama jauh dari ketegangan. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan ikut campur urusan intern agama. Pemerintah hanya punya kepentingan dalam pembinaan hubungan baik antarumat beragama.
Selepas menjadi menteri pada 1998, Tarmizi kemudian ditugaskan ke Oslo sebagai Duta Besar RI untuk Norwegia merangkap Islandia. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia periode 2006-2011 dan rektor pada Universitas Islam Az-Zahra di Jakarta periode 2004-2008.
Alamsyah juga berhasil menegakkan dan pembinaan kerukunan hidup antar umat beragama dengan pemerintah dan berhasil membentuk wadah musyawarah antar umat beragama.
Pria yang pernah mengikuti pendidikan ilmu kemiliteran di Senior Officer Course di Mhow dan kemudian melanjutkan pendidikan di General Staff College di Fort Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat ini juga berhasil menempatkan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
2. Laksamana Muda (Purn) Tarmizi Taher
Tarmizi Taher ditunjuk menjadi Menteri Agama pada tahun 1993. Dia bukan lulusan dari universitas di Mekkah atau Kairo, melainkan dari Universitas Airlangga jurusan Ilmu Kedokteran.
Ia meniti karie di TNI AL dengan mengemban sejumlah jabatan. Ia tercatat pernah menjadi Perwira Kesehatan di KRI Irian, Juru Bicara Fraksi ABRI di MPR, dan Kepala Dinas Pembinaan Mental TNI AL.
Pengabdiannya di TNI AL selama hampir tiga dasawarsa dan minatnya yang tinggi terhadap psikologi, terlebih lagi latar belakang keagamaannya yang kuat mengantarnya menjadi Kepala Pusat Pembinaan Mental ABRI. Jabatannya itu membuat ia dekat dengan Departemen Agama.
Pensiun dari militer dengan pangkat Laksamana Muda, Tarmizi lalu diangkat menjadi Sekjen Departemen Agama Indonesia selama lima tahun sebelum diangkat sebagai menteri pada tahun 1993. Selama menjabat menteri, dua inisiatif penting yang ia laksanakan adalah pengembangan Siskohat (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu) dan pembentukan Dana Abadi Umat (DAU).
Saat Tarmizi menjadi Menteri Agama selama Orde Baru berkuasa, kerukunan antarumat beragama jauh dari ketegangan. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak akan ikut campur urusan intern agama. Pemerintah hanya punya kepentingan dalam pembinaan hubungan baik antarumat beragama.
Selepas menjadi menteri pada 1998, Tarmizi kemudian ditugaskan ke Oslo sebagai Duta Besar RI untuk Norwegia merangkap Islandia. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia periode 2006-2011 dan rektor pada Universitas Islam Az-Zahra di Jakarta periode 2004-2008.