Pemerintah Diminta Dongkrak Daya Beli Masyarakat yang Rendah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi Covid-19 yang melanda sejumlah negara di dunia, termasuk Indonesia, membuat para pedagang pasar tradisional maupun modern kehilangan mata pencahariannya. Penutupan sejumlah lokasi berjualan atau sepinya pembeli menjadi penyebab para pedagang terpaksa harus menghentikan aktivitasnya.
"Padahal, pasar seharusnya menjadi lahan untuk meraup laba besar dalam dunia perdagangan, kini lunglai akibat pandemi Covid-19 yang menghantam seluruh dunia. Bahkan Presiden Jokowi menyatakan tingginya tingkat deflasi terhadap daya beli masyarakat, mengakibatkan dunia usaha dalam ketidakpastian," ujar pengurus Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (Appsindo) Nurseylla Indra Dona.
Menurutnya, meski pemerintah telah mengeluarkan sejumlah program kebijakan untuk meredam lonjakan ketidakberdayaan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 ini, seperti bantuan langsung tunai (BLT), bantuan sosial tunai (BST), hal tersebut tidak juga mengubah peningkatan daya beli masyarakat di dalam pasar.
"Bahkan, akibat banyaknya pedagang yang terpapar Covid-19 di beberapa pasar, menjadikan aktivitas jual beli di dalam pasar mengalami kelumpuhan," kata Seylla. ( ).
Seylla mengatakan, dengan penghasilan pedagang pasar yang tak menentu, kini pasar menjadi tak semenarik dulu. Pasar tidak lagi menjadi harapan besar untuk memutar roda perekonomian Indonesia. Sehingga, keberadaannya menjadi suatu bentuk anomali besar akibat daya beli yang rendah yang berdampak langsung pada para pedagang.
"Bagi para pelaku usaha, seharusnya pasar merupakan lahan strategis untuk mengapresiasi self defence dalam menstabilkan ekonomi, serta layak diberikan perhatian lebih dari pemerintah," harap Seylla.
Karena itu, pihaknya berharap agar pemerintah memberi perhatian lebih kepada pedagang pasar tradisional. Di antaranya memberikan dana stimulus bagi pelaku usaha di pasar sehingga kembali normal.
"Sehingga, pada giliranya masyarakat kembali datang ke pasar tanpa rasa takut, pasar tak lagi dikepung pandemi dan kembali bangkit di tengah ketidakberdayaan daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19 ini," ujar Seylla.
Seperti diketahui, wabah virus corona memang berdampak signifikan terhadap lesunya perekonomian Indonesia. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui turunnya daya beli masyarakat terhadap bahan kebutuhan pokok.
"Saya lihat laporan dari BPS bulan April bahan pangan justru mengalami deflasi sebesar 0,13 persen. Ini ada indikasi penurunan permintaan bahan-bahan pangan artinya daya beli masyarakat menurun," kata Jokowi.
Guna mengatasi hal tersebut, pemerintah kata Jokowi telah meluncurkan berbagai program, mulai dari bantuan sosial tunai untuk sembilan juta keluarga, bantuan langsung tunai (BLT) desa dari dana desa untuk 11 juta keluarga, kartu sembako, hingga padat karya tunai. "Kita harapkan ini akan meningkatkan daya beli masyarakat."
Mantan Wali Kota Solo ini juga menyoroti harga sejumlah bahan pokok pangan yang masih saja mahal. Ia mempertanyakan mengapa harga bawang merah di lapangan masih Rp51.000 per kilogram. Harga tersebut jauh dari harga acuannya yaitu Rp32.000.
Kemudian ia juga melihat harga gula pasir yang masih berkisar Rp17.000-Rp17.500 per kilogram. Padahal, harganya seharusnya bisa berada pada kisaran Rp12.500 per kilogram. Menurut Jokowi, ia akan terus memonitor harga-harga ini. Pihaknya tidak ingin ada oknum yang mempermainkan harga pada masa pandemi ini.
