Aparat Hukum Diminta Hindari Vonis Hukuman Mati Selama Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) meminta aparat penegak hukum tidak melakukan penuntutan dan penjatuhan hukuman mati selama pandemi COVID-19. Proses persidangan jarak jauh dianggap membuat pemeriksaan perkara tidak maksimal.
Selama pandemi COVID-19, proses persidangan dilakukan melalui teleconference. Hal tersebut untuk menghindari penyebaran virus corona. Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mendesak penjatuhan hukuman mati harus dilakukan dengan tinggat kehati-hatian tinggi.
"Perlu diingat, dalam situasi normal pun, pelanggaran terhadap hak-hak fair trial atau seperangkat hak untuk menjamin peradilan berjalan adil dalam banyak kasus hukuman mati sebelumnya pun masih ditemukan," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (5/7/2020).( )
Dia menjelaskan, pandemi COVID-19 telah menyebabkan pengadilan hingga kantor jasa layanan hukum tidak beroperasi normal. Maka, penuntutan dan penjatuhan hukuman mati sebaiknya dihindari.
Berdasarkan penelusuran ICJR, sepanjang 27 Maret-4 Juli 2020, ada 55 perkara hukuman mati dengan jumlah terdakwa sebanyak 67 orang. Sebagian perkara yang berakhir dengan hukuman mati itu terkait narkoba, yakni 50 kasus. Lalu, ada 5 kasus pembunuhan berencana.
Erasmus mengungkapkan, beberapa masalah dalam peradilan Indonesia, antara lain, minimnya penasehat hukum dan penerjemah, serta pemeriksaan alat bukti tidak diberikan secara maksimal. Saat ini, negara sudah selayaknya mengerahkan energinya untuk fokus menangani pandemi COVID-19.( )
"Oleh karena itu, ICJR menyerukan moratorium terhadap penuntutan maupun penjatuhan hukuman mati, termasuk eksekusi mati. Untuk itu, ICJR mendesak Jaksa Agung dan Mahkamah Agung untuk melarangnya selama masa darurat pandemi COVID-19," katanya.
Selama pandemi COVID-19, proses persidangan dilakukan melalui teleconference. Hal tersebut untuk menghindari penyebaran virus corona. Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mendesak penjatuhan hukuman mati harus dilakukan dengan tinggat kehati-hatian tinggi.
"Perlu diingat, dalam situasi normal pun, pelanggaran terhadap hak-hak fair trial atau seperangkat hak untuk menjamin peradilan berjalan adil dalam banyak kasus hukuman mati sebelumnya pun masih ditemukan," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Minggu (5/7/2020).( )
Dia menjelaskan, pandemi COVID-19 telah menyebabkan pengadilan hingga kantor jasa layanan hukum tidak beroperasi normal. Maka, penuntutan dan penjatuhan hukuman mati sebaiknya dihindari.
Berdasarkan penelusuran ICJR, sepanjang 27 Maret-4 Juli 2020, ada 55 perkara hukuman mati dengan jumlah terdakwa sebanyak 67 orang. Sebagian perkara yang berakhir dengan hukuman mati itu terkait narkoba, yakni 50 kasus. Lalu, ada 5 kasus pembunuhan berencana.
Erasmus mengungkapkan, beberapa masalah dalam peradilan Indonesia, antara lain, minimnya penasehat hukum dan penerjemah, serta pemeriksaan alat bukti tidak diberikan secara maksimal. Saat ini, negara sudah selayaknya mengerahkan energinya untuk fokus menangani pandemi COVID-19.( )
"Oleh karena itu, ICJR menyerukan moratorium terhadap penuntutan maupun penjatuhan hukuman mati, termasuk eksekusi mati. Untuk itu, ICJR mendesak Jaksa Agung dan Mahkamah Agung untuk melarangnya selama masa darurat pandemi COVID-19," katanya.
(abd)