"Oleh sebab itu, saya ingin ini dilihat masalahnya di mana, apakah masalah distribusi atau stoknya kurang atau ada yang sengaja permainkan harga untuk sebuah keuntungan yang besar? Saya minta betul-betul dicek di lapangan dikontrol, sehingga harga semuanya bisa terkendali dan masyarakat bisa naikkan daya belinya," jelasnya.
Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, harga gula pasir yang masih mahal dikarenakan sejumlah negara asal pengimpor gula, masih memberlakukan lockdown. "Tentu ini ada pengalihan dari gula yang untuk makanan atau gula rafinasi ke pasar. Diharapkan dengan pengalihan ini, harga bisa ditekan ke bawah. Memang itu yang menjadi salah satu persoalan akibat hal tersebut," jelas Airlangga.
Untuk bawang merah, kata Airlangga, pemerintah mengakui tidak meratanya distribusi menjadikan harga di sejumlah daerah tinggi. Padahal, katanya, stoknya bisa dikatakan melimpah, dan pemerintah pun tidak berencana untuk melakukan impor bawang merah. "Kita ketahui bawang merah di Jawa rata-rata Rp49.000-Rp47.000 danRp45.000. Tetapi memang kalau kita lihat di Jayapura memang masih ada yang Rp64.000, di Banda Aceh Rp65.000, Sultra Rp53.750," paparnya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa stok bawang merah nasional hingga saat ini mencukupi, yakni 78.700 ton. Maka dari itu, ia pun akan segera mendistribusikan bawang merah tersebut secara merata ke berbagai penjuru Indonesia agar harga bisa stabil.
"Ini hari juga kita kerja Pak untuk mempersiapkan di mana titik-titik yang harus didistribusi. Tadi ada penegasan dari Presiden untuk kami gunakan fasilitas TNI melakukan ini menerobos ini. Sekali lagi kenaikan harga lebih banyak disebabkan oleh distribusi yang tidak normatif. tetapi kami jika sudah diserahkan ke satu wilayah, maka stabilitasnya langsung bisa kita jaga," jelas Syahrul.
"Padahal, pasar seharusnya menjadi lahan untuk meraup laba besar dalam dunia perdagangan, kini lunglai akibat pandemi Covid-19 yang menghantam seluruh dunia. Bahkan Presiden Jokowi menyatakan tingginya tingkat deflasi terhadap daya beli masyarakat, mengakibatkan dunia usaha dalam ketidakpastian," ujar pengurus Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (Appsindo) Nurseylla Indra Dona.
Menurutnya, meski pemerintah telah mengeluarkan sejumlah program kebijakan untuk meredam lonjakan ketidakberdayaan masyarakat di tengah pandemi Covid-19 ini, seperti bantuan langsung tunai (BLT), bantuan sosial tunai (BST), hal tersebut tidak juga mengubah peningkatan daya beli masyarakat di dalam pasar.
"Bahkan, akibat banyaknya pedagang yang terpapar Covid-19 di beberapa pasar, menjadikan aktivitas jual beli di dalam pasar mengalami kelumpuhan," kata Seylla. ( ).
Seylla mengatakan, dengan penghasilan pedagang pasar yang tak menentu, kini pasar menjadi tak semenarik dulu. Pasar tidak lagi menjadi harapan besar untuk memutar roda perekonomian Indonesia. Sehingga, keberadaannya menjadi suatu bentuk anomali besar akibat daya beli yang rendah yang berdampak langsung pada para pedagang.
"Bagi para pelaku usaha, seharusnya pasar merupakan lahan strategis untuk mengapresiasi self defence dalam menstabilkan ekonomi, serta layak diberikan perhatian lebih dari pemerintah," harap Seylla.
Karena itu, pihaknya berharap agar pemerintah memberi perhatian lebih kepada pedagang pasar tradisional. Di antaranya memberikan dana stimulus bagi pelaku usaha di pasar sehingga kembali normal.
"Sehingga, pada giliranya masyarakat kembali datang ke pasar tanpa rasa takut, pasar tak lagi dikepung pandemi dan kembali bangkit di tengah ketidakberdayaan daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19 ini," ujar Seylla.
Seperti diketahui, wabah virus corona memang berdampak signifikan terhadap lesunya perekonomian Indonesia. Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui turunnya daya beli masyarakat terhadap bahan kebutuhan pokok.
"Saya lihat laporan dari BPS bulan April bahan pangan justru mengalami deflasi sebesar 0,13 persen. Ini ada indikasi penurunan permintaan bahan-bahan pangan artinya daya beli masyarakat menurun," kata Jokowi.
Guna mengatasi hal tersebut, pemerintah kata Jokowi telah meluncurkan berbagai program, mulai dari bantuan sosial tunai untuk sembilan juta keluarga, bantuan langsung tunai (BLT) desa dari dana desa untuk 11 juta keluarga, kartu sembako, hingga padat karya tunai. "Kita harapkan ini akan meningkatkan daya beli masyarakat."
Mantan Wali Kota Solo ini juga menyoroti harga sejumlah bahan pokok pangan yang masih saja mahal. Ia mempertanyakan mengapa harga bawang merah di lapangan masih Rp51.000 per kilogram. Harga tersebut jauh dari harga acuannya yaitu Rp32.000.
Kemudian ia juga melihat harga gula pasir yang masih berkisar Rp17.000-Rp17.500 per kilogram. Padahal, harganya seharusnya bisa berada pada kisaran Rp12.500 per kilogram. Menurut Jokowi, ia akan terus memonitor harga-harga ini. Pihaknya tidak ingin ada oknum yang mempermainkan harga pada masa pandemi ini.
"Oleh sebab itu, saya ingin ini dilihat masalahnya di mana, apakah masalah distribusi atau stoknya kurang atau ada yang sengaja permainkan harga untuk sebuah keuntungan yang besar? Saya minta betul-betul dicek di lapangan dikontrol, sehingga harga semuanya bisa terkendali dan masyarakat bisa naikkan daya belinya," jelasnya.
Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, harga gula pasir yang masih mahal dikarenakan sejumlah negara asal pengimpor gula, masih memberlakukan lockdown. "Tentu ini ada pengalihan dari gula yang untuk makanan atau gula rafinasi ke pasar. Diharapkan dengan pengalihan ini, harga bisa ditekan ke bawah. Memang itu yang menjadi salah satu persoalan akibat hal tersebut," jelas Airlangga.
Untuk bawang merah, kata Airlangga, pemerintah mengakui tidak meratanya distribusi menjadikan harga di sejumlah daerah tinggi. Padahal, katanya, stoknya bisa dikatakan melimpah, dan pemerintah pun tidak berencana untuk melakukan impor bawang merah. "Kita ketahui bawang merah di Jawa rata-rata Rp49.000-Rp47.000 danRp45.000. Tetapi memang kalau kita lihat di Jayapura memang masih ada yang Rp64.000, di Banda Aceh Rp65.000, Sultra Rp53.750," paparnya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan bahwa stok bawang merah nasional hingga saat ini mencukupi, yakni 78.700 ton. Maka dari itu, ia pun akan segera mendistribusikan bawang merah tersebut secara merata ke berbagai penjuru Indonesia agar harga bisa stabil.
"Ini hari juga kita kerja Pak untuk mempersiapkan di mana titik-titik yang harus didistribusi. Tadi ada penegasan dari Presiden untuk kami gunakan fasilitas TNI melakukan ini menerobos ini. Sekali lagi kenaikan harga lebih banyak disebabkan oleh distribusi yang tidak normatif. tetapi kami jika sudah diserahkan ke satu wilayah, maka stabilitasnya langsung bisa kita jaga," jelas Syahrul.
(zik